SEMARANG, iNewsJoglosemar.id – Sepasang suami istri menemukan peluang emas dalam bisnis lingeri. Dengan cara unik, mereka berhasil mengubah persepsi lingeri dari pakaian dalam wanita yang dianggap nakal menjadi lebih syar'i dan bermartabat, dengan sebutan "Pakaian Dinas Istri untuk Menyenangkan Suami”.
Tidak hanya itu, mereka juga memiliki prinsip mulia: tidak mengambil fee ongkir untuk keperluan pribadi atau operasional, melainkan menyumbangkan belasan juta rupiah kepada korban bencana alam. Dari Jl. Argomulyo Mukti VII 297 Pedurungan, Kota Semarang, inilah kisah inspiratif mereka.
Surianto (35) asal Riau dan istrinya Meilia (32), menjalani kehidupan di Semarang bersama dua anaknya mereka yang berusia 7 dan 4 tahun. Enam tahun sebelumnya, mereka merantau di Bandung sebelum memutuskan kembali ke Semarang. Hidup mereka berubah drastis di akhir 2019 ketika kondisi ekonomi keluarga semakin menantang.
Pada saat itu, Surianto menjual makanan di sebuah angkringan yang sepi pengunjung. Sang istri tengah mengandung anak kedua, sementara anak pertama mereka yang berusia 3 tahun sering kali tidak mau tidur sebelum Surianto pulang.
Kemudian, sebuah ide brilian muncul dari kado lingeri yang diberikan sang istri kepada temannya saat akan menikah. Dua minggu setelah memberikan kado tersebut, teman sang istri mengabarkan dengan tawa riang bahwa suaminya sangat menyukai lingeri tersebut.
"Dari situ, saya punya ide, ini prospek untuk dijual," kenang Surianto, Rabu (24/7/2024)
Beruntung, sang istri memiliki kenalan yang pernah berjualan lingeri dan masih memiliki kontak supplier. Mereka pun memulai bisnis dengan sistem open PO (pre-order), yakni baru menjual barang setelah mendapat pesanan. Perlahan, permintaan meningkat meskipun harus menunggu dua pekan untuk stok dari supplier yang ternyata juga kulakan dari marketplace, pengiriman dari Cina.
Seiring waktu, mereka memutuskan untuk kulakan langsung dari marketplace di Cina agar bisa memenuhi permintaan yang semakin tinggi. Namun, perubahan aturan bea cukai membuat mereka harus mencari supplier baru lagi di Jakarta.
“Dulu pembelian impor yang kena pajak itu kan di atas USD75, jadi kita bisa kulakan dari Cina sekira Rp1,5 juta, tidak ada pajak. Tapi setelah ada aturan baru yang kena pajak itu belanja impor di atas USD3, makanya habis itu sudah susah impor lagi,” ceritanya.
Hingga pada 2022, pasangan muda ini akhirnya memberanikan diri untuk memulai produksi lingeri sendiri dengan bantuan seorang teman yang memiliki konveksi. Langkah ini merupakan buah impian mereka untuk menciptakan produk fesyen berkualitas.
“Dalam setiap produksi, kita memesan sebanyak 200 pcs per model, sesuai dengan minimal order. Nanti jika ada model baru atau pesanan lagi dari pelanggan, maka kita produksi lagi,” terangnya.
Lebih dari sekadar bisnis, pasangan muda ini memiliki misi sosial. Mereka aktif memberdayakan ibu-ibu di lingkungan sekitar untuk ikut serta dalam pengembangan bisnis lingeri. Apalagi, pesanan terus mengalir sehingga membutuhkan banyak tangan untuk melayani pembeli.
Proses produksi lingeri tidak berhenti pada tahap penjahitan saja. Setelah selesai dijahit, setiap produk harus melewati tahap quality control yang ketat. Langkah ini dilakukan untuk memastikan bahwa setiap potong lingeri memiliki kualitas sesuai standar yang telah ditetapkan.
Selain quality control, kebersihan juga menjadi fokus utama dalam proses produksi. Setiap potong lingeri yang telah melalui tahap pengecekan kualitas kemudian dicuci oleh ibu-ibu. Langkah ini dilakukan untuk menjaga kebersihan dan memastikan bahwa produk yang dikirimkan kepada pelanggan berada dalam kondisi terbaik.
Setelah melalui serangkaian proses tersebut, lingeri yang telah dipastikan bersih dan berkualitas bagus baru dikemas rapi. Kualitas menjadi prioritas utama, karena mereka memahami bahwa kepuasan pelanggan adalah kunci dari keberhasilan bisnis.
Editor : Enih Nurhaeni
Artikel Terkait