Soal Wacana Penundaan Pemilu 2024, Pakar IT: Big Data Rawan Setingan

top
Ilustrasi Pemilu 2024 (Foto : Istimewa)

SEMARANG - Penundaan Pemilu 2024 masih menjadi isu di Tanah Air. Terbaru, Menko Marves Luhut Binsar Panjaitan mengatakan memiliki big data 110 juta suara pengguna media sosial yang menunjukkan bahwa masyarakat mendukung penundaan Pemilu 2024.

Dia menambahkan bahwa big data tersebut diambil dari data media sosial seperti Facebook, Twitter, dan aplikasi lainnya. Di sisi lain, Ketua DPR RI Puan Maharani juga mengklaim memiliki big data yang berbeda dengan Menko Marves, terkait wacana penundaan Pemilu 2024.

Pakar IT, Solichul Huda, menjelaskan bahwa big data dapat difilter sesuai dengan keinginan pengguna. “Big data itu kan data yang terdapat di semua aplikasi yang terhubung di jaringan internat, jadi siapa pun bisa memilih sesuai keinginannya,” jelasnya.

Ahli IT yang akrab dengan sapaan Huda ini berpendapat, sah-sah saja menggunakan big data untuk penguatan pendapat tentang sebuah kasus. Namun dia menilai kurang tepat jika big data dipakai sebagai alasan penundaan Pemilu 2024.

“Pastinya akan menjadi perdebatan yang tidak bekesudahan, karena big data itu isinya dan prosesnya bisa diseting,” tuturnya.

Dia huda mencontohkan, sudah menjadi rahasia umum kalau merokok itu dapat mengganggu kesehatan. Namun dengan memfilter informasi dari big data, dapat juga ditemukan fakta berlawanan, bahwa merokok justru menyehatkan.

“Contoh kebiasaan merokok, dalam big data juga ada informasi yang menunjukkan rokok itu justru menyehatkan,” tambah pakar IT kelahiran kota kretek Kudus ini.    

Pakar IT ini menyatakan, penggunaan big data untuk Pemilu 2024 tersebut harus disepakati bersama masyarakat. Misalnya, terdapat kuisioner yang harus diisi masyarakat sebagai peserta Pemilu tentang setuju atau tidaknya Pemilu  2024 ditunda.

Menurutnya, jika big data sudah disepakati jenis dan isinya, kemungkinan terhindar dari duplikasi data dan setingan. Sementara big data dari media sosial media kurang bisa dipertanggungjawabkan identitas pengisinya maupun komentarnya.

“Di media sosial itu tidak ada non repudiation-nya, sehingga pemberi komentar bisa mengelak,” ulas dia.

Berdasarkan data, pada 2021 pemilik telepon seluler di Indonesia itu 123 % dibanding total penduduk. Artinya, banyak masyarakat yang memiliki nomor HP lebih dari satu. Selain itu pengguna media sosial juga hanya 88% dari pengguna internet.

“Artinya perlu banyak pertimbangan menjadikan media sosial media sebagai dasar (pembuatan big data),” tandasnya.

Huda menyarankan, polemik penggunaan big data untuk penundaan Pemilu sebaiknya dihentikan. Namun, seandainya big data harus digunakan untuk alasan penundaan Pemilu 2024, sebaiknya dibuat kesepakatan bentuk dan isi big data, supaya terhindar dari redudansi dan setingan.

“Dalam arti, penggunaan big data dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah,” pungkasnya.

Editor : M Taufik Budi Nurcahyanto

Bagikan Artikel Ini
Konten di bawah ini disajikan oleh Advertiser. Jurnalis iNews Network tidak terlibat dalam materi konten ini.
News Update
Kanal
Network
Kami membuka kesempatan bagi Anda yang ingin menjadi pebisnis media melalui program iNews.id Network. Klik Lebih Lanjut
MNC Portal
Live TV
MNC Network