YOGYAKARTA, iNewsJoglosemar.id - Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), Sri Sultan Hamengku Buwono (HB) X menanggapi pengunduran diri Raffi Ahmad dari rencana pembangunan Beach Club di Pantai Krakal Gunungkidul usai diprotes aktivis lingkungan karena dikhawatirkan merusak kawasan Karst yang dilindungi
Sultan mengaku tidak mengetahui apakah lokasi yang dipilih Raffi Ahmad itu sudah koordinasi dengan Pemerintah Kabupaten Gunungkidul atau belum. Termasuk perihal perizinan dalam investasi proyek sudah diajukan oleh sang artis atau belum.
"Nggak ngerti itu urusannya Kabupaten. ndak tahu itu lokasi yang dipilih itu koordinasi sama kabupaten saya kan tidak tahu. Izin-izin apa kan keputusan kabupaten bukan propinsi," kata Sultan di Kantor Gubernur, Kamis (13/6/2024).
Sultan menegaskan jika urusan investasi merupakan kewenangan masing-masing Pemerintah Kabupaten (Pemkab). Segala urusan perizinan berikut kajian berada di sana bukan merupakan wewenang Pemda DIY.
Sehingga dia tidak mengetahui proses dari perijinan beach club tersebut. Karena semuanya berada di tangan Pemkab Gunungkidul, bukan provinsi. Dan Sultan juga mengaku tidak mengetahui prosedur perijinan investasi di masing-masing kabupaten/kota.
Sultan melanjutkan, jika memang lokasi yang direncanakan akan dibangun tersebut berada di kawasan karst, seharusnya sejak awal sudah tidak diperbolehkan. Karena membangun di kawasan karst yang dilindungi sebenarnya tidak diperkenankan.
"Nek mbangun di kawasan yang dilindungi kan tidak mungkin,"tambah dia.
Seharusnya sebelum memilih lokasi, investor harusnya sudah mengetahui itu sehingga tidak melanggar peraturan. Namun Sultan juga mengaku apakah yang bersangkutan mengajukan izin atau belum.
"Sekarang persoalannya, Raffi itu sudah mengajukan permohonan belum. Kalau belum mengajukan permohonan, berarti kan tidak pas, berarti bisa cari yang lain," paparnya.
"Tapi kelihatannya kok belum (terealisasi), ya sebetulnya kasarannya baru ngomong-ngomong," ujar Sultan menambahkan.
Namun jika beach club itu sudah mulai dibangun di kawasan karst. Maka kesalahannya ada di Pemerintah Daerah setempat.
Editor : Vitrianda Hilba SiregarEditor Jakarta
Artikel Terkait