SEMARANG, iNewsJoglosemar.id - Fenomena unik yang menjadi ciri khas masyarakat Indonesia, khususnya di Pulau Jawa, adalah penggunaan kata "Honda" yang sering digunakan sebagai sinonim untuk sepeda motor. Dalam percakapan sehari-hari, pertanyaan seperti "Naik Honda apa?" sering kali digunakan untuk merujuk pada kendaraan bermotor, dan bukan hanya sepeda motor merek Honda.
Fenomena ini bukanlah hal baru, namun masih berlangsung hingga saat ini, terutama di kalangan generasi yang lebih dewasa. Ini dapat dihubungkan dengan sejarah perusahaan otomotif Honda yang telah hadir di Indonesia selama beberapa dekade.
Pada masa itu, Honda adalah salah satu produsen sepeda motor pertama yang hadir di Tanah Air, sehingga sepeda motor Honda menjadi ikonik dan mendominasi pasar. PT Astra Honda Motor (AHM) merupakan satu-satunya perusahaan di Indonesia yang memiliki hak sebagai Agen Tunggal Pemegang Merek (ATPM) sepeda motor Honda.
PT AHM merupakan pelopor industri sepeda motor di Indonesia pada 11 Juni 1971 dengan nama awal PT Federal Motor. Saat itu, PT Federal Motor hanya merakit, sedangkan komponennya diimpor dari Jepang dalam bentuk CKD (completely knock down). Tipe sepeda motor yang pertama kali di produksi Honda adalah tipe bisnis, S 90 Z bermesin 4 tak dengan kapasitas 90cc.
Jumlah produksi pada tahun pertama selama satu tahun hanya 1.500 unit. Namun, jumlah itu melonjak menjadi sekitar 30 ribu pada tahun berikutnya dan terus berkembang hingga menjadi salah satu moda transportasi andalan di Indonesia.
Pada masa itu, sepeda motor Honda menjadi simbol modernitas dan mobilitas bagi masyarakat Indonesia. Hal ini menyebabkan banyak orang yang menyebut semua sepeda motor sebagai "Honda," tanpa memperhatikan merek sebenarnya. Istilah "Naik Honda" menjadi bagian tak terpisahkan dari budaya sepeda motor di Indonesia.
Budaya ini juga memengaruhi bahasa sehari-hari. Orang seringkali menggambarkan kendaraan bermotor mereka dengan mengatakan "hondaku," meskipun mereka sebenarnya menggunakan merek sepeda motor lain.
Ini mencerminkan brand Honda secara tradisional telah melekat dalam kesadaran masyarakat Indonesia. Walau Honda masih menjadi salah satu produsen sepeda motor terkemuka di Indonesia, fenomena ini tidak hanya mencerminkan dominasi merek Honda, tetapi juga mewakili budaya otomotif telah menyatu dalam kehidupan sehari-hari masyarakat.
Fenomena ini, meskipun lucu, memperlihatkan sejarah dan budaya bisa berpengaruh dalam pola berbicara dan persepsi sehari-hari. Meskipun perkembangan industri otomotif telah berkembang pesat, budaya "Naik Honda" masih tetap menjadi nostalgia bagi banyak kalangan untuk mengingat era ketika Honda adalah satu-satunya pilihan yang tersedia.
“Ya benar, masih banyak tetangga saya yang bilang kalau naik motoritu ya naik Honda. Sering kalau mau pinjam ke rumah itu bilangnya “Pinjam hondamu”, padahal saya ada beberapa merek motor. Tapi ya enggak apalah, saya dan semua orang tahu maksudnya,” ujar Etik, warga Semarang yang berumur lebih dari setengah abad.
Dilansir dari Wikipedia, perkembangan ekonomi serta tumbuhnya pasar sepeda motor mengakibatkan perubahan komposisi kepemilikan saham di Honda. Pada 2001, PT Federal Motor dan beberapa anak perusahaan dimerger menjadi satu dengan nama PT Astra Honda Motor. Komposisi kepemilikan sahamnya menjadi 50% milik PT Astra International Tbk dan 50% milik Honda Motor Co. Japan, yang masih bekerja sama dengan HRC Indonesia.
Saat ini PT Astra Honda Motor memiliki 4 fasilitas pabrik perakitan. Pabrik pertama berlokasi di Sunter, Jakarta Utara yang juga berfungsi sebagai kantor pusat. Pabrik kedua berlokasi di Kelapa Gading. Pabrik ketiga berlokasi di kawasan MM 2100 Cikarang Barat, Bekasi. Pabrik keempat berlokasi di Karawang.
PT AHM saat ini memiliki kapasitas produksi 5,8 juta unit sepeda motor per tahun. Salah satu puncak prestasi yang berhasil diraih PT AHM adalah pencapaian produksi ke 50 juta pada 2015. Capaian ini merupakan prestasi pertama yang berhasil diraih industri sepeda motor di Indonesia bahkan tingkat ASEAN.
Editor : M Taufik Budi Nurcahyanto