get app
inews
Aa Text
Read Next : Dukung UMKM, GWS dan Pemkab Semarang Kolaborasi Percepat Koperasi Desa

Mimpi Indonesia Emas 2045, Mahfud MD: Harus Ada Reformasi Politik Kebijakan

Selasa, 29 April 2025 | 21:42 WIB
header img
Mimpi Indonesia Emas 2045, Mahfud MD: Harus Ada Reformasi Politik Kebijakan (Taufik Budi)

SEMARANG, iNEWSJOGLOSEMAR.ID — Mimpi Indonesia Emas 2045 bukanlah angan-angan kosong, melainkan proyeksi nyata yang bisa dicapai bila pemerintah menjalankan pembangunan berbasis bukti, melibatkan partisipasi publik secara bermakna, dan membuka ruang desentralisasi serta inovasi.

Hal ini mengemuka dalam Seminar Nasional “Mengawal Penyelenggaraan Pemerintahan Baru Menuju Indonesia Emas 2045” yang digelar Fakultas Hukum Universitas Diponegoro, Semarang, Selasa (29/4/2025).

Prof. Dr. Moh Mahfud MD, dalam paparannya, menekankan bahwa kebijakan publik harus ilmiah, partisipatif, dan tidak boleh dipisahkan dari dasar data konkret. Ia mengingatkan kembali makna Indonesia Emas sebagai fase pasca-kemerdekaan yang ideal, yakni ketika bangsa telah menyeberangi "jembatan emas" menuju masyarakat adil dan makmur sebagaimana visi yang tertuang dalam Pembukaan UUD 1945.

Menurut Mahfud, proyeksi Indonesia Emas sudah ditopang studi ilmiah sejak masa Presiden Susilo Bambang Yudhoyono lewat Perpres No. 22 Tahun 2010, dan dikuatkan Presiden Joko Widodo melalui Perpres No. 15 Tahun 2016. Ia mengutip studi McKinsey dan PricewaterhouseCoopers yang memprediksi Indonesia bisa masuk lima besar ekonomi dunia dengan pendapatan per kapita USD 23.900, pendidikan tinggi 74%, dan nol kemiskinan ekstrem.

Namun, Mahfud mengingatkan bahwa capaian ini hanya mungkin terjadi jika politik kebijakan dijalankan dengan benar. “Politik kebijakan berarti proses pembuatan kebijakan publik yang dipengaruhi dan dijalankan melalui dinamika kekuasaan,” ujarnya.

Ia menyoroti bahwa kebijakan publik sering lahir cacat karena dominasi aktor kuat, kolusi tersembunyi, dan data yang tidak valid. Bahkan, kata Mahfud, “Data yang bersumber dari pakar pun bisa dipolitisasi sesuai kepentingan sempit.”

Mahfud menggarisbawahi pentingnya konfigurasi politik yang demokratis agar hukum yang lahir bersifat responsif. Sebaliknya, konfigurasi otoriter akan melahirkan hukum konservatif dan berpotensi dijadikan alat legitimasi kekuasaan yang koruptif.

“Jika penguasa ingin membuat kebijakan koruptif yang tak ada hukumnya, maka dibuatlah hukum baru. Jika ada hukum yang menghalangi, diubah aturannya,” tegas Mahfud.

Sementara itu, Guru Besar Ilmu Perundang-undangan Fakultas Hukum Undip, Prof. Dr. Lita Tyesta Addy Listya Wardhani, menyoroti pentingnya partisipasi bermakna (meaningful participation) dalam seluruh proses perencanaan dan pelaksanaan pembangunan nasional, termasuk dalam Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) 2025–2045 dan RPJMN 2025–2029.

“Partisipasi bukan hanya pelengkap, tapi bagian yang tidak terpisahkan dari setiap prioritas nasional. Kebijakan harus berbasis kebutuhan nyata, terintegrasi, dan responsif terhadap perubahan,” ujar Prof. Lita.

Ia menyebut bahwa melalui pendekatan partisipatif, pemerintah dapat memperkuat supremasi hukum, tata kelola demokratis, dan stabilitas nasional. Partisipasi, lanjutnya, tidak cukup hanya mendengar suara publik, tetapi juga melibatkan rakyat dalam perancangan kebijakan dari awal hingga akhir.

Prof. Lita mengacu pada Perpres 12/2025 yang menekankan pentingnya perencanaan berbasis partisipasi. Ia pun merinci tiga elemen utama: akses informasi yang mudah, pelibatan inklusif, serta proses konsultatif yang iteratif.

“Tanpa partisipasi publik yang aktif, pembangunan kehilangan arah dan gagal menjawab kebutuhan nyata rakyat,” tandasnya.

Adapun Kepala BKN, Prof. Dr. Zudan Arif Fakrulloh, dalam diskusi strategis di Jakarta pada hari yang sama, menekankan pentingnya desentralisasi adaptif dan pemikiran inovatif sebagai pendekatan kunci dalam mewujudkan cita-cita Indonesia Emas.

“Menuju Indonesia Emas, caranya adalah dengan desentralisasi. Pertanyaannya: kita sanggup enggak ke sana?” ujar Zudan. Ia menyebut, Indonesia memiliki lebih dari 500 kabupaten/kota dan puluhan kementerian/lembaga yang perlu bergerak sinergis berdasarkan arah pembangunan nasional.

Dengan belanja negara dan daerah mencapai hampir Rp5.000 triliun per tahun, menurut Zudan, tantangannya bukan hanya alokasi anggaran, tapi kemampuan menyelaraskan kebijakan antarwilayah dan antarlevel pemerintahan.

“Apakah Asta Cita Presiden Prabowo bisa dijalankan dengan kondisi dan potensi sekarang? Itu pertanyaan besarnya,” katanya. Zudan menyerukan perlunya adjustment policy dan ruang diskresi yang sahih, sebab persoalan riil di lapangan terus berubah.

 

Editor : Enih Nurhaeni

Follow Whatsapp Channel iNews untuk update berita terbaru setiap hari! Follow
Lihat Berita Lainnya
iNews.id
iNews Network
Kami membuka kesempatan bagi Anda yang ingin menjadi pebisnis media melalui program iNews.id Network. Klik lebih lanjut