Skandal Penjualan Aset Negara Rp237 Miliar, Mantan Dirut PT RSA Digugat

SEMARANG, iNEWSJOGLOSEMAR.ID – Kasus gugatan mantan Direktur Utama PT Rumpun Sari Antan (PT RSA) berinisial A terhadap PT RSA dan PT Rumpun di Pengadilan Negeri (PN) Semarang menguak dugaan penjualan aset negara secara ilegal. Lahan Hak Guna Usaha (HGU) seluas 717 hektare di Desa Carui, Kecamatan Cipari, Kabupaten Cilacap, diduga dijual tanpa izin pemegang saham.
Direktur PT Rumpun, Muttaqin, dan Direktur PT RSA, Isdianarto Aji, menyebut negara mengalami kerugian sebesar Rp237 miliar akibat penjualan lahan tersebut. Dana hasil transaksi disebut dialihkan ke rekening bukan milik perusahaan tanpa sepengetahuan pemegang saham.
"Kami menilai pemberhentian A sebagai Direktur Utama sudah tepat karena ingin menyelamatkan perusahaan dari dampak buruk yang ditimbulkannya," ujar Muttaqin, usai sidang pemeriksaan saksi di PN Semarang pada Rabu (5/2/2025).
Akibat perbuatan tersebut, perusahaan juga mengalami pemblokiran rekening oleh Kantor Pajak dan sanksi administratif lainnya.
Dalam Keputusan Sirkuler sesuai Pasal 91 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, Yayasan Rumpun Diponegoro dan PT Rumpun mengganti A dari jabatannya pada Mei 2024. Keputusan ini telah disahkan oleh Kemenkumham.
Aksi hukum terhadap A tidak berhenti di gugatan perdata. Ia juga dilaporkan ke Polda Jawa Tengah atas dugaan penggelapan dana perusahaan, yang kini naik ke tahap penyidikan. Kejaksaan Tinggi Jawa Tengah juga menyelidiki dugaan tindak pidana korupsi dan pencucian uang terkait penjualan lahan tersebut.
Muttaqin berharap Kejaksaan Tinggi dapat menelusuri aliran dana yang berasal dari dugaan korupsi ini. “Kami ingin uang negara yang bersumber dari APBD Cilacap bisa diselamatkan dan pelaku dihukum sesuai hukum yang berlaku,” tegasnya.
A mengajukan empat gugatan perdata terhadap Pembina Yayasan, PT RSA, dan PT Rumpun di PN Semarang. Gugatan itu diduga untuk memperoleh legitimasi atas tindakannya menjual lahan Carui dan mengalihkan hasil penjualannya.
“Kami percaya integritas aparat hukum di PN Semarang dalam memutus perkara ini agar tidak terjadi kasus suap seperti yang pernah terjadi di PN Surabaya,” tambah Muttaqin.
Menurutnya, kasus ini termasuk dalam kategori mafia tanah yang merugikan negara dan masyarakat. Oleh karena itu, pengawalan penuh dari berbagai elemen diperlukan untuk memastikan proses hukum berjalan transparan.
Kasus ini juga berdampak pada Pemerintah Kabupaten Cilacap. Tanah yang dijual secara ilegal ternyata dibeli oleh BUMD dan kini tidak bisa dimanfaatkan karena masih dalam sengketa hukum.
Muttaqin menegaskan bahwa kasus ini bukan hanya tentang pemberhentian seorang Direktur Utama. “Publik harus tahu alasan di balik pemberhentian itu, karena menyangkut aset negara yang seharusnya tidak jatuh ke tangan pribadi,” ujarnya.
Sebagai bentuk protes dan dukungan moral, karyawan dan pengurus Yayasan Rumpun Diponegoro memberikan karangan bunga di depan PN Semarang. Mereka berharap hakim bisa memutuskan perkara ini dengan adil.
Para karyawan PT RSA dan PT Rumpun menggelar aksi damai di depan PN Semarang pada Rabu (5/2/2025). Mereka mendukung perusahaan dan meminta keadilan agar tidak ada praktik suap dalam penyelesaian gugatan.
Sebagai bentuk dukungan, mereka memasang karangan bunga di depan kantor Pengadilan Negeri Semarang. Sejumlah karangan bunga itu di antaranya bertuliskan "Hakim adalah wakil Tuhan, jaga amanah jabatanmu. PN Semarang beda dengan PN Surabaya, jaga kehormatanmu." dan "Selamatkan tanah negara dan 237 miliar uang rakyat Cilacap."
Editor : Enih Nurhaeni