Buzzer Politik Mengancam, Peneliti Belanda Sebut Jadi Industri Libatkan 3.000 Orang

SEMARANG, iNewsJoglosemar.id – Universitas Diponegoro (Undip) Semarang menjadi tuan rumah pertemuan internasional yang membahas fenomena buzzer politik dan demokrasi digital. Pertemuan ini menghadirkan Rektor Undip Prof. Dr. Suharnomo, S.E., M.Si., Wakil Rektor IV Bidang Riset, Inovasi, dan Kerja Sama Wijayanto, S.IP., M.Si., Ph.D., serta tim peneliti dari Belanda yang dipimpin oleh Prof. Ward Berenschot, pakar Antropologi Politik Komparatif dari University of Amsterdam.
Acara berlangsung di Rektorat Undip pada Kamis (21/8/2025) sebagai bagian dari rangkaian World Class University Event yang digelar hingga Sabtu mendatang. Forum ini melibatkan lebih dari 25 scholar internasional dari berbagai negara, termasuk Belanda, Jepang, Australia, Finlandia, Amerika Serikat, dan sejumlah negara Eropa.
Prof. Ward Berenschot menyampaikan hasil risetnya terkait fenomena buzzer di Indonesia. Menurutnya, praktik buzzer telah berkembang menjadi industri yang terorganisir.
“Sejak tiga tahun terakhir, kami dari Universitas Amsterdam bekerja sama dengan Undip dan LP3ES meneliti fenomena buzzer dan cyber troops di Indonesia. Kami meneliti peran aktor-aktor, mengapa muncul industri sebesar ini, dan apa yang bisa dilakukan untuk mengurangi ancaman bagi demokrasi,” kata Prof. Ward.
Ia menambahkan, riset ini menemukan fakta bahwa ribuan orang menggantungkan hidup dari pekerjaan sebagai buzzer. “Estimasi kami ada sekitar 3.000 orang yang sumber kehidupannya justru berasal dari kerja buzzer. Mereka mendapat proyek untuk membentuk opini publik sesuai kepentingan klien,” ungkapnya.
Prof. Ward juga menyinggung bagaimana pasukan siber ikut memengaruhi debat publik dalam isu strategis. Salah satunya saat revisi UU KPK.
“Kami menemukan bukti bahwa pasukan cyber membesarkan isu bahwa KPK terinfiltrasi Taliban. Padahal bukti itu tidak ada. Tapi isu tersebut dipakai untuk membentuk opini publik agar kontrol terhadap KPK lebih ketat. Itu hanya satu contoh yang kami dokumentasikan,” jelasnya.
Menurutnya, praktik seperti ini menjadi ancaman nyata bagi kualitas demokrasi. “Elite politik yang berkuasa bisa menggunakan tim pasukan cyber untuk membentuk opini publik di Indonesia. Ini sangat mengkhawatirkan,” tegas Ward.
Konferensi internasional di Undip ini menjadi forum terakhir dalam rangkaian proyek penelitian tersebut. Hasil lengkap riset akan diumumkan dalam konferensi pers di Jakarta pada Senin mendatang.
Editor : Enih Nurhaeni