get app
inews
Aa Text
Read Next : Pertamina Patra Niaga Tegas Berantas SPBU Curang di Yogyakarta

Cinta dalam Sepaket Lingeri Syar'i: Perjalanan WifeOnly Menembus Batas Negeri

Kamis, 25 Juli 2024 | 14:03 WIB
header img
Cinta dalam Sepaket Lingeri Syar'i: Perjalanan WifeOnly Menembus Batas Negeri (Foto: Taufik Budi)

SEMARANG, iNewsJoglosemar.id – Sepasang suami istri menemukan peluang emas dalam bisnis lingeri. Dengan cara unik, mereka berhasil mengubah persepsi lingeri dari pakaian dalam wanita yang dianggap nakal menjadi lebih syar'i dan bermartabat, dengan sebutan "Pakaian Dinas Istri untuk Menyenangkan Suami”.

Tidak hanya itu, mereka juga memiliki prinsip mulia: tidak mengambil fee ongkir untuk keperluan pribadi atau operasional, melainkan menyumbangkan belasan juta rupiah kepada korban bencana alam. Dari Jl. Argomulyo Mukti VII 297 Pedurungan, Kota Semarang, inilah kisah inspiratif mereka.

Surianto (35) asal Riau dan istrinya Meilia (32), menjalani kehidupan di Semarang bersama dua anaknya mereka yang berusia 7 dan 4 tahun. Enam tahun sebelumnya, mereka merantau di Bandung sebelum memutuskan kembali ke Semarang. Hidup mereka berubah drastis di akhir 2019 ketika kondisi ekonomi keluarga semakin menantang.

Pada saat itu, Surianto menjual makanan di sebuah angkringan yang sepi pengunjung. Sang istri tengah mengandung anak kedua, sementara anak pertama mereka yang berusia 3 tahun sering kali tidak mau tidur sebelum Surianto pulang.

Kemudian, sebuah ide brilian muncul dari kado lingeri yang diberikan sang istri kepada temannya saat akan menikah. Dua minggu setelah memberikan kado tersebut, teman sang istri mengabarkan dengan tawa riang bahwa suaminya sangat menyukai lingeri tersebut.

"Dari situ, saya punya ide, ini prospek untuk dijual," kenang Surianto, Rabu (24/7/2024)

Beruntung, sang istri memiliki kenalan yang pernah berjualan lingeri dan masih memiliki kontak supplier. Mereka pun memulai bisnis dengan sistem open PO (pre-order), yakni baru menjual barang setelah mendapat pesanan. Perlahan, permintaan meningkat meskipun harus menunggu dua pekan untuk stok dari supplier yang ternyata juga kulakan dari marketplace, pengiriman dari Cina.

Seiring waktu, mereka memutuskan untuk kulakan langsung dari marketplace di Cina agar bisa memenuhi permintaan yang semakin tinggi. Namun, perubahan aturan bea cukai membuat mereka harus mencari supplier baru lagi di Jakarta.

“Dulu pembelian impor yang kena pajak itu kan di atas USD75, jadi kita bisa kulakan dari Cina sekira Rp1,5 juta, tidak ada pajak. Tapi setelah ada aturan baru yang kena pajak itu belanja impor di atas USD3, makanya habis itu sudah susah impor lagi,” ceritanya.

Hingga pada 2022, pasangan muda ini akhirnya memberanikan diri untuk memulai produksi lingeri sendiri dengan bantuan seorang teman yang memiliki konveksi. Langkah ini merupakan buah impian mereka untuk menciptakan produk fesyen berkualitas.

“Dalam setiap produksi, kita memesan sebanyak 200 pcs per model, sesuai dengan minimal order. Nanti jika ada model baru atau pesanan lagi dari pelanggan, maka kita produksi lagi,” terangnya.

Lebih dari sekadar bisnis, pasangan muda ini memiliki misi sosial. Mereka aktif memberdayakan ibu-ibu di lingkungan sekitar untuk ikut serta dalam pengembangan bisnis lingeri. Apalagi, pesanan terus mengalir sehingga membutuhkan banyak tangan untuk melayani pembeli.

Proses produksi lingeri tidak berhenti pada tahap penjahitan saja. Setelah selesai dijahit, setiap produk harus melewati tahap quality control yang ketat. Langkah ini dilakukan untuk memastikan bahwa setiap potong lingeri memiliki kualitas sesuai standar yang telah ditetapkan.

Selain quality control, kebersihan juga menjadi fokus utama dalam proses produksi. Setiap potong lingeri yang telah melalui tahap pengecekan kualitas kemudian dicuci oleh ibu-ibu. Langkah ini dilakukan untuk menjaga kebersihan dan memastikan bahwa produk yang dikirimkan kepada pelanggan berada dalam kondisi terbaik.

Setelah melalui serangkaian proses tersebut, lingeri yang telah dipastikan bersih dan berkualitas bagus baru dikemas rapi. Kualitas menjadi prioritas utama, karena mereka memahami bahwa kepuasan pelanggan adalah kunci dari keberhasilan bisnis.

Catatan Syar’i

Meski banyak orang menganggap lingeri sebagai barang tabu, Surianto dan istrinya tetap teguh mempromosikan lingeri sebagai pakaian dinas istri untuk menyenangkan suami. Mereka menjualnya secara online akun Instagram @wifeonly.store.

Akun itu diatur privat dan hanya bisa diakses oleh akun-akun perempuan. Penjualan mereka tidak hanya merambah seluruh Indonesia, tapi juga menembus pasar luar negeri seperti Singapura, Malaysia, Hong Kong, dan Uni Emirat Arab.

“Sejak awal kita tidak jualan di marketplace, karena tidak bisa memasang foto lingeri maupun mencantumkan tulisan tersebut. Di Instagram juga kita kunci, hanya akun-akun perempuan yang bisa gabung,” ujar dia.

“Tulisannya pun bukan lingeri tapi kita ganti dengan pakaian dinas untuk menyenangkan suami. Saat itu untuk memotret produk, hanya menggunakan kamera HP. Hal ini sering kali menjadi bahan tertawaan tetangga dan teman,” ungkapnya sambil terkekeh.

“Penjualan dengan sistem online, jadi menyebar ke seluruh wilayah indonesia bahkan luar negeri. Pelanggan sih masih orang Indonesia juga, atau TKI yang ada di sana," imbuh Meilia menimpali.

Pasangan ini tetap teguh dengan visi mereka dan menyelipkan catatan moral dalam setiap produk yang dikirimkan: “Memakai pakaian ini untuk menyenangkan suami dan mendapat ridha Allah, jika pakaian ini digunakan tidak sebagaimana mestinya dalam kurung tidak sesuai dengan syariat Islam kami berlepas diri dari dosa pemakainya”.

“Jadi kita inginnya pakaian ini jangan dipakai oleh orang untuk tujuan nakal. Sebab, kalau itu dipakai orang nakal dan kita tetap menjual kepadanya, artinya kita memfasilitasi orang itu. Kita Ikut andil bagian (menyediakan lingeri untuk tujuan nakal),” terangnya.

“Makanya kita putus dengan catatan tersebut. Karena kita tujuannya bukan untuk hal itu (nakal), tapi untuk menyenangkan suami,” tegas dia.

Meski penjualan hanya dilakukan secara online melalui Instagram tanpa marketplace, namun pesanan deras berdatangan. Bahkan dalam sehari bisa mencapai 100-200 transaksi untuk pasar dalam dan luar negeri.

“Pengiriman kita melalui jasa ekspedisi JNE karena terpercaya dari dulu sudah tahu. Dan ternyata kita dapat fee dari ongkir (ongkos kirim). Jadi sekali bayar ongkir itu sampai Rp2 juta tiap hari, padahal sudah dipotong fee,” katanya.

Namun, Surianto enggan menerima fee tersebut. Dia beralasan, fee berasal dari ongkir yang dibayarkan pembeli kepada jasa ekspedisi. Ongkir di luar nilai transaksi yang harus dibayarkan pelanggan untuk membeli produknya.

“Untuk ongkir kami hanya sebatas menghitungkan besarnya berapa dan pelanggan menitipkan ongkir ke kami. Sementara yang kami bayarkan ke ekspedisi itu enggak full dari ongkir yang dititipkan pelanggan,” lugasnya.

“Lalu fee yang berkisar Rp2.000 itu kan juga tidak mungkin kita transfer ke masing-masing pelanggan. Jadi kita mohon izin untuk menyalurkan fee yang kita kumpulkan dari JNE itu untuk membantu korban bencana,” jelas dia.

Dia menyebut, telah menyalurkan bantuan belasan juta rupiah kepada korban banjir di Sintang Kalimantan Barat pada September-November 2021. Banjir tersebut menurut data Badan Penaggulangan Bencana Nasional (BNPB), menggenangi di 12 kecamatan. Sebanyak 140.468 jiwa terdampak banjir dan dua warga dilaporkan meninggal dunia.

“Kita menyalurkan bantuan kepada korban bencana banjir di Kalimantan, pernah juga di beberapa tempat. Waktu itu bencana banjir di sana menarik perhatian nasional, karena berlangsung lebih dari dua pekan,” ungkapnya.

Untuk mengembangkan bisnisnya, Surianto dan istri kini tengah berinovasi membuat sabun mandi pengantin. Selain itu, juga ramuan herbal bagi calon pengantin yang semuanya akan dikemas dalam paket hampers.

“Kita akan pengembangan produk ke sabun pengantin, dengan pasar adalah calon-calon pengantin. Dulu juga ada buku-buku yang fokus pada pernikahan. Jadi nanti akan dikemas dalam bentuk paket hampers pengantin baru, lengkap ada ramuan herbal, sabun, lingeri, dan buku-bukunya,” tandas dia.

Tantangan Ekspedisi

Regional Marketing & Partnership JNE Jateng-DIY, Widiana, mengungkapkan berbagai inisiatif dan strategi dilakukan untuk membantu UMKM tumbuh dan berkembang. Dalam berbagai kesempatan, JNE berkolaborasi dengan Dinas Koperasi dan UMKM serta pemerintah setempat untuk memberikan edukasi dan dukungan kepada pelaku UMKM.

“Kami sering bekerja sama untuk mengadakan kegiatan-kegiatan bagi UMKM. Ini adalah salah satu bentuk dukungan kami dalam memberikan edukasi tentang ekspedisi dan berbagai kegiatan lain yang bisa diikuti UMKM,” ujar Widiana.

Salah satu bentuk dukungan nyata dari JNE adalah penyediaan ruangan di Semarang, tepatnya di JNE Kumudasmoro, yang bisa digunakan oleh UMKM untuk melakukan workshop atau kegiatan lain. Langkah ini diambil untuk mengubah persepsi bahwa ekspedisi hanya sebatas pengiriman barang, padahal JNE menawarkan lebih dari itu.

"Kami memberikan support ongkir sehingga setiap kelas UMKM seperti Batik Lasem, agar bisa memberikan free ongkir bagi customer yang check out saat live. Dampaknya sangat luar biasa, pengiriman meningkat berlipat ganda," cerita Widiana.

Untuk mendukung UMKM, JNE juga mengadakan subsidi ongkir untuk even-even khusus seperti ulang tahun UMKM. Contohnya, subsidi ongkir untuk Batik Lasem, WifeOnly Semarang, Space Roastery Yogyakarta, dan Jogja Guitar Shop (JGS) Sukoharjo.

"Kami berusaha untuk memahami kebutuhan customer dari seller UMKM, sehingga dukungan yang kami berikan bisa lebih tepat sasaran. Dan support tersebut kita sesuaikan dengan kebutuhan masing-masing UMKM," tambahnya.

Namun, Widiana juga menyoroti tantangan infrastruktur jalan yang masih menjadi kendala utama dalam ekspedisi pengiriman produk UMKM. Untuk mengatasi tantangan ini, JNE telah memiliki strategi khusus, terutama di wilayah yang sering dilanda banjir seperti Semarang.

“Meskipun di Pulau Jawa sendiri, masih banyak akses jalan yang belum bagus, hal ini kadang menghambat pengiriman. Masalah banjir juga merupakan masalah rutin tahunan yang kami hadapi,” tambahnya.

 “Kami sudah menyiasati jika musim banjir tiba, maka pengiriman akan dibagi dalam beberapa titik sehingga tidak menumpuk dan pengirimannya bisa dilakukan dengan cepat,” jelas Widiana.

JNE juga memastikan kecepatan dan keamanan pengiriman produk UMKM melalui sistem report Proof of Delivery (POD). Termasuk untuk pengiriman paket ke luar negeri, terdapat layanan JNE International Service.

“Setiap kiriman disertai dengan estimasi waktu pengiriman. Jika ada masalah seperti alamat tidak lengkap atau penerima tidak ditemukan, tim khusus akan melakukan investigasi,” jelas Widiana.

Selain itu, JNE menyediakan boks khusus dengan tiga ukuran untuk konsumen yang membutuhkan packaging lebih baik. Untuk barang bernilai tinggi, JNE menyarankan untuk mengasuransikan barang tersebut. Langkah ini diambil untuk memastikan keamanan barang yang dikirim.

Dalam upaya mendukung UMKM secara digital, JNE telah meluncurkan platform My JNE yang bisa diakses melalui Play Store. Platform ini memungkinkan pengguna untuk cek resi, tarif ongkos kirim, dan berbagai layanan lain.

Dukungan Pemerintah

Pakar ekonomi Universitas Diponegoro (UNDIP), Esther Sri Astuti, S.A, menegaskan bahwa peran ekspedisi sangat signifikan bagi usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) dalam mengakses pasar yang lebih luas. Dia mengungkapkan tantangan utama yang dihadapi adalah kecepatan waktu pengiriman (delivery time) dan biaya ongkir yang terjangkau, terutama mengingat kondisi geografis Indonesia sebagai negara kepulauan.

“Kecepatan dan biaya pengiriman adalah dua faktor krusial yang memengaruhi daya saing UMKM. Mengingat Indonesia terdiri dari ribuan pulau, harus ada hub distribusi di setiap pulau agar arus barang tidak selalu harus melewati Jakarta,” ujar Esther.

“Contohnya pengiriman dari Kalimantan Barat ke Kalimantan Utara seharusnya tidak perlu melewati Jakarta, yang dapat memperlambat waktu pengiriman dan menambah biaya,” lanjutnya.

Esther juga menyoroti bahwa kecepatan dan keamanan pengiriman produk melalui ekspedisi relatif baik jika dilakukan dalam satu pulau. Namun, jika pengiriman dilakukan antarpulau, prosesnya akan memakan waktu lebih lama.

“Kecepatan dan keamanan produk melalui ekspedisi dalam satu pulau relatif cepat. Tetapi, untuk pengiriman antarpulau, waktu yang dibutuhkan bisa lebih lama,” jelasnya.

Untuk meningkatkan efisiensi dan efektivitas pengiriman, Esther menyarankan perlunya kolaborasi antara UMKM dan perusahaan ekspedisi. “Ekspedisi dan UMKM harus memiliki pengetahuan yang sama mengenai proses ekspor agar UMKM dapat mengakses pasar luar negeri dengan lebih mudah,” tambahnya.

Lebih lanjut, Esther mengusulkan adanya insentif atau subsidi ongkir bagi UMKM yang berhasil mengekspor produknya ke luar negeri, seperti yang dilakukan di China. “Di China, UMKM diberikan insentif atau subsidi ongkir jika mereka bisa mengekspor produk ke luar negeri. Ini bisa menjadi contoh yang baik untuk diterapkan di Indonesia agar UMKM kita lebih kompetitif di pasar global,” ungkapnya.

Pemerintah diharapkan dapat segera mengambil langkah strategis untuk membangun hub distribusi di berbagai pulau, serta memberikan insentif bagi UMKM yang berorientasi ekspor. Langkah ini diyakini akan memberikan dampak positif tidak hanya bagi UMKM, tetapi juga bagi perekonomian nasional.

 

Editor : Enih Nurhaeni

Follow Whatsapp Channel iNews untuk update berita terbaru setiap hari! Follow
Lihat Berita Lainnya
iNews.id
iNews Network
Kami membuka kesempatan bagi Anda yang ingin menjadi pebisnis media melalui program iNews.id Network. Klik lebih lanjut