Sekolah Sehat Tanapa Bullying, Guru hingga Satpam Jadi Kunci

SEMARANG, iNewsJoglosemar.id – Budaya perundungan (bullying) di lingkungan pendidikan masih menjadi kekhawatiran banyak orang tua. Namun, Permata Bangsa School Semarang menjadi contoh sekolah yang berhasil membangun ekosistem zero bullying dengan cara yang unik dan inspiratif: mengedepankan manajemen egaliter, penghargaan terhadap keunikan setiap siswa, serta atmosfer belajar yang mendukung literasi global.
Prof. Joe Manto, School Manager Permata Bangsa, menyampaikan bahwa pendekatan zero bullying yang diterapkan di sekolah ini berangkat dari kesadaran bahwa setiap anak adalah individu yang berbeda namun setara dalam penghargaan dan perhatian.
“Jadi kalau terjadi zero bullying yang di sini karena kita menerapkan manajemen yang egaliter tadi, bahwa semua individu itu unik. Ya, teman-teman di sini itu unik, dihargai sama, untuk menghargai bahwa kita adalah kebun bunga yang luar biasa yang berwarna-warni. Itu bagus daripada cuma kebun bunga yang monoton,” ujar Joe Manto dalam sesi “Manajemen Meet Up with Parents”, Minggu (13/7/2025).
Semua Anak Unik, Semua Dihargai Sama
Menurut Joe Manto, pendekatan zero bullying di Permata Bangsa dilakukan dengan cara menghargai setiap anak sebagai individu unik.
“Anak-anak dari berbagai latar belakang budaya itu unik-unik. Di sini semua sama, bedanya ya unik. Kita anggap seperti kebun bunga yang berwarna-warni. Lebih bagus daripada hanya satu warna saja,” lanjutnya.
Setiap siswa dianggap memiliki keunggulan dan potensi masing-masing yang harus ditumbuhkan, bukan dibandingkan. Konsep ini tertanam dalam filosofi sekolah yang mengusung pendidikan berbasis nilai dan karakter.
“Anak-anak didikan kami ini di bawah asuhan Permata Bangsa School juga memiliki sifat egaliter yang bagus: menghargai sesama, menghargai yang lainnya. Tidak ada bully-an, tidak ada gontok-gontokan. Nah, tidak ada. Semuanya baik. Dan ini akan menjadi modal yang bagus untuk mereka mencapai karakter yang bagus, esteem, harga diri, reputasi—bukan hanya untuk mereka sendiri tapi juga untuk keunggulan masing-masing,” tegasnya.
Gali Potensi Lewat Diagnosa Gaya Belajar
Permata Bangsa School juga menggunakan angket gaya belajar sebagai instrumen untuk menggali potensi dan preferensi belajar masing-masing siswa.
“Jadi anak-anak itu difotografi lewat angket gaya belajar. Diketahui oleh guru dan orang tua. Jadi pendampingan bisa lebih efektif dan efisien,” jelasnya.
Pendekatan ini menurut Joe membantu guru dan orang tua mendampingi anak secara personal, sehingga risiko terjadinya perundungan antarsiswa karena perbedaan gaya belajar atau kepribadian bisa ditekan sejak awal.
Kompetensi Nasional dan Global
Selain membangun karakter anak, sekolah ini juga fokus mempersiapkan siswa untuk bersaing di kancah global melalui kurikulum internasional dan literasi global yang diintegrasikan dalam sistem pembelajaran.
“Kami membekali anak-anak di sini tidak hanya untuk kompetensi nasional, tapi kompetensi global juga, dengan global literasi yang kita terapkan dalam sekolah,” tambahnya.
Prof. Joe Manto juga menegaskan bahwa keberhasilan menciptakan lingkungan zero bullying tidak terlepas dari kualitas sumber daya manusia (SDM), terutama guru yang memiliki kapabilitas dan kepedulian tinggi.
“Sumber daya manusia guru kami ini semuanya eligible dalam arti valid. Nah, mereka mungkin hanya tataran S1 dan S2 ya, tetapi bahasa Inggrisnya telah melewati kualifikasi yang kita saring,” ujarnya.
Untuk menjaga dan meningkatkan kualitas guru, sekolah secara rutin memberikan pelatihan melalui program Professional Development (PD) dua kali dalam setahun. PD ini difokuskan pada pendekatan psikologis, penguatan karakter, dan pengembangan potensi siswa.
“Guru-guru itu juga selalu kita berikan PD setiap semester, setahun dua kali, pada waktu anak-anak liburan. Sehingga mereka bisa di antaranya secara psikologis mengajar dengan hati, bagaimana merangkul anak-anak, bagaimana melatih kesabaran, bagaimana mengembangkan potensi mereka,” jelasnya.
Semua SDM Diikutkan Pelatihan
Yang menarik, tidak hanya guru yang diberikan pelatihan. Seluruh SDM termasuk satpam dan petugas kebersihan (janitor) juga mendapatkan pembinaan rutin sebulan sekali untuk membangun suasana yang mendukung lingkungan belajar internasional.
“Enggak hanya guru. SDM yang lain bisa jadi juga seperti janitor dan satpam, rutin sebulan sekali kita berikan Professional Development dalam arti dari bahasa Inggris, berbahasa Inggris survival—jadi bahasa Inggris yang untuk komunikasi,” ungkapnya.
Dengan pendekatan ini, atmosfer English Speaking Environment tetap terjaga, menciptakan ruang belajar yang menyenangkan dan relevan dengan tantangan masa depan.
“Anak-anak belajar bicara bahasa Inggris, gurunya bahasa Inggris, bahkan satpam dan janitor juga berbicara bahasa Inggris. Itu ya akan menambah, di sini sebagai international school, itu keunikan sekolah kami,” tandas Prof. Joe Manto.
Atmosfer Harmonis di Dalam Kelas
Untuk menciptakan suasana yang nyaman dan inklusif, Permata Bangsa menerapkan rasio guru dan murid maksimal 1:10 di setiap kelas. Bahkan untuk anak usia dini, satu kelas hanya berisi maksimal 10 anak dengan dua guru pendamping.
“Kita menerapkan rasio 1 banding 10. Satu guru mendampingi 10 siswa. Untuk yang usia 2–6 tahun, bahkan gurunya lebih dari satu. Itu perjuangan tapi bahagia,” ucap Joe.
Dengan perhatian personal tersebut, interaksi antarsiswa menjadi lebih terkendali, dan guru bisa cepat mendeteksi potensi konflik atau indikasi bullying.
Acara “Management Meet Up with Parents” yang digelar rutin setiap awal tahun ajaran menjadi sarana keterlibatan orang tua sebagai mitra strategis sekolah.
“Event ini tahunan, agar orang tua bisa melihat langsung kondisi sekolah. Ada input, saran, testimoni, jadi mereka jadi bagian dari keluarga besar kami,” kata Joe Manto.
Editor : Enih Nurhaeni