JAKARTA, iNEWSJOGLOSEMAR.ID — Pemerintah membuka wacana penting dalam upaya meningkatkan kesejahteraan pengemudi ojek online (ojol). Menteri Koperasi dan Usaha Kecil Menengah, Maman Abdurrahman, menyampaikan bahwa pengemudi ojol akan diusulkan masuk dalam kategori pelaku Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) melalui revisi Undang-Undang UMKM yang rencananya dibahas pada 2026.
“Supaya saudara-saudara kita penggiat-penggiat ojek online ini mempunyai payung hukum yang jelas,” kata Maman, menjawab permintaan Presiden Prabowo Subianto yang meminta agar ojol juga mendapat bonus Lebaran.
Wacana ini membuka jalan baru bagi para pengemudi ojol yang selama ini beroperasi tanpa kepastian status hukum. Jika revisi ini berhasil diwujudkan, maka mereka berpeluang mendapatkan berbagai insentif dan kemudahan yang selama ini hanya dinikmati pelaku UMKM formal.
Status Hukum yang Lebih Jelas
Salah satu dampak utama pengemudi ojol masuk dalam skema UMKM adalah kepastian status hukum mereka. Dengan pengakuan ini, para ojol dapat terdata sebagai pelaku usaha mikro, dan memiliki akses terhadap berbagai program pemerintah seperti subsidi BBM, gas LPG 3 kg, hingga pembiayaan Kredit Usaha Rakyat (KUR).
Maman menyebut pengemudi ojol akan memperoleh akses terhadap pelatihan, penguatan kapasitas SDM, serta pendampingan usaha sebagaimana pelaku UMKM lainnya.
BBM dan LPG Bersubsidi Bisa Diakses
Dengan perubahan status tersebut, pengemudi ojol juga akan mendapatkan hak untuk membeli BBM bersubsidi secara resmi. Selama ini, para ojol kerap membeli BBM non-subsidi karena tidak tercatat dalam sistem distribusi subsidi.
“Langkah ini sangat penting karena biaya operasional adalah beban terbesar pengemudi,” jelas Maman.
Selain BBM, pengemudi ojol yang memiliki usaha rumahan seperti kuliner dan minuman ringan juga bisa mendapatkan akses subsidi LPG 3 kg, yang selama ini hanya diberikan kepada usaha mikro formal.
Akses Kredit Usaha Rakyat (KUR)
Dalam skema baru, ojol sebagai UMKM akan mendapatkan kemudahan akses terhadap KUR. Dana pinjaman ini bisa digunakan untuk servis kendaraan, membeli perlengkapan kerja, atau mengembangkan usaha sampingan.
Bunga KUR yang ditawarkan saat ini hanya 6% per tahun untuk pinjaman hingga Rp100 juta, dan tanpa agunan tambahan. Insentif ini memungkinkan pengemudi ojol memperbaiki kondisi finansial mereka dan memiliki jalur pertumbuhan ekonomi yang lebih jelas.
Pajak Final 0,5% untuk Penghasilan Kecil
Selain pembiayaan, para ojol yang masuk UMKM juga akan mendapatkan insentif fiskal. Bagi mereka yang beromzet di bawah Rp4,8 miliar per tahun, akan berlaku pajak final sebesar 0,5%, sebagaimana ketentuan bagi UMKM lainnya.
Insentif ini memberi ruang bagi ojol untuk berusaha lebih formal dan terencana, tanpa terbebani oleh tarif pajak tinggi yang biasa diberlakukan kepada individu pekerja informal.
BLT dan Program Sosial Lainnya
Dengan status UMKM, pengemudi ojol juga berpotensi mendapatkan bantuan langsung tunai (BLT) dan program perlindungan sosial lainnya yang selama ini menyasar sektor usaha mikro. Ini memberi jaring pengaman baru bagi pengemudi yang terdampak kondisi ekonomi, seperti kenaikan harga atau penurunan permintaan layanan.
Langkah ini juga dapat menjembatani antara sektor ekonomi digital dan perlindungan sosial yang selama ini belum saling terkoneksi.
Tantangan Validasi dan Potensi Penyalahgunaan
Namun, di balik potensi keuntungan tersebut, muncul tantangan besar terkait validasi data. Pengemudi ojol tersebar di berbagai platform, dan tidak semua memiliki usaha sampingan atau pendapatan yang tetap.
“Masalah validasi data akan jadi tantangan besar. Kita perlu memastikan bahwa hanya yang benar-benar memenuhi syarat yang bisa menikmati subsidi,” ujar Maman.
Potensi penyalahgunaan subsidi juga menjadi kekhawatiran. Tanpa sistem pendataan dan verifikasi yang kuat, ada kemungkinan insentif bocor kepada pihak yang tidak berhak.
Kolaborasi Lintas Sektor Jadi Kunci
Maman menegaskan bahwa pengusulan status UMKM bagi ojol bukan semata langkah administratif, tetapi bagian dari upaya besar negara untuk mengangkat harkat hidup pelaku transportasi daring.
Kolaborasi antara pemerintah pusat, daerah, perusahaan platform, dan asosiasi pengemudi akan sangat menentukan keberhasilan kebijakan ini.
“Jika dijalankan dengan transparansi dan kerja sama, ini bisa jadi terobosan penting dalam sejarah ekonomi digital Indonesia,” tutup Maman.
Langkah ini menandai perubahan besar dalam cara negara mengelola ekonomi digital informal, serta menunjukkan keseriusan pemerintah dalam menjembatani kesenjangan perlindungan sosial di era teknologi.
Editor : Enih Nurhaeni
Artikel Terkait