get app
inews
Aa Text
Read Next : Dorong Daya Saing UMKM di Jawa Tengah, Mal Ini Coba Buka Pusat Sembako Murah

Pujasera Energi, Pusat Kuliner yang Hidup dari Sinar Matahari

Kamis, 30 Oktober 2025 | 13:19 WIB
header img
Pujasera Energi, Pusat Kuliner yang Hidup dari Sinar Matahari. Foto: Taufik Budi

SEMARANG, iNewsJoglosemar.id - Udara sore di pesisir Kota Semarang terasa hangat dan asin oleh embusan angin laut. Tepat di samping kantor Lurah Tambakharjo, Kecamatan Semarang Barat, berdiri deretan lapak kuliner yang kini menjadi ikon energi bersih.

Di depannya terhampar lapangan sepak bola dan voli yang setiap sore hingga magrib ramai oleh warga. Usai berolahraga, mereka biasa menepi ke Pujasera Energi, melepas lelah sambil menikmati makanan pesisir — ditemani cahaya lampu yang seluruhnya bersumber dari tenaga surya.

Tak ada lagi dengung mesin genset. Tak ada asap pembakar BBM. Udara pesisir yang hangat kini bersih dari polusi bunyi dan gas. Di sinilah berdiri Pujasera Energi, bagian dari Desa Energi Berdikari Pertamina yang dikelola Koperasi Pemasaran Pertaharjo Energi Sejahtera.

Sejak tahun 2022, kawasan Kampung Pesisir Tambakharjo, Kota Semarang, mulai dikenal sebagai laboratorium hidup energi hijau berbasis komunitas. Di area ini, PT Pertamina Patra Niaga melalui Depot Pengisian Pesawat Udara (DPPU) Ahmad Yani meluncurkan program Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan (TJSL) berupa pemasangan Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) dan Pembangkit Listrik Tenaga Bayu (PLTB) yang terintegrasi secara hybrid di Pusat Jajanan Serba Ada (Pujasera) Energi.

Proyek percontohan tersebut berjarak sekitar 3,7 kilometer dari Bandara Internasional Jenderal Ahmad Yani, menjadi simbol kolaborasi antara inovasi energi baru terbarukan dan pemberdayaan ekonomi warga pesisir.

“Dulu pernah menggunakan turbin dan panel surya untuk mengganti energi, dan sekarang semuanya beralih ke panel surya,” kata Dian Mayasari, anggota Koperasi Pertaharjo sekaligus tim event di Pujasera Energi, Senin (27/10/2025).

Menurutnya, PLTS hybrid PLTB kapasitas 3 kWh dipasang di halaman Pujasera Energi dan sempat menjadi ikon pusat kuliner tersebut. Namun, seriring waktu beberapa bagian konstruksi besi penyangga maupun turbin mulai berkarat hingga berderit keras ketika diterpa angin kencang.

“Karena lokasinya pas di depan sini, maka kadang kita dan pengunjung agak takut. Suaranya keras saat ada angin. Daerah sini kan besi-besi mudah sekali kena karat daerah pengaruh angin laut. Lalu dari kesepakatan dengan pihak Pertamina, akhirnya diganti panel surya semua,” jelasnya.

“Sejak enam bulan lalu diganti oleh Pertamina. Manfaatnya sangat banyak dan sangat membantu buat lapak-lapak Pujasera ini. Ada 7 lapak, dan fasilitas panggung biasa untuk live music atau acara ulang tahun,” ujarnya lagi.

Kini, setiap atap lapak dilengkapi sistem PLTS yang menghasilkan daya cukup untuk menyalakan lampu, kipas angin, hingga jaringan WiFi. Sementara konstruksi pembangkit energi sebelumnya telah dibongkar.

“Kalau waktu event-event itu kan dari siang sampai malam sekitar jam 9 baru ganti listrik PLN. Jadinya dari jam 9 sampai ke atas baru pakai listrik PLN. Artinya untuk pengeluaran pembayaran tagihan listrik pun sangat berkurang,” katanya.

Efeknya terasa langsung bagi para pedagang kecil. Pengeluaran bulanan untuk listrik turun drastis, memungkinkan mereka menekan harga jual tanpa mengorbankan keuntungan. Model pengelolaan di Pujasera Energi pun dibuat ringan dan gotong royong.

“Lapak-lapak di sini tidak disewa mahal, cuma membantu bayar listrik dan air. Jadi biayanya enggak sampai ratusan ribu per lapak. Setiap pekan Rp35 ribu, artinya tiap hari hanya perlu iuran Rp5 ribu. Jam operasional Pujasera ini mulai pagi sampai malam,” jelas Dian.

Dengan skema seperti itu, kawasan ini menjadi lebih dari sekadar pusat kuliner. Ia berkembang menjadi pusat ekonomi baru pesisir Semarang, tempat pelaku usaha mikro belajar, berinovasi, dan tumbuh bersama.

Salah satu pedagang, Jess, mengaku bergabung di Pujasera Energi karena ingin tetap produktif sambil mengurus anak. Ibu muda ini memilih berjualan pada sore hingga tengah malam.

“Saya dulu kerja, tapi setelah punya anak enggak bisa diem. Akhirnya jualan aja. Saya punya bakat masak, ikut zamannya anak muda sekarang—jualan seblak, bakaran, dan menu goreng-goreng,” katanya sambil tersenyum.

Jess mulai jualan pukul 15.00 WIB dan tutup sekitar pukul 23.00 WIB atau tengah malam, tergantung masih banyaknya pengunjung. Seluruh aktivitas dagang, dari penerangan hingga mesin blender, ditopang energi dari panel surya.

“Ada keuntungan sendiri sih, karena daya listrik PLN-nya enggak begitu banyak. Jadi bisa hemat banget. Kalau blender, kipas, lampu, charger HP, semuanya pakai panel surya,” ujarnya.

Menariknya, ketika daya dari panel surya habis, sistem otomatis beralih ke PLN tanpa gangguan berarti.

“Biasanya tuh kayak ada bunyi ‘ceklek’, mati sebentar terus nyala lagi. Itu artinya dayanya habis, pindah ke PLN,” jelas Jess.

Tak hanya soal listrik murah, Pujasera Energi juga menjadi wadah belajar. Jess mengaku banyak pelatihan diberikan oleh Pertamina dan beberapa universitas.

“Sering ada pelatihan UMKM, cara marketing, sampai kerja sama sama kampus. Banyak banget ilmunya, dari enggak bisa jadi bisa,” katanya.

Pelatihan itu termasuk sertifikasi PLTS di Ciracas, Jakarta, yang diikuti tim event lokal. Upaya ini menunjukkan bahwa proyek energi hijau bukan sekadar teknologi impor, tetapi transfer pengetahuan dan pemberdayaan masyarakat.

Ekosistem Energi Hijau

Proyek PLTS hybrid di Pujasera Energi merupakan bagian dari komitmen Pertamina mendorong transisi energi berbasis komunitas. Langkah ini mendukung target nasional Net Zero Emission 2060, dengan memperluas pemanfaatan energi surya dan angin.

Area Manager Communication, Relations, and Corporate Social Responsibility (CSR) PT Pertamina Patra Niaga Jawa Bagian Tengah, Taufiq Kurniawan, menjelaskan bahwa Pujasera Energi di Semarang merupakan contoh penerapan energi baru terbarukan (EBT) berbasis Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) dengan sistem off-grid.

“Pujasera Energi ini menggunakan energi baru terbarukan melalui sistem PLTS off-grid. Sistem ini hanya menyerap energi matahari pada siang hari, lalu menyalurkannya kembali pada malam hari,” ujar Taufiq.

Dari sisi teknis, sistem panel surya di Pujasera Energi terdiri atas 20 lembar modul fotovoltaik yang mampu menghasilkan daya listrik total 5 kilowatt-hour (kWh) per hari. Energi tersebut disimpan melalui sistem off-grid dengan baterai penyimpanan berkapasitas menengah, sehingga daya yang dihasilkan pada siang hari dapat dimanfaatkan untuk penerangan dan kebutuhan operasional pada malam hari.

Dengan sistem tersebut, masyarakat pesisir yang tergabung dalam kelompok pengelola Pujasera kini mampu menghemat biaya listrik secara signifikan.

“Sebelumnya, untuk kebutuhan penerangan dan operasional, kelompok ini harus membayar listrik sekitar Rp600 ribu per bulan. Setelah menggunakan PLTS, biayanya turun menjadi sekitar Rp200 ribu per bulan, artinya ada penghematan sekitar Rp400 ribu setiap bulan,” jelasnya.

Lebih lanjut, Taufiq menegaskan bahwa konsep Pujasera Energi dirancang untuk meringankan beban operasional, meningkatkan efisiensi pengeluaran masyarakat, sekaligus mendorong kemandirian energi di tingkat komunitas.

“Konsep ini bertujuan meringankan beban operasional dan pengeluaran kelompok, serta ke depan bisa dimanfaatkan untuk kegiatan sosial kemasyarakatan,” ungkapnya.

Selain Pujasera Energi, Pertamina Patra Niaga juga menjalankan program lain seperti Desa Energi Berdikari (DEB) dan Sekolah Energi Berdikari (SEB), yang memiliki tujuan serupa: memperluas akses masyarakat terhadap energi bersih dan berkelanjutan.

“Kami juga mengembangkan Desa Energi Berdikari dan Sekolah Energi Berdikari untuk memperkuat gerakan menuju Indonesia Net Zero Emission tahun 2060,” tutur Taufiq.

Pemerintah telah menargetkan 76 persen dari tambahan kapasitas pembangkit listrik nasional sebesar 69,5 gigawatt (GW) hingga tahun 2034 akan bersumber dari energi terbarukan dan sistem penyimpanan energi.

Sejalan dengan arah kebijakan tersebut, Pertamina terus memperluas program Desa Energi Berdikari (DEB) yang kini telah hadir di 176 lokasi di seluruh Indonesia. Pertumbuhan sektor energi hijau ini diperkirakan akan mendorong penyerapan tenaga kerja hingga 836 ribu orang di bidang pembangkitan dan rantai pasok energi bersih.

Berdasarkan data Kementerian ESDM, hingga Juli 2025, pemerintah mencatat bahwa kapasitas Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) atap yang telah terpasang di Indonesia mencapai 538 megawatt peak (MWp), dengan sekitar 10.882 pelanggan telah memanfaatkan teknologi energi bersih tersebut. Padahal, potensi teknis energi terbarukan nasional mencapai lebih dari 3.700 gigawatt (GW), namun tingkat pemanfaatannya—terutama untuk PLTS dan Pembangkit Listrik Tenaga Bayu (PLTB)—masih tergolong rendah dibandingkan kapasitas yang tersedia.

Pakar Ekonomi Universitas Diponegoro, Dr. Jaka Aminata, menyebut langkah Pertamina melalui proyek PLTS–PLTB hybrid di Pujasera Energi menjadi sinyal kuat bahwa transisi energi di Indonesia mulai bergerak dari pusat ke akar rumput. Di tengah isu perubahan iklim global dan tekanan untuk menekan emisi karbon, inisiatif ini bukan sekadar mengganti sumber energi fosil dengan energi baru terbarukan (EBT), tetapi juga membangun ekosistem ekonomi baru — yang lebih efisien, berkeadilan, dan berkelanjutan.

“Selama ini, EBT sering dianggap urusan teknologi mahal dan kebijakan tingkat nasional. Namun proyek seperti PLTS membuktikan hal sebaliknya: transisi energi bisa dimulai dari masyarakat, dengan manfaat ekonomi nyata — terutama bagi pelaku usaha kecil dan komunitas daerah berkembang seperti Semarang,” lanjutnya.

Pertamina, sebagai BUMN energi nasional, kini tidak lagi sekadar produsen bahan bakar fosil. Melalui proyek PLTS di Pujasera Energi, Pertamina membangun ekosistem energi terbarukan. Sistem ini memungkinkan masyarakat menikmati pasokan listrik yang stabil, hemat, dan ramah lingkungan.

“Dari sisi makroekonomi, transisi energi hijau adalah kebutuhan mendesak, bukan semata karena tekanan global, tetapi karena realitas ekonomi domestik. Ketergantungan terhadap impor bahan bakar fosil membuat Indonesia rentan terhadap fluktuasi harga minyak dunia dan menekan neraca perdagangan,” beber dia.

Dengan memperluas pemanfaatan energi surya dan angin, Indonesia dapat menghemat devisa, memperkuat ketahanan energi, dan mempercepat industrialisasi hijau yang menjadi fondasi ekonomi masa depan. Namun esensi proyek ini bukan pada teknologinya semata, melainkan pada model partisipatif yang melibatkan masyarakat dan UMKM.

“Energi hijau tidak berhenti sebagai jargon, melainkan menjadi alat pemberdayaan ekonomi yang nyata,” tegasnya.

Meningkatkan Daya Saing UMKM

Bagi UMKM, biaya energi adalah salah satu komponen terbesar dalam struktur biaya produksi. Di sektor kuliner hingga pengolahan hasil laut, listrik dapat mencapai 30% dari total biaya operasional.

Melalui sistem PLTS, UMKM mampu menekan pengeluaran energi hingga 40–60%, tergantung skema kepemilikan. “Dalam model Power Purchase Agreement (PPA), misalnya, pelaku usaha cukup membayar listrik sesuai pemakaian tanpa investasi awal besar. Efisiensi ini dapat dialihkan untuk inovasi produk, perluasan pasar, atau peningkatan kesejahteraan pekerja,” ujarnya.

Lebih dari sekadar efisiensi, penggunaan energi hijau juga meningkatkan nilai jual dan citra usaha. Konsumen global kini semakin sadar terhadap keberlanjutan; produk dengan jejak karbon rendah lebih diminati. Dengan demikian, energi hijau menjadi modal tak kasat mata yang memperkuat daya saing UMKM, baik di pasar domestik maupun global.

“Proyek komunitas seperti PLTS di Pujasera Energi menciptakan rantai nilai ekonomi baru yang tidak hanya bergantung pada Pertamina, tetapi juga melibatkan teknisi lokal, universitas, startup teknologi energi, dan koperasi masyarakat,” imbuhnya.

“Dalam konteks kota menengah seperti Semarang, dampaknya bisa langsung dirasakan. Proyek energi hijau mendorong munculnya green jobs, mulai dari perakitan panel surya, pemeliharaan turbin angin, hingga monitoring digital berbasis Internet of Things (IoT),” bebernya melanjutkan.

Menurut studi Bank Dunia, setiap 1 MW energi terbarukan menciptakan 40–60 lapangan kerja langsung, belum termasuk efek berantai di sektor jasa dan perdagangan. Jika ekosistem seperti Pujasera direplikasi di 100 kota menengah Indonesia, potensinya mencapai puluhan ribu lapangan kerja baru dalam lima tahun ke depan.

Proyek berbasis komunitas juga dinilai membuka peluang besar bagi investasi hijau (green investment). Investor kini mencari proyek berakar sosial dengan risiko rendah dan dampak nyata.

“Dengan partisipasi publik yang tinggi, proyek seperti Pujasera dinilai berkelanjutan dan inklusif. Ini adalahfaktor yang sangat dicari investor global,” jelasnya.

Ia melanjutkan, keberhasilan proyek PLTS–PLTB hybrid tidak bisa bertumpu pada satu aktor. Diperlukan kolaborasi tiga arah antara pemerintah, BUMN/swasta, dan masyarakat.

“Pemerintah menyediakan regulasi dan insentif fiskal, seperti pembebasan bea impor panel surya atau kredit hijau berbunga rendah. Kemudian BUMN dan swasta bertindak sebagai katalis investasi dan transfer teknologi,” terangnya.

“Selanjutnya adalah komunitas dan UMKM berperan sebagai pengguna sekaligus pengelola energi, agar proyek tidak berhenti pada tahap percontohan,” ungkap pria asal Yogyakarta itu.

Konsep ini dikenal sebagai Just Energy Transition, yaitu transisi energi yang bukan hanya mengejar dekarbonisasi, tetapi juga memastikan pemerataan manfaat ekonomi. Masyarakat tidak sekadar menjadi penonton, melainkan aktor utama dalam revolusi energi nasional.

Pujasera Energi memberi pelajaran penting: transisi energi bisa dimulai dari komunitas kecil dengan dampak besar. Jika setiap kota menengah memiliki satu kawasan energi seperti ini, Indonesia dapat membangun jaringan “kota energi hijau” — ramah lingkungan, produktif, dan inklusif.

“Transisi energi bukan sekadar mengganti bensin dengan listrik atau batu bara dengan matahari, melainkan membangun ekonomi baru yang efisien, adil, dan berkelanjutan,” pungkasnya.

 

 

Editor : Enih Nurhaeni

Follow Whatsapp Channel iNews untuk update berita terbaru setiap hari! Follow
Lihat Berita Lainnya
iNews.id
iNews Network
Kami membuka kesempatan bagi Anda yang ingin menjadi pebisnis media melalui program iNews.id Network. Klik lebih lanjut