Budi Gunadi menambahkan sejumlah kota di Indonesia menunjukan kasus DBD cukup tinggi di antaranya Bandung, Jakarta, Semarang, Bontang, dan Kupang. Guna mengurangi kasus DBD, Kementerian Kesehatan (Kemenkes) RI melakukan beberapa strategi.
“Salah satunya dengan bioteknologi melalui pengembangan bakteri Wolbachia pada nyamuk penular DBD ini. Jadi nyamuk yang menularkan DBD kita buat agar mandul dan tidak bisa menularkan DBD,” jelasnya.
Strategi mengatasi DBD dapat dilakukan dengan dua cara. Yakni pemberian vaksin kepada masyarakat dan perkawinan nyamuk dengan teknologi Wolbachia agar nyamuknya tidak dapat menyebarkan virus Aedes aegypti.
Efektivitas Wolbachia telah diteliti sejak 2011 yang dilakukan oleh WMP di Yogyakarta dengan dukungan filantropi yayasan Tahija. Penelitian dilakukan melaui fase persiapan dan pelepasan Aedes aegypti berwolbachia pada periode terbatas (2011-2015).
Wolbachia ini dapat melumpuhkan virus dengue dalam tubuh nyamuk Aedes aegypti, sehingga virus dengue tidak akan menular ke dalam tubuh manusia. Jika Aedes aegypti jantan berwolbachia kawin dengan Aedes aegypti betina maka virus dengue pada nyamuk betina akan terblok.
Selain itu, jika yang berwolbachia itu nyamuk betina kawin dengan nyamuk jantan yang tidak berwolbachia maka seluruh telurnya akan mengandung Wolbachia.
“Saya berharap, teman-teman mesti sabar, ini proses penyebaran nyamuknya 6 bulan, karena mengkawinkan nyamuk, 2-4 bulan lagi mulai berdampak. Diharapkan dalam satu tahun jumlah populasi nyamuk wolbachianya sudah sampai 80% dari populasi nyamuk Aedes aegypti yang ada di Semarang. Teman-teman Semarang rajin berdoa biar nyamuknya cepat berganda dan bisa segera menyebarkan nyamuk-nyamuk wolbachia,” tambahnya.
Editor : M Taufik Budi Nurcahyanto
Artikel Terkait