JAKARTA, iNEWSJOGLOSEMAR.ID – Rencana pemerintah menaikkan tarif tol di 36 ruas jalan mendapat sorotan tajam dari DPR RI. Anggota Komisi VII dari Fraksi Gerindra, Bambang Haryo Soekartono, menilai kenaikan tarif tersebut tidak selayaknya dilakukan tanpa melibatkan pihak pengguna jalan, asosiasi transportasi, dan lembaga konsumen.
"Pengguna jalan, asosiasi seperti perusahaan forwarder, industri, hingga YLKI itu seharusnya dilibatkan dalam melakukan kajian tarif. Pengelola jalan tol juga harus transparan terhadap variabel penghitungan tarif," kata Bambang Haryo di Jakarta, Kamis (24/4/2025).
Tarif Tol RI Tertinggi di Asia Tenggara
Menurut Bambang, tarif tol di Indonesia adalah yang tertinggi di kawasan Asia Tenggara, bahkan tiga kali lipat lebih mahal dibandingkan Malaysia, padahal sebagian pembangunannya juga dibiayai APBN.
"Jika pembangunan dibantu APBN, harusnya tarifnya bisa lebih murah," tegasnya.
Ia juga menyoroti kualitas jalan tol yang dianggap jauh dari standar. Jalan tol di Indonesia disebut hanya menggunakan rigid pavement atau beton kasar tanpa dilapisi aspal, yang menurutnya berbahaya bagi keselamatan pengguna.
Data Penggunaan Tol Minim
Kritik juga diarahkan pada minimnya pemanfaatan jalan tol oleh kendaraan logistik dan angkutan massal. Bambang menyebut hanya 2,5% kendaraan logistik dan 5% bus penumpang yang menggunakan jalan tol dibandingkan dengan jalan nasional.
"Apa manfaatnya membangun jalan tol jika tidak dimanfaatkan untuk percepatan logistik dan transportasi massal? Jalan tol harusnya menurunkan biaya logistik, bukan jadi beban tambahan," ujarnya.
Audit Independen dan Transparansi Ditegaskan
Ia mendorong adanya audit independen yang melibatkan konsumen, pemerintah, dan asosiasi transportasi sebelum tarif tol dinaikkan.
"Saya minta dibuka ke publik hasil audit pengelola jalan tol. Infrastruktur harus murah, bukan untuk cari keuntungan. Infrastruktur adalah alat pertumbuhan ekonomi, bukan komersialisasi jalan," tegas Bambang.
Evaluasi Konsesi dan Standar Layanan
Ia juga mendesak pemerintah mengevaluasi konsesi pengelolaan jalan tol. Beberapa ruas tol menurutnya sudah melewati masa konsesi dan seharusnya dikembalikan ke negara serta tarifnya menurun, bukan malah naik.
"Banyak jalan tol kita tak memenuhi Standar Pelayanan Minimum sesuai UU Nomor 38 Tahun 2004. Jalan tol berlubang, bergelombang, bahkan retak. Ini membahayakan keselamatan dan seharusnya jadi alasan menurunkan tarif, bukan menaikkan," pungkasnya.
Editor : Enih Nurhaeni
Artikel Terkait