KARANGANYAR, iNEWSJOGLOSEMAR.ID - Bukan suara sirene atau mobil patroli yang menandai kehadirannya. Dengan sepatu boots berlumpur dan seragam dinas berhijab, Brigadir Polisi Sufiana Mayasari (29) hadir di tengah warga Karanganyar dengan cara berbeda. Ia tidak sekadar menyambangi warga sebagai Bhabinkamtibmas biasa, melainkan hadir dengan misi lebih besar: menyemai ketahanan pangan dari halaman rumah yang sering diabaikan.
Sufiana Maya adalah sosok Polwan Polres Karanganyar yang berhasil mengubah paradigma kehadiran polisi di masyarakat. Baginya, tugas polisi tidak hanya menjaga keamanan, tetapi juga turut menyelesaikan persoalan pangan, gizi, dan kebersamaan warga. Sejak November 2024, ia menggagas program "Saling Silang Pangan Bergizi" yang mengubah wajah Kelurahan Gayamdompo, Kecamatan Karanganyar.
Gerakan sederhana ini bermula dari keprihatinannya melihat pekarangan warga yang terbengkalai dan tidak produktif. Di Kelurahan Gayamdompo, ia melihat potensi besar yang terabaikan. Pekarangan warga yang luasnya beragam, dari 10 meter persegi hingga 500 meter persegi, lebih banyak ditumbuhi rumput liar daripada tanaman produktif.
"Banyak lahan kosong yang bisa dimanfaatkan untuk ketahanan pangan keluarga," ujar Sufiana ketika berbincang dengan iNews, Senin (23/6/2025).
Dengan tekad bulat, ia mengajak warga mengubah lahan kosong menjadi sumber kehidupan. Bagi yang tidak memiliki lahan, Sufiana yang juga ibu dua anak balita itu, memperkenalkan sistem hidroponik dan vertikultur sebagai solusi cerdas.
"Tidak ada alasan untuk tidak menanam, sekecil apapun lahannya," tegasnya penuh semangat.
Konsep gotong royong menjadi napas utama program ini. Sufiana membangun sistem barter hasil panen antarwarga yang unik dan efektif. Sistem sederhana ini tidak hanya memenuhi kebutuhan gizi keluarga. Keragaman tanaman sengaja dikembangkan untuk memenuhi kebutuhan gizi keluarga.
"Kalau ada yang kelebihan terong tapi kurang cabai, mereka bisa saling bertukar," ujarnya sambil menunjukkan kebun contoh di belakang kantor kelurahan.
Pelatihan pertanian urban digelar secara rutin bekerja sama dengan Penyuluh Pertanian Lapangan (PPL) setempat. Materi pelatihan disesuaikan dengan kondisi lokal, mulai dari pengolahan tanah organik hingga penanganan hama ramah lingkungan. Selain sayuran hijau seperti kangkung dan bayam, warga juga diajarkan menanam ubi ungu dan beternak lele dalam terpal.
"Ini untuk memastikan kecukupan gizi yang beragam," jelas Sufiana.
UMKM Tumbuh
Ibu-ibu PKK pun mendapat pelatihan khusus untuk mengolah hasil panen menjadi makanan bergizi. Mi ungu dari ubi ungu, mi hijau dari sawi dan mi oranye dari wortel menjadi produk andalan untuk pencegahan stunting di wilayah tersebut.
Di bidang ekonomi, program ini melahirkan 12 UMKM olahan pangan yang mulai menembus pasar digital. Produk-produk kreatif seperti keripik ubi, onde-onde dan getuk ubi ungu, hingga kue bollen ubi ungu yang mampu menghasilkan omzet mengesankan.
"Kami kolaborasi dengan pusat oleh-oleh Ubigo, yang banyak mengolah ubi ungu menjadi beragam makanan. Jadi warga bisa menjual hasil panen di sini, ada keberlanjutan penjualan hasil panen,” katanya.
Selain pangan, warga juga menciptakan produk daur ulang yang bernilai ekonomi. Mereka membuat tempat sampah dari galon bekas yang dibeli murah, lalu dicat dan dihias sebelum dijual. Semua proses dilakukan bersama oleh anggota kelompok.
“Alhamdulillah omzetnya mencapai Rp100 juta. Galon bekas beli Rp1.500, tapi setelah jadi tempat sampah yang dicat, bisa dijual sampai Rp30.000. Karena bikinnya susah, harus ramai-ramai, dan butuh cat yang mahal,” jelasnya.
Lebih menarik lagi, Sufiana juga menginisiasi program bank sampah sebagai bentuk inovasi lainnya. Program ini sekaligus mengajarkan pentingnya pengelolaan sampah rumah tangga. "Warga bisa menukarkan 10 botol plastik bekas dengan satu bibit tanaman berkualitas. Program daur ulang sampah jadi berkah," jelasnya.
Menurutnya, tantangan tidak pernah absen dalam perjalanan program pemberdayaan ini. Di awal peluncuran, banyak warga yang masih skeptis terhadap ide polisi yang mengurusi kebun. Sufiana menjawab keraguan itu dengan tindakan nyata. Ia turun langsung ke sawah dan pekarangan, mencangkul bersama warga.
"Apa hubungannya polisi dengan urusan tanam-menanam?" kataya mengulang tanya seorang warga saat sosialisasi pertama.
Perempuan yang menjadi polisi selepas lulus SMA itu menjawab keraguan warga dengan tindakan nyata. Ia tak lelah mendatangi rumah-rumah warga, termasuk terlibat langsung dalam penyiapan lahan untuk ditanami.
“Yang awalnya warga ragu, setelah beberapa bulan program ini bisa berjalan. Berawal hanya beberapa warga yang mau menanam, kini lebih dari 100 titik pekarangan di 20 dusun di Gayamdompo telah menjadi lahan pangan,” beber perempuan yang kini menyandang gelar Sarjana Hukum itu.
Posyandu Akbar
Sulastri (43), salah satu peserta program, mengaku pengeluaran rumah tangganya untuk sayuran berkurang signifikan. Ibu dua anak itu mampu memenuhi 30-70% kebutuhan sayuran harian dari pekarangan sendiri.
"Bisa menghemat sampai Rp150.000 per bulan," ujarnya sambil memetik kangkung di pekarangannya.
Hingga, ibu-ibu sepakat membentuk wadah berupa Kelompok Wanita Tani (KWT) untuk memudahkan mereka mengikuti berbagai pelatihan pertanian. Mereka rutin berkumpul untuk menggagas pelatihan maupun mengedukasi warga lainnya bercocok tanam di pekarangan rumah.
“Kami sepakat membentuk KWT Makmur, dan saya mendapat tanggung jawab sebagai ketuanya. (KWT) baru terbentuk sekitar 7 bulan lalu,” katanya.
Kelompok ini aktif menanam berbagai tanaman hortikultura seperti cabai, tomat, dan kacang panjang di pekarangan rumah masing-masing. Kegiatan ini memberikan dampak nyata bagi ekonomi keluarga.
“Sekarang ini kalau masak tinggal petik dari halaman. Kalau berlebih, kami jual ke pengepul yang sering datang,” ujarnya.
Sebagai seorang petani yang terbiasa ke sawah setiap hari, Sulatri juga menularkan semangat bertani kepada anak-anaknya. Di lahan belakang rumah seluas 2.000 meter, ia menanam sayur untuk mendukung ketahanan pangan keluarga.
“Kami rencana mau tanam cabai lagi karena harganya bagus. Ketahanan pangan seperti ini memang bagus dan bisa dimulai dari rumah, maka harus dijaga bersama. Anak-anak harus diajari,” terangnya.
Semangat gotong royong tumbuh bersama aktivitas pertanian ini. Suasana kampung kini jauh lebih ramai, terutama saat Posyandu Akbar yang digelar tiga bulan sekali. Kolaborasi dengan Posyandu menjadi kunci keberhasilan program dalam aspek kesehatan masyarakat.
Warga tak hanya mengajak anak balita maupun lansia ke Posyandu, tetapi juga saling bertukar sayuran dan hasil pertanian. Selan itu, hasil panen yang berlebih disalurkan untuk makanan tambahan balita dan lansia di Posyandu setempat.
"Kunjungan ke Posyandu setiap bulan naik sekira 30% sejak ada program bagi-bagi sayur ini. Kalau yang tiap tiga bulan itu lebih ramai lagi, karena kami juga ada pameran UMKM dan hasil pertanian," kata seorang warga bernama Rukini.
Diminta Tidak Pindah
Lurah Gayamdompo, Yudhistira Ardhinugroho, mengaku sangat mendukung penuh inisiatif Brigadir Sufiana ini. "Program ini tidak hanya mengubah pekarangan warga menjadi produktif, tapi juga membangkitkan semangat gotong royong yang sempat memudar di masyarakat kami," ujarnya.
Menurut Yudhistira, dampak program ini sudah terlihat nyata di berbagai aspek kehidupan warga. Ia menambahkan bahwa semangat warga dalam mengelola pekarangan kini jauh lebih baik dibanding sebelum adanya program ini.
"Sebelumnya banyak warga yang menganggap pekarangan hanya sebagai halaman kosong. Kini mereka berlomba-lomba membuat kebun sayur yang produktif," tutur Yudhistira dengan bangga.
Ia juga mengapresiasi pendekatan kolaboratif yang dilakukan Sufiana dengan melibatkan semua unsur masyarakat, mulai dari karang taruna hingga kelompok PKK. Meski kelurahannya berlokasid dengan pusat Kota Karangnyar, namun masih banyak warga golongan ekonomi menengah ke bawah.
“Penduduk di sini lebih dari 6.000 jiwa, dan sekitar 4.000 masuk DTKS (Data Terpadu Kesejahteraan Sosial) atau statusnya sebagai penerima bantuan sosial,” jelasnya.
“Makanya kami harap Bu Sufiana jangan dipindah dulu. Kami sedang merancang perluasan program ini yang sementara hanya 100 titik akan dikembangkan ke lahan-lahan lain, dan mengintegrasikannya dengan program kelurahan," paparnya.
Dukungan berbagai pihak mengalir deras untuk kelangsungan program ini. Polres Karanganyar memberikan pendampingan hukum bagi UMKM yang terbentuk. Sementara Dinas Pertanian setempat menyediakan bibit unggul dan pelatihan intensif bagi warga.
Pada Maret 2025, dedikasi Sufiana mendapat pengakuan nasional melalui penghargaan dari Kakorbinmas Baharkam Polri. Polwan Sufiana dinilai memiliki komitmen besar dalam mendukung Program Asta Cita Presiden RI, khususnya bidang ketahanan pangan.
“Beberapa waktu lalu, Brigadir Sufiana ditetapkan sebagai role model karena menjadi Polwan dan Bhabinkamtibmas yang aktif melaksanakan giat di wilayahnya. Brigadir Sufiana secara resmi kita tunjuk sebagai ikon ketahanan pangan di Jawa Tengah,” ujar Kabid Humas Polda Jateng, Kombes Pol Artanto, Kamis (26/6/2025).
Menurutnya, kreativitas Brigadir Sufiana telah membuka perspektif baru bahwa polisi tak hanya bertugas menjaga keamanan dan menegakkan hukum, tapi juga bisa berperan aktif dalam urusan sosial seperti ketahanan pangan.
“Dengan kreativitas beliau, dampaknya nyata. Bisa menjadi contoh bagi Bhabinkamtibmas lain. Karena itu kami dukung dan kami dorong pemberitaannya agar bisa menjadi inspirasi nasional,” jelas Artanto.
Ia menambahkan, program ini sejalan dengan visi Presiden RI dalam penguatan sektor pangan nasional. Polri, kata dia, tak hanya fokus pada Kamtibmas, tetapi juga ikut berkontribusi langsung dalam mendukung produktivitas masyarakat, khususnya di sektor pertanian.
“Ini bentuk konkret Polri hadir di tengah masyarakat. Saat ini sudah ada sekitar 100 kebun pekarangan yang dikembangkan,” ungkapnya.
Local Hero
Lebih lanjut, Artanto menyoroti pentingnya peran Bhabinkamtibmas dalam memahami persoalan pertanian, termasuk kendala klasik seperti ketersediaan pupuk. Ia menilai, kedekatan Brigadir Sufiana dengan warga membuat petani lebih nyaman dan terbantu.
“Polisi sekarang juga harus tahu soal pertanian. Termasuk bagaimana mendampingi warga mengakses pupuk yang sering kali jadi masalah utama,” katanya. “Dengan pendampingan seperti ini, petani bisa tanam tepat waktu karena ketersediaan pupuk dibantu,” tambahnya.
Terkait tugas Brigadir Sufiana, Artanto menyebut pihaknya akan memberikan perhatian khusus. Ia juga memastikan program-program Polri yang mendekati elemen masyarakat seperti Police Goes to School atau Police Goes to Campus, dan kegiatan-kegiatan di kelurahan akan terus berlanjut.
“Usulan agar beliau tidak dipindah dulu sudah kami terima. Akan kami sampaikan ke pimpinan, karena ini menyangkut kelanjutan program yang berdampak besar,” ucapnya.
“Prinsipnya, polisi hadir di semua elemen. Baik ke pemuda, ibu-ibu, sampai anak-anak sekolah. Kami berikan edukasi soal Kamtibmas. Apalagi sekarang ini kejahatan bisa terjadi dengan cepat, bahkan siswa bisa jadi korban atau pelaku,” tegasnya.
Program Saling Silang Pangan Bergizi yang digagas Brigadir Sufiana juga mendapat apresiasi dari kalangan akademisi. Sosiolog Universitas Negeri Semarang (Unnes), Fulia Aji Gustaman, M.A., menilai program tersebut merupakan bentuk nyata dari gerakan sosial berbasis ketahanan pangan yang perlu didukung secara luas.
Menurut Fulia, ketahanan pangan menjadi isu penting bagi Indonesia sebagai negara agraris. Oleh karena itu, setiap inisiatif yang berfokus pada penguatan sektor pertanian dan pangan perlu disambut positif.
“Ketahanan pangan itu jadi fondasi. Maka ketika ada program yang menyoroti dan menindaklanjuti soal pangan, hal tersebut harus kita respons dengan baik, bahkan berlebih,” ujarnya.
Ia menjelaskan bahwa belakangan ini makin banyak gerakan sosial mandiri muncul di masyarakat, terutama di wilayah pedesaan dan perkotaan. Inovasi seperti urban farming, pengolahan hasil tani, hingga edukasi pertanian adalah contoh nyata bahwa kesadaran pangan terus berkembang.
“Sekarang banyak yang melaksanakan urban farming secara mandiri, juga dari instansi seperti kampus melalui edu farming. Itu semua sistem yang tumbuh secara alami, digerakkan oleh kesadaran bersama,” kata Fulia.
Yang menarik, lanjutnya, inisiatif kali ini justru datang dari institusi keamanan. Namun, hal itu menurutnya bukan sesuatu yang aneh atau harus dipertanyakan.
“Program ini dilakukan oleh Bhabinkamtibmas. Itu sah saja, karena polisi juga bagian dari masyarakat. Jangan lihat seragamnya—apakah dia polisi, tentara, dosen—tetapi lihat bahwa mereka memiliki tanggung jawab sosial sebagai warga,” tegasnya.
Fulia menambahkan, di tengah tantangan global dan potensi krisis pangan, Indonesia harus tetap siaga. Ia menyebut bahwa kelaparan di negara agraris adalah ironi yang seharusnya tidak terjadi. Karena itu, ia menilai sosok seperti Brigadir Sufiana adalah “local hero” yang patut diapresiasi.
“Kalau seseorang sadar akan tanggung jawab itu, lalu bergerak, maka ia menjadi pahlawan lokal. Dan ini penting bagi bangsa kita,” tambahnya.
Editor : Enih Nurhaeni
Artikel Terkait