SEMARANG – Rektor Unimus (Universitas Muhammadiyah Semarang) dilaporkan ke Polda Jateng akibat mendirikan rumah sakit di atas tanah warisan yang masih sengketa. Selain Rektor, Ketua Yayasan Muhammadyah juga turut terseret dilaporkan ke polisi.
Penasihat hukum ahli waris, Mirzam Adli, mengatakan, Rektor Unimus menyebut pengadaan lahan untuk rumah sakit kampus itu tanpa melihat asal usul hak. Akibatnya, pembangunan rumah sakit tersebut dinilai melanggar Pasal 263,266, dan 385 KUHP.
"Setelah kami telusuri, tanah itu awalnya (letter) C Desa. Tapi tiba-tiba muncul izin garap di tahun 2019. Pada izin garap tersebut dibuat terdapat keterangan waris. Namun nama waris yang dicantumkan bukan dari nama pemilik lahan," tutur Mirzam, Kamis (1/9/2022).
Menurutnya, pemilik lahan tersebut rutin membayar pajak bumi dan bangunan (PBB). Sehingga, lahan itu disebut bukan tanah liar tak bertuan maupun tanah negara. Tanah tersebut pada 1985 disewakan untuk kuburan. Namun, untuk menyewakan tanah tersebut melalui perantara.
"Awalnya setoran (sewa) ke ahli waris. Hingga akhir tahun 2016 tanah itu tidak boleh disewakan untuk kuburan. Tapi perantara tersebut ingin menguasai tanah itu dan tidak mau mengembalikan ke ahli waris dengan alasan pemilik sudah meninggal dunia," beber dia.
Kemudian, tanah milik kliennya disertifikatkan oleh perantara yang seolah-olah merupakan ahli waris dari pemilik tanah yakni MS. Pada sertifikat tersebut ahli waris yang menerima jumlahnya juga berbeda.
"Anak dari pemilik tanah 10 tapi tertera di dalam sertifikat 8 orang. Tapi yang menjual tanah itu ke Muhammadiyah tidak tahu di mana letak tanahnya," tuturnya.
"Fatalnya letak tanah yang dibangun rumah sakit oleh Muhammadiyah tidak sesuai dengan sertifikat yang dibawa oleh kampus tersebut. Jika sesuai sertifikat luas tanah 4 ribu (meter persegi) dan letaknya jauh dari lokasi tersebut atau sekira 500 meter," imbuhnya.
Untuk itu, dia segera membuat laporan ke Polda Jawa Tengah. Terdapat 14 orang yang dilaporkan. Dua di antaranya adalah Rektor Unimus Masrukhi dan Ketua Pengurus Yayasan Muhammadiyah Djoko Suprayatno.
"Mereka membeli kepada orang yang tidak benar, dan seharusnya mengecek sertifikat apakah betul di sana," lugasnya.
Sementara itu, Wakil Rektor 2 Unimus Hardiwinoto menyayangkan kampusnya dibawa-bawa pada konflik tersebut. Pihaknya mengeklaim tanah yang dibeli untuk rumah sakit telah bersertifikat.
"Sertifikat yang kami beli tidak ada nama Roemi (pemilik tanah). Jadi kami membeli waktu itu ada dua sertifikat atas nama berinisial W dan M," ujarnya.
Pihaknya juga telah mengecek ke notaris maupun ke Badan Pertanahan Nasional (BPN) sebelum membeli tanah tersebut.Termasuk menelusuri sejarah tanah itu yang dibeli W sejak 2011 dari Ngarjono dan dibalik nama ke penjual pada 2014.
"Sertifikat tanah itu dibalik nama Muhammadiyah tahun 2021. Itulah sejarahnya. Terus sertifikat atas nama M itu juga nama-nama keluarga. Tetapi tidak ada nama Roemi. Saya tidak tahu kalau sebelum bersertifikat. Saya tidak mau terlibat masalah itu," tuturnya.
Dikatakannya, tanah yang dipermasalahkan pelapor adalah sertifikat atas nama M. Tanah itu diakuinya sebelumnya hanya dilengkapi dokumen Letter C Desa nomor 166.
"Letter C telah dihapus pihak keluarga menjadi sertifikat nomor 4480. Pada sertifikat tertera 8 nama keluarga M dan ada tidak nama Roemi," imbuhnya.
Rektor Unimus menambahkan tanah untuk rumah sakit tersebut dibeli dari penduduk dan telah ada sertifikat. Sementara mengenai dilaporkan ke polisi, dia akan menghormati proses hukum dan tetap menyelesaikan hal tersebut. Konflik sengketa tanah itu diakuinya antara penjual dan ahli warisnya.
"Bukan dengan Unimus. Jadi salah jika dikatakan pengacaranya menyerobot tanah. Itu salah besar dan jangan beropini. Ya tidak apa-apa (dilaporkan polisi) biar saja nanti. Nanti kita selesaikan," tandasnya.
Sementara proses pembangunan rumah sakit telah mencapai 65 persen. Rumah sakit tersebut terdapat tiga gedung masing-masing 9 lantai.
"Yang sudah selesai dua tower. Untuk tower ketiga masih mencapai tiga lantai. Rumah sakit itu arahannya untuk rumah sakit pendidikan Fakultas Kedokteran Unimus. Syaratnya untuk menjadi rumah sakit pendidikan harus tipe B," tutupnya.
Editor : M Taufik Budi Nurcahyanto
Artikel Terkait