DEMAK, iNEWSJOGLOSEMAR.ID – Sebuah peragaan busana unik digelar di atas jembatan kayu di Desa Timbulsloko, Kecamatan Sayung, Kabupaten Demak. Jembatan yang biasanya digunakan warga sebagai satu-satunya akses keluar masuk kini bertransformasi menjadi catwalk bagi model profesional, aktivis lingkungan, hingga perempuan nelayan setempat.
Dalam acara ini, busana karya UMKM binaan BRI tampil anggun dan memukau di tengah kondisi desa yang semakin tenggelam terdampak krisis iklim. Fesyen show ini bukan sekadar ajang unjuk karya, tetapi juga bagian dari peringatan Hari Perempuan Internasional.
Acara ini diinisiasi oleh Komunitas Fesyen Berkelanjutan EMPU bersama sejumlah organisasi seperti Puspita Bahari, Barapuan, YLBHI-LBH Semarang, Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan (KIARA), PPNI, dan LBH APIK. Dengan tajuk "Gerak Budaya dan Karya Ramah Lingkungan untuk Masa Depan Warga Pesisir Menghadapi Krisis Iklim," acara ini menyoroti ketangguhan perempuan pesisir dalam menghadapi perubahan lingkungan yang semakin ekstrem.
Salah satu desainer yang turut ambil bagian dalam acara ini adalah Jeni Yeyen, pemilik UMKM Sora dari Kota Semarang. Jeni dikenal sebagai perajin fesyen yang mengutamakan penggunaan pewarna alami untuk menghasilkan busana yang ramah lingkungan dan berkelanjutan.
“Jadi kita memakai pewarnaan dari alam karena selain ramah lingkungan, juga agar lebih berkelanjutan. Limbah tekstil itu salah satu yang paling banyak di dunia, jadi harapannya pakaian ini bisa terus dipakai, bisa dicelup ulang dengan bahan alami jika warnanya pudar,” ujar Jeni, Sabtu (15/3/2025).
Dalam peragaan busana ini, karya Jeni dan para pelaku UMKM binaan BRI mendapat perhatian khusus. Busana yang ditampilkan menggunakan material dari kain tenun khas Nusa Tenggara Timur, yang telah diolah dengan teknik pewarnaan alami seperti shibori dan ecoprint.
Salah satu koleksi andalannya adalah gaun berbahan tenun dari Desa Rindi, Sumba, yang merupakan desa termiskin di kawasan tersebut. “Semua kain yang ada di sini berasal dari proses pewarnaan alami. Kami berusaha mengangkat kearifan lokal dan memberdayakan perempuan perajin di berbagai daerah,” jelasnya.
Dukungan dari Rumah BUMN BRI menjadi salah satu faktor penting dalam pengembangan UMKM yang bergerak di bidang fesyen berkelanjutan ini. Melalui berbagai program pelatihan dan promosi, BRI membantu UMKM seperti Sora untuk memperluas jangkauan pasar.
Peragaan busana di Desa Timbulsloko ini juga menjadi momen untuk menarik perhatian terhadap kondisi lingkungan yang semakin memburuk. Leya Cattleya dari Komunitas EMPU mengungkapkan bahwa Timbulsloko kini hanya dihuni sekitar 200 jiwa dari sebelumnya lebih dari 3.000 jiwa.
Banjir rob dan abrasi yang terus meningkat menyebabkan banyak warga harus meninggalkan desanya. Jembatan kayu yang digunakan sebagai catwalk dalam acara ini pun merupakan hasil gotong royong warga dari kayu-kayu bekas rumah yang tenggelam.
“Peragaan busana ini lebih dari sekadar pertunjukan fesyen. Ini adalah simbol ketahanan warga pesisir dalam menghadapi perubahan iklim. Kami ingin menunjukkan bahwa ada masyarakat yang masih bertahan dengan segala keterbatasan, dan mereka membutuhkan solusi nyata, bukan hanya adaptasi terpaksa,” tegas Leya.
Selain menampilkan koleksi dari UMKM binaan BRI, fesyen show ini juga melibatkan berbagai komunitas kreatif, seperti Patanning.co dari Sumba Timur, Zie Batik dari Semarang, Swarna Bumi Ecoprint dari Nganjuk, hingga Nine Penenun dari Lombok Timur. Para model yang berjalan di atas jembatan kayu bukan hanya profesional, tetapi juga ibu-ibu nelayan dan aktivis lingkungan.
Lasmiyah, seorang perempuan nelayan yang ikut dalam peragaan busana ini, mengungkapkan bahwa pengalaman tersebut adalah yang pertama baginya. “Biasanya saya membantu suami mencari nafkah, ini baru pertama kali ikut fesyen show seperti ini. Untuk bajunya dikasih dari para aktivis itu, bagus bajunya, adem, enak dipakai, dan katanya ramah lingkungan,” ujarnya.
Namun di balik momen spesial ini, ia juga menceritakan bagaimana hidupnya semakin sulit akibat banjir rob yang tidak kunjung surut. “Dulu kami bisa hidup lebih tenang, tapi sekarang desa ini sudah seperti lautan. Rumah-rumah tenggelam, semua serbasusah,” katanya.
Fesyen show ini diharapkan dapat memberikan dampak lebih luas, bukan hanya bagi industri fesyen berkelanjutan tetapi juga bagi kesadaran akan pentingnya aksi nyata menghadapi perubahan iklim. Dengan keterlibatan UMKM binaan BRI, komunitas lokal, dan berbagai pihak lainnya, acara ini menjadi bukti bahwa fesyen bisa menjadi alat advokasi sosial dan lingkungan yang kuat.
Editor : Enih Nurhaeni
Artikel Terkait