Didorong Mandiri
Meski begitu, perjalanan tak selalu mulus. Nurul mengaku sempat bosan, apalagi kalau harus membongkar hasil rajutan karena ada kesalahan. Tapi ia memahami pentingnya kualitas.
"Bu As itu perfeksionis. Kalau ada yang salah, harus dibongkar. Enggak boleh asal jadi. Tapi dari situ saya belajar, supaya makin pinter dan teliti," ucapnya.
Menurut Nurul, Bu As bisa membuat lima tas sehari, sementara dirinya baru bisa tiga. Tapi itu tidak membuatnya minder. "Beliau memang mahir. Saya jadikan motivasi aja buat terus belajar. Apalagi beliau juga selalu mendorong kita untuk mandiri," katanya.
Nurul juga pernah mencoba punya brand sendiri, bahkan pernah ikut ke Rumah BUMN Semarang. Namun karena keterbatasan modal dan kurang dukungan keluarga, akhirnya ia memutuskan untuk sementara masih bersama Bu As.
"Saya bilang ke Bu As, saya nempel aja ya. Produknya titip di rumah Bu As, saya bantu jualan juga. Jadi saling menguntungkan. Tapi untuk kegiatan di Rumah BUMN saya juga sering ikut terutama dalam pelatihan-pelatihan agar bisa meningkatkan kemampuan kita," jelasnya.
Ia bersyukur bisa menjadi bagian dari komunitas yang diciptakan Bu As. Di luar merajut, mereka juga terhubung dengan kelompok UMKM lain seperti pengrajin anyaman, kopi, dan ecoprint.
"Kita dulu pernah saling belajar antarpelaku UMKM. Saya pernah bikin tas anyaman plastik buat mantan wali kota Semarang, Bu Ita. Badan tasnya saya buat, tali-taliannya dikerjakan teman lain. Di situ kita perlu sekali untuk kolaborasi dengan UMKM lain," ungkap Nurul.
Sejak 2016, Nurul fokus pada rajutan. Ia merasa sudah menemukan tempat yang pas. Meski awalnya hanya untuk bertahan hidup, kini ia mencintai dunia rajut sepenuh hati.
"Butuh waktu untuk mencintai pekerjaan ini. Tapi sekarang saya cinta. Dari rajut, saya bisa bertahan dan berkembang," tandasnya.
Langkah Bu As yang memberdayakan perempuan-perempuan lansia di sekitarnya mendapatkan dukungan Rumah BUMN Semarang. Selain menciptakan lapangan pekerjaan, merajut juga bisa menjadi ladang penghasilan untuk mencukupi kebutuhan keluarga.
"Kami membina lebih dari 7.000 UMKM dan sekira 3.000 di antaranya berasal dari Kota Semarang. Di sini kami memfasilitasi anggota untuk ikut berbagai pelatihan untuk meningkatkan kapasitas mereka, selain itu juga mendorong akses digital dalam transaksinya,” ujar Koordinator Rumah BUMN Semarang, Endang Sulistiawati.
Perempuan yang biasa disapa Tia tersebut juga menjelaskan, Rumah BUMN rutin mengadakan pelatihan pemasaran digital, pengelolaan keuangan, hingga strategi ekspor. “Kami ingin UMKM bisa go modern, go online, go digital, dan go export,” tutupnya.
Editor : Enih Nurhaeni
Artikel Terkait