KARANGANYAR, iNewsJoglosemar.id – Merayapi puncak Gunung Lawu, bukanlah perjalanan yang biasa. Dewi Yan Sari Silalahi, pendaki perempuan asal Jakarta, menceritakan pengalaman misteri ketika berjuang menuju puncak gunung setinggi 3.265 Mdpl.
Perjalanan itu bermula saat rombongan tengah Dewi bersama tujuh rekannya yakni Dian, Eko, Budi, Rahman, Heny, Andrias, dan Nicko berangkat mendaki Gunung Lawu, pada Jumat 25 Agustus 2023. Sedangkan rombongan depan sudah jalan duluan, sekawan itu memilih jalur Candi Cetho untuk mengawali perjalanannya.
“Perjalanan menuju puncak Gunung Lawu sangat berbeda dari gunung-gunung yang pernah didaki sebelumnya,” kata Dewi memulai ceritanya seraya mengembuskan napas panjang.
Dia mengaku telah mendaki beberapa gunung di antaranya Pangrango, Sindoro, Selamet, dan Merbabu. “Jalur Gunung Lawu via Ceto ini dengan medan start awal hingga Pos 5 tidak terlalu terjal, hanya saja sangat berdebu dan sangat menguras tenaga,” lugasnya.
Dewi menjelaskan, perjalanan semula berjalan lancar tanpa hambatan. Hingga saat matahari mulai terbenam dan waktu telah menunjukkan pukul 18.00 WIB, dia bersama rombongan sudah melewati Pos 4 menuju Pos 5.
“Di pertengahan jalan suara gamelan semakin terdengar keras. Saat itu diri ini sudah berusaha mengabaikannya, akan tetapi suara terus semakin keras menusuk kuping, badan dan langkah pun terasa berat sekali,” terang Dewi dengan akun Instagram @dewisilalahi777.
“Saat di tanjakan tiba-tiba mata ini melihat sesosok orang memakai pakaian adat Jawa dengan syal kuning di lehernya. Saat itu badan langsung terasa lemas dan terjatuh. Entah apa yang terjadi saat badan terjatuh, karena yang saya ingat hanya menangis dan berusaha menolak ajakan orang itu,” ungkap dia.
Peristiwa misterius itu juga diamini Andrias yang berjalan di depan Dewi.
“Posisi kamu di belakang aku, jalan sudah mulai pelan, tatapan kosong, tengok kanan, tengok kiri terus tiba-tiba kamu jatuh pingsan gak sadar diri,” imbuh Andrias.
“Akhirnya semua pada kumpul, tas kamu dilepas. Terus kamu dicoba dipakaikan jas hujan. Pokoknya di situ semua panik. Kepala kamu di pangkuan Heny, diberikan minyak kayu putih. Terus Bang Nicko dan Bang Budi teriak nanya apa yang dirasa oleh kamu. Semua cemas,” tandasnya meyakinkan.
Pada saat bersamaan, dua orang terdiri bapak dan anak menyusul rombongan tersebut. Keduanya juga sengaja mengejar rombongan itu, karena melihat gelagat aneh Dewi sejak di Pos 4, yang terlihat berteriak-teriak tak jelas.
“Di situ kamu teiak-teriak sambil bilang tidak boleh di sini. Panjang cerita kamu ada teriak-teriak apa gitu. Dan kata Heny, kamu langsung terjatuh dengan mata tertutup dan mengeluarkan air mata, sambil menunduk,” katanya.
“Kedua tangan menutup telinga dan berkata, ‘Suara-suara suara itu kencang sekali, jangan... pergi.. pergi… pergi… pergi…dan terus menangis tanpa henti,’. Semua teman dalam rombongan terus berkata, ‘Buka mata, buka mata Desil (panggilan Dewi Silalahi), ayo buka matanya, buka matanya!” cetusnya.
Hingga akhirnya Dewi tersadar dan bisa melanjutkan perjalanan kembali. Sepanjang perjalanan tangan Dewi dipegang terus oleh Eko untuk menghindari kejadian serupa terulang. Selain itu, mereka juga didampingi seorang porter.
“Saat itu mata saya masih terlihat kosong dan dalam perjalanan sering tiba-tiba mendadak berhenti secara spontan setiap melihat sesuatu. Hingga akhirnya sampai di tempat camp untuk istrahat dan bermalam,” terang Dewi.
Setelah sampai tenda, Dewi langsung diarahkan untuk istrahat. Dia satu tenda dengan Heny. Namun, peristiwa ganjil kembali terjadi, karena menurut penuturan rekannya, Dewi bergegas ganti baju, berdandan, pakai minyak wangi dan syal di leher, lalu keluar tenda.
“Saya sudah cantik kan?” kata Heny menirukan ucapan Dewi kala itu.
“Lalu teman langsung menarik saya dan menyuruh untuk duduk. dan saya masuk ke dalam tenda kembali untuk istrahat tidur. Nah, saya saat tidur saya bermimpi, dibukakan pintu lalu disuruh keluar dan menuju tempat yang berisi beberapa alat musik seperti gamelan,” ucap Dewi.
Dalam mimpinya, Dewi keluar tenda dan berjalan menuju tempat gamelan. Namun, ketika tiba di persimpangan jalan, tiba-tiba ada empat orang yang menghalangi dan menariknya. Sosok lelaki tua dan perempuan tinggi berkulit putih.
“Mereka menarik tangan serta menyuruh saya untuk tidak pergi ke sana. Lalu saya pun menangis dan berusaha menggigit tangan orang tersebut untuk melepaskan saya, tetapi orang tersebut tidak melepas saya dan memeluk saya,” terangnya.
“Mereka berkata, ‘Jangan Cu.. jangan Cu..., setop jangan ngamuk, jangan nangis, jangan pergi ke sana. Kalau kamu pergi ke sana nanti kamu tidak bisa kembali. Ingat kamu masih punya tugas dan tempat di sini,’” ungkap Dewi menceritakan mimpinya.
Tak berselang lama, beberapa orang datang menghampiri dan sosok lelaki tua tersebut memberikan tangan Dewi ke beberapa orang yang baru tiba. Namun Dewi berjalan ke arah berbeda, dan terdapat sosok lelaki berpakaian adat Jawa dengan wajah sedih terus melihat ke arahnya.
“Hingga akhirnya ketika terbangun di pagi hari, saya baru sadar teryata sudah pindah tenda dan beberapa teman menceritakan bahwa saya tiba-tiba keluar tenda melalui pintu belakang,” ujar Dewi.
“Kita semua kira kamu tidur di tenda, dan tidak tahu kalau pintunya ada dua. Soalnya di depan ada Mas Dian masak ayam goreng buat makan. Nah tiba-tiba ada tiga pendaki yang baru sampai nanya ke kita ada rombongan cewek yang keluar tenda gak? Soalnya jalan sendirian,” imbuh dia.
“Nah di situ langsung lihat kamu tidak ada di tenda, akhirnya pada ngejar lari nyariin kamu untungnya belum jauh. Terus dipegang dituntun dimasukin ke tendanya yang satu pintu, biar ada yang jagain,” katanya lagi.
Perjuangan Dewi bersama rekan-rekannya menaklukkan puncak Gunung Lawu akhirnya berhasil. Meski sempat akan menyerah dan kembali turun, namun rekan-rekannya selalu memberi semangat agar bisa meneruskan perjalanan hingga puncak.
“Sesampainya di puncak, spontan aku nangis terus-menerus tanpa henti. Menangis haru bisa melewati semua proses perjalanan yang sangat berat mulai dari melihat hal aneh-aneh, pingsan, jatuh saat menuju puncak, ternyata bisa melalui itu semua rasa syukur tak berkesudahan,” ucapya penuh syukur.
Editor : M Taufik Budi Nurcahyanto