Efisiensi! Sektor Hotel di Jateng Melambat Rp150 Miliar

Taufik Budi
Efisiensi! Sektor Hotel di Jateng Melambat Rp150 Miliar (Taufik Budi)

SEMARANG, iNEWSJOGLOSEMAR.ID – Ketua DPD Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Jawa Tengah, Heru Isnawan, mengungkapkan bahwa efisiensi anggaran pemerintah menyebabkan sektor perhotelan mengalami perlambatan cukup signifikan pada awal 2025.

Menurut Heru, sejak Januari hingga April 2025, hampir tidak ada kegiatan Meeting, Incentive, Convention, and Exhibition (MICE) dari instansi pemerintah yang biasanya menopang okupansi hotel hingga 50 persen. Kondisi tersebut memukul banyak pelaku usaha hotel di Jawa Tengah.

“Di awal tahun sampai dengan April hampir sama sekali tidak ada event MICE dari pemerintah sehingga kami mengandalkan dari private-private yang lain, tapi ternyata memang kondisinya sangat tidak mendukung atau belum support sebagai subtitusi dari market pemerintah,” ujar Heru Isnawan dalam Sarasehan PHRI di Hotel Grasia Semarang, Kamis (15/5/2025).

Kegiatan ini merupakan kolaborasi antara PHRI, Pemerintah Provinsi Jawa Tengah, dan Polda Jawa Tengah untuk mendorong peran pelaku hotel dalam mendukung peningkatan kunjungan wisatawan di wilayah ini.

Heru menjelaskan, dalam kondisi normal, sekitar 50 persen tamu hotel di Jateng berasal dari kegiatan MICE instansi pemerintah. Namun pada awal tahun ini, belanja pemerintah sangat minim, menyebabkan hotel kehilangan sebagian besar pendapatan.

“Itu sampai terus anggaran belanja pemerintah yang 50% sisanya yang kami rasakan memang ketika di awal tahun itu sampai dengan minimal April hampir sama sekali tidak ada event MICE dari pemerintah,” ungkapnya.

Ketidakhadiran belanja pemerintah juga membuat pasar swasta belum mampu menjadi substitusi. Heru menilai, efek domino dari lesunya belanja pemerintah berdampak luas, bukan hanya bagi hotel, tetapi juga UMKM yang menjadi pemasok produk dan jasa pendukung hotel.

“Kalau pemerintah tidak belanja itu ternyata pengaruhnya tidak hanya ke hotel tapi juga ke mana-mana,” katanya.

Efek Langsung: Efisiensi dan PHK Kasual

Dengan kondisi hunian hotel yang sempat jatuh ke bawah 20 persen, manajemen hotel melakukan berbagai langkah efisiensi, termasuk pengurangan jam kerja, pemutusan kontrak karyawan tidak tetap, serta pemberlakuan cuti di luar tanggungan perusahaan.

“Hotel akan jalan ketika 50 persen, kalau hanya tinggal 20 persen, efisiensinya sangat ketat. Maka yang terdampak juga adalah SDM tenaga kerja,” jelas Heru.

Ia menambahkan bahwa karyawan dengan status casual atau pekerja harian paling terdampak karena hanya dipanggil saat ada kegiatan.

“Ketika event tidak ada, mereka kita lepas. Kalau kontrak habis, tidak diperpanjang. Itu yang terjadi,” tegasnya.

Endro Wicaksa: Saatnya Garap Pasar Sekunder

Sementara itu, Kabid Pemasaran Pariwisata Disporapar Jateng, Endro Wicaksa, mengatakan bahwa pelaku hotel harus mulai beralih dari ketergantungan pada pasar primer seperti instansi pemerintah. Menurutnya, pasar sekunder seperti wisatawan reguler bisa menjadi solusi jangka menengah.

“Perhotelan harus berinisiatif untuk menggarap pasar sekunder, sehingga bisa menggantikan pasar primer yang sedang menurun karena dampak efisiensi anggaran,” ucap Endro.

Endro menambahkan bahwa peluang tetap terbuka dengan dibukanya kembali Bandara Internasional Jenderal Ahmad Yani, Semarang, yang kini melayani 13 rute penerbangan langsung. Hal ini menjadi peluang untuk menjaring wisatawan mancanegara.

“Itu harus ditangkap perhotelan untuk membuat produk yang bisa menarik kunjungan ke Semarang,” ujarnya.

Data Disporapar dan Optimisme 2025

Menurut data Disporapar Jateng, pada tahun 2024 jumlah wisatawan domestik mencapai 68.887.558 orang. Target tahun 2025 dinaikkan menjadi sekitar 70 juta pengunjung domestik, serta peningkatan jumlah wisatawan mancanegara dari angka tahun lalu yang tercatat sebanyak 593.168 orang.

Promosi wisata juga terus ditingkatkan melalui kampanye Jelajah Jateng yang berlanjut di 2025, dengan menggandeng influencer dan media digital untuk memperkuat daya tarik destinasi.

“Kami kerja sama dengan biro agen, hotel, dan pelaku destinasi, bagaimana mereka bisa menawarkan paket-paket yang menarik bagi wisatawan. Itu kuncinya,” kata Endro.

Data BPS: Perlambatan Rp150 Miliar

Endro juga menyoroti data BPS yang dirilis 5 Mei 2025. Sektor lapangan usaha akomodasi, makanan, dan minuman mencatat PDRB sekitar Rp1,95 triliun pada triwulan I 2025, turun dari triwulan IV 2024 yang mencapai Rp2,1 triliun. Penurunan sekitar Rp150 miliar ini mencerminkan perlambatan ekonomi sektor tersebut.

“Kalau dilihat dari persentase memang kecil, tapi secara aktivitas riil itu berdampak besar,” jelasnya.

Meski begitu, Endro tetap optimistis bahwa sektor perhotelan bisa bangkit dengan adaptasi dan diversifikasi. Ia menilai bahwa pelaku usaha hotel di Jawa Tengah sudah teruji melewati masa sulit seperti saat pandemi COVID-19.

“Saya yakin, meskipun ada perlambatan, teman-teman bisa melaluinya,” tegasnya.

 

 

Editor : Enih Nurhaeni

Bagikan Artikel Ini
Konten di bawah ini disajikan oleh Advertiser. Jurnalis iNews Network tidak terlibat dalam materi konten ini.
News Update
Kanal
Network
Kami membuka kesempatan bagi Anda yang ingin menjadi pebisnis media melalui program iNews.id Network. Klik Lebih Lanjut
MNC Portal
Live TV
MNC Network