BLORA – Dapur warung kopi milik Mbah Karti terlihat sangat sederhana. Masih berlantai tanah dengan dinding papan kayu yang di beberapa sudut sudah bolong-bolong, sehingga cahaya matahari masuk bak sinar laser.
Perempuan paruh baya bernama lengkap Sukarti (56) itu ditemani suaminya, Supar (60), setiap hari meracik kopi bagi pelanggan. Di Desa Sumber Kecamatan Kradenan Kabupaten Blora Jawa Tengah, warung kopi itu cukup dikenal. Lokasinya persis di tepi jalan utama Peting-Mendenrejo-Randublatung.
Warung kopi dan dapur berbeda bangunan. Untuk warung menggunakan sebagian bangunan rumah utama, sementara dapur berada tepat di samping rumah. Kedua bangunan itu sama-sama berlantai tanah.
Mbah Karti dan suaminya harus bolak-balik ke dapur menuju warung untuk melayani konsumen yang memesan kopi panas. Kopi hitam dengan sedikit gula, yang diracik secara sederhana cukup membuat pelanggan ketagihan. Sebab, mereka akan datang kembali untuk pesan kopi di lain hari.
“Kalau sekarang ini kan ada yang sedang bangun jalan. Jalan sini sedang dicor beton, makanya banyak pekerja juga yang ke sini. Apalagi sekarang kan musim hujan jadi kopi bisa untuk anget-anget tubuh. Ada gorengan juga biar lengkap,” kata Mbah Karti, Senin (7/11/2022).
Ibu dua anak itu membagikan resep minuman kopinya yang banyak diminati pengunjung. Dia tak langsung menyeduh kopi dengan air panas yang baru mendidih. Melainkan, air mendidih dibiarkan beberapa saat hingga benar-benar panas.
“Kalau istilah Jawa itu dinamakan tuwa (benar-benar matang). Jadi airnya sangat panas untuk menyeduh kopi. Kalau gula sebenarnya tergantung yang pesan, kalau mau manis ya dibanyakin gula. Tapi biasanya tidak terlalu manis, agar rasa pahit kopi ini juga terasa,” bebernya.
“Harganya Rp3 ribu per gelas. Kata orang-orang cukup murah harganya,” imbuh dia seraya tertawa.
Meski kerap memasak air, namun dia mengaku tak terlalu khawatir boros bahan bakar. Sejak enam tahun terakhir, dapurnya telah tersambung dengan jaringan gas (jargas) yang dinilai lebih irit daripada penggunaan kayu bakar atau gas elpiji.
“Memang untuk jargas ini hanya saya pakai untuk masak nasi dan bikin kopi. Ini lebih irit, terus juga enggak bulek (mata pedih akibat asap kayu bakar). Saya sudah enggak pakai gas elpiji tiga kilogram,” tutur dia.
“Pakai jargas ini juga lancar, tidak pernah mati. Jadi sampai malam pun bisa masak atau bikin kopi, tak perlu khawatir kehabisan gas. Untuk pemakaian per bulan itu habis sekira Rp50 ribu sampai Rp60 ribu. Lumayan irit,” lanjutnya.
Selain Mbah Karti, terdapat ribuan warga di Kecamatan Kradenan yang menggunakan jargas untuk masak sehari-hari. Rumah-rumah warga telah dipasang pipa-pipa jaringan gas untuk kebutuhan memasak di dapur.
Instalasi jargas ini mulai terpasang pada tahap pertama tahun 2013, kemudian dilanjutkan tahap kedua pada 2020. Terdapat 4.495 pelanggan rumah tangga, dan satu pelanggan UMKM yang tersebar di beberapa desa yakni Desa Sumber, Mojorembun, Wado, Pulo, Tanjung, Kemantren, Kapuan, dan Medalem.
Pasokan jargas ini berasal dari PT Pertamina Central Processing Plant (CPP) Gundih yang berada di Desa Sumber. Instalasi pipa-pipa jargas yang masuk ke kampung-kampung ditanam dalam tanah, sehingga relatif aman bagi warga.
“Jargas ini lebih praktis karena kita tidak perlu angkat-angkat atau ganti tabung. Tinggal ceklek sudah langsung nyala tungku kompor kita. Selama 24 jam mengalir tanpa putus,” petugas Jasa Penunjang Migas PGN Area Blora, Bagas Indra Permadi.
“Untuk harga ada dua kategori yaitu Rumah Tangga 1 yakni Rp4.250 per meter kubik, dan Rumah Tangga 2 yakni Rp6 ribu per meter kubik,” rincinya.
Dia mengatakan, pelayanan terhadap konsumen menjadi prioritas utama. Petugas juga secara rutin melakukan pengecekan di beberapa stasiun gas, termasuk langsung datang ketika ada keluhan warga.
“Misalnya kompor tiba-tiba tungku tidak mau menyala, nanti petugas akan ke lokasi. Mengecek dan bila perlu ada perbaikan atau penggantian. Intinya kita ingin memberikan servis yang terbaik bagi konsumen,” terang dia.
Pembangunan jargas rumah tangga ini merupakan salah satu upaya pemerintah meningkatkan sumber daya lokal, untuk mencapai ketahanan energi dengan harga murah bagi masyarakat. Termasuk meningkatkan taraf hidup warga dan sekaligus mengentaskan desa-desa miskin di Blora.
Bupati Blora, Arief Rohman, berharap lebih banyak warganya yang mendapatkan aliran jargas. Apalagi, gas bumi yang diproduksi CPP Gundih sekira 50 MMscfd per hari. Sementara yang digunakan untuk rumah tangga di sekitarnya masih sangat kecil.
“CPP Gundih ini adalah penghasil gas tiap harinya 50 MMscfd dialirkan ke Tambak Lorok (Semarang). Yang digunakan untuk jargas rumah tangga ini kurang lebih 0,00 MM. Tentunya ke depan kita berharap manfaatnya bisa dirasakan masyarakat dan disebarluaskan untuk wilayah lain,” harapnya.
Alumnus SMAN 1 Blora itu juga mendorong instansi terkait segera merealisasikan pengembangan jargas rumah tangga. Pemanfaatan jargas secara luas juga sangat berguna untuk menekan subsidi BBM yang kian tahun semakin meningkat.
“Kami berharap program ini akan terus bisa dilanjutkan untuk masyarakat lain, di seputaran CPP Gundih. Di Kecamatan Cepu, kalau bisa nanti menjadi pusat jargas. Ini harapan kita. Semoga sinergi antara Kementerian ESDM, PGN dengan Pemkab Blora ini ke depan bisa semakin dirasakan manfaatnya oleh masyarakat,” tandasnya.
Pemanfaatan jargas atau gas bumi bagi rumah tangga ini dinilai lebih ramah lingkungan ketimbang penggunaan energi fosil. Gas bumi memiliki emisi lebih rendah dibanding menggunakan batubara ataupun minyak, sehingga masuk dalam kategori clean energy atau energi bersih.
“Penggunaan energi gas bumi yang ada di daerah-daerah tertentu untuk menggantikan elpiji saya kira ini sangat bagus. Ini akan menggantikan elpiji 3 kilogram, sehingga bisa dikurangi subsidinya. Penggunaan energi gas bumi selain membantu pengurangan subsidi juga termasuk clean energi atau energi bersih,” kata Pakar Energi Universitas Diponegoro (Undip), Dr. Ir. Jaka Windarta, M.T.
“Ini sejalan dengan program pemerintah yang namanya gas kota, walaupun lokasinya di desa itu bisa saja dikembangkan seperti di kota-kota besar di Bekasi, Jakarta, Semarang kan sudah ada program gas kota,” pungkasnya.
Editor : Enih Nurhaeni