Wamen Fauzan Bocorkan Rahasia, Ini Alasan Korea Selatan Lebih Maju dari Indonesia
SEMARANG, iNewsJoglosemar.id – Wakil Menteri Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi (Wamen Diktisaintek) Prof. Dr. Fauzan, M.Pd., mengungkapkan alasan mengapa Korea Selatan bisa menjadi negara maju jauh lebih cepat dibanding Indonesia, meski keduanya sama-sama merdeka pada tahun 1945.
Hal itu ia sampaikan dalam sambutannya pada Festival Panen Raya Berdikari Jawa Tengah 2025, Kamis (6/11/2025), di Semarang. Dalam acara yang diinisiasi Konsorsium Perguruan Tinggi Vokasi Jawa Tengah bersama Pemerintah Provinsi Jawa Tengah itu, Prof. Fauzan menekankan pentingnya perubahan mindset pendidikan tinggi agar lebih membumi dan berdampak bagi masyarakat.
“Korea Selatan itu berdiri pada tahun 1945, tanggalnya 15 Agustus. Indonesia berdiri pada tahun 1945, tanggalnya 17 Agustus. Selisihnya hanya dua hari. Pertanyaannya, kenapa Korea Selatan lebih cepat bangkit dan menjadi negara maju?” ujar Fauzan.
Menurut Fauzan, salah satu faktor utama kemajuan Korea Selatan adalah kemampuan negaranya membangun mindset baru dalam masyarakat—yakni menjadikan pendidikan sebagai kekuatan sosial dan ekonomi.
“Sebenarnya masyarakat ini butuh apa? Kalau perguruan tinggi bisa menjawab pertanyaan itu, maka tanda-tanda kemajuan bangsa sudah terlihat,” tegasnya.
Fauzan menyoroti bahwa selama ini sebagian perguruan tinggi di Indonesia masih berada di “menara gading” yang jauh dari realitas sosial. Padahal, perguruan tinggi semestinya menjadi entitas sosial yang aktif memberi solusi atas berbagai problem masyarakat seperti kemiskinan, stunting, dan pengangguran.
“Perguruan tinggi harus dimaknai sebagai bagian dari sistem sosial. Karena itu, tanggung jawabnya adalah sebagai pemberi solusi terhadap persoalan-persoalan masyarakat,” jelasnya.
Ia menegaskan visi kementeriannya, yaitu Kemdiktisaintek Berdampak, yang berarti perguruan tinggi harus menjadi motor perubahan nyata di tengah masyarakat.
“Kami berharap perguruan tinggi tidak cukup hanya berkantor di kampus, tetapi juga berkantor di pasar, di sawah, dan di masyarakat,” katanya disambut tepuk tangan peserta.
Fauzan juga mencontohkan program KKN tematik pendampingan stunting di NTT yang menjadi proyek percontohan kolaborasi antara pemerintah dan kampus. Menurutnya, pendekatan serupa bisa diterapkan di Jawa Tengah melalui riset terapan dan inovasi berbasis kebutuhan daerah.
“Di NTT itu ada pengangguran tinggi, stunting, dan kemiskinan ekstrem. Kami bentuk konsorsium perguruan tinggi untuk mendampingi masyarakat. Ini bisa direplikasi di Jawa Tengah,” ujarnya.
Lebih lanjut, Fauzan menyinggung potensi bonus demografi Indonesia yang saat ini mencapai 70 persen penduduk usia produktif. Jika tidak dikelola dengan baik melalui investasi pendidikan, bonus ini justru bisa berubah menjadi beban demografi.
“Kita semua memiliki cita-cita Indonesia Emas 2045. Tapi semua itu sangat tergantung pada kualitas SDM kita. Kalau salah memanajemeni, bonus demografi akan jadi tanggakan, bukan keuntungan,” tegasnya.
Ia menambahkan, investasi pendidikan adalah kunci membangun daya tahan bangsa. Dalam ilustrasinya, Fauzan membandingkan dua keluarga—satu kaya harta tanpa pendidikan, satu lagi miskin tapi berinvestasi pada pendidikan anak. Hasilnya, keluarga yang berpendidikan justru memiliki daya tahan hidup lebih kuat.
Di akhir sambutannya, Wamen Fauzan mengapresiasi langkah perguruan tinggi vokasi di Jawa Tengah yang telah membentuk konsorsium dan aktif berkolaborasi dengan pemerintah daerah serta industri.
“Saya mengapresiasi kawan-kawan vokasi di Jawa Tengah. Ini best practice yang luar biasa. Kolaborasi seperti ini harus terus dilakukan tanpa harus menunggu dana dari pusat,” ujarnya.
Ia menegaskan, pengembangan riset terapan dan inovasi masyarakat harus menjadi lokomotif perubahan sosial, agar perguruan tinggi tidak lagi sekadar menara ilmu, tetapi juga garda depan pembangunan daerah.
Festival Panen Raya Berdikari 2025 itu digelar Pemerintah Provinsi Jawa Tengah bersama Konsorsium Perguruan Tinggi Vokasi Jawa Tengah. Acara ini menjadi wadah kolaborasi antara pemerintah, perguruan tinggi, dan dunia industri dalam memperkuat posisi Jawa Tengah sebagai provinsi penumbuh pangan sekaligus penumbuh industri.
Sekretaris Daerah Jawa Tengah, Sumarno, menegaskan pentingnya kolaborasi antara dunia pendidikan vokasi dan pemerintah daerah dalam menghadapi tantangan ekonomi dan ketenagakerjaan di masa depan.
“Pak Gubernur dan Pak Wamen sepakat, kita kolaborasi bersama-sama menangani problem di Jawa Tengah. Kami juga sudah menandatangani kerja sama dengan perguruan tinggi di Jawa Tengah,” ujarnya.
Sumarno menyebut Jawa Tengah ditetapkan pemerintah pusat sebagai provinsi penumbuh pangan dan industri. Dua sektor yang tampak bertolak belakang ini, kata dia, justru harus dikelola secara seimbang agar menjadi kekuatan ekonomi daerah.
“Kami berharap pendidikan vokasi bisa menyiapkan tenaga kerja asal Jawa Tengah yang sesuai dengan kebutuhan industri yang akan masuk ke daerah ini,” ujarnya menambahkan.
Ketua Konsorsium Perguruan Tinggi Vokasi (PTV) Jawa Tengah, Dr. Kurnianingsih, M.T., menjelaskan bahwa konsorsium ini merupakan gabungan dari enam perguruan tinggi vokasi di Jawa Tengah, antara lain Politeknik Negeri Semarang (Polines), Politeknik Negeri Cilacap (PNC), Politeknik Maritim Negeri Indonesia (Polimarin), dan Politeknik ATMI Surakarta. Selanjutnya, ada Sekolah Vokasi Universitas Diponegoro (Undip), dan Sekolah Vokasi Universitas Sebelas Maret (UNS) Surakarta.
“Kegiatan ini menampilkan pameran inovasi dan teknologi dari perguruan tinggi vokasi serta 10 SMK perwakilan daerah,” kata Kurniasih.
Selain pameran, festival ini juga membuka peluang kerja sama dengan industri dan membuka rekrutmen serta magang bagi peserta vokasi.
“Kerja sama ini sudah berjalan sejak 2023 dan akan terus kami lanjutkan setiap tahun agar inovasi vokasi bisa memberi manfaat bagi masyarakat,” ujarnya.
Editor : Enih Nurhaeni