SEMARANG, iNewsJoglosemar.id — Media sosial bisa jadi ladang kreativitas dan peluang bisnis bagi generasi muda, tapi juga menyimpan sisi gelap yang kerap mengancam: bullying digital. Peringatan ini disampaikan tegas oleh Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DP3A) Kota Semarang, Noegroho Edy, saat membuka workshop literasi digital di SMPN 13 Semarang, Jumat (25/7/2025).
"Kami berharap tidak ada satu pun siswa di SMPN 13 yang menjadi korban bullying. Kekerasan di media sosial itu nyata, dan efek traumanya sangat tinggi, bahkan korban berpotensi menjadi pelaku," tegas Noegroho Edy.
Ia juga mengajak para siswa untuk saling peduli, saling melapor jika ada kasus kekerasan. “Bila ada kekerasan dalam bentuk apa pun di SMPN 13, silakan lapor kepada guru, jangan takut. Mari kita peka dan peduli terhadap siapa pun yang menjadi korban bullying,” imbuhnya.
Peringatan itu menjadi bagian penting dalam rangkaian acara “Anantaka Goes to School”, sebuah workshop konten digital yang diadakan Anantaka untuk memperingati Hari Anak Nasional 2025, mengusung tema "Cerdig Waspada Layar, Jaga Nalar."
Tsaniatus Solikah, atau akrab disapa Ika, dari tim Anantaka menjelaskan bahwa workshop ini bertujuan membekali siswa dengan keterampilan memproduksi konten digital secara positif dan edukatif.
“Melalui kegiatan ini, kami berharap anak-anak memiliki keterampilan membuat konten digital, sehingga bisa menjadi media partisipasi mereka untuk menyampaikan pandangan dan menjadi media edukasi melalui dunia digital,” ujar Ika.
Dalam kegiatan yang digelar di aula SMPN 13 Semarang itu, puluhan siswa antusias mengikuti sesi demi sesi. Mereka belajar langsung dari para mentor tentang cara membuat konten video yang menarik, mulai dari ide kreatif, penulisan naskah, pengambilan gambar, hingga penyuntingan. Namun satu hal yang ditekankan adalah nilai konten positif.
“Konten yang positif ke depannya akan sangat bermanfaat. Bahkan bisa menjadi peluang bisnis jika pengikut terus bertambah,” kata salah satu pemateri, menyemangati siswa agar berpikir produktif dalam dunia digital.
Salah satu peserta, Ferdita, mengaku selama ini aktif mengakses media sosial untuk hiburan dan informasi. Ia tertarik menjadi kreator konten, tapi masih merasa kurang percaya diri. “Saya jadi semangat karena sekarang paham cara membuat konten yang baik. Jadi berani mau mulai unggah karya sendiri,” ungkapnya usai mengikuti pelatihan.
Kegiatan ini juga memberikan ruang kepada para siswa untuk berdiskusi soal pengalaman mereka di dunia maya, termasuk kemungkinan terjadinya komentar jahat, ujaran kebencian, hingga doxing yang kian marak.
Program “Anantaka Goes to School” menjadi bagian dari gerakan literasi digital nasional, yang fokus pada penguatan nalar kritis generasi muda di tengah derasnya arus informasi. Dengan membekali siswa bukan hanya sebagai pengguna, tetapi produsen konten yang cerdas, kritis, dan peduli, program ini diharapkan membentuk benteng perlindungan terhadap risiko siber, termasuk bullying dan hoaks.
Kepala SMPN 13 Semarang menyampaikan apresiasi atas terselenggaranya kegiatan edukatif ini. Ia berharap program serupa bisa terus bergulir di sekolah-sekolah lain, sehingga pelajar tidak hanya akrab dengan teknologi, tetapi juga tahu cara menggunakannya secara bijak dan bertanggung jawab.
Editor : Enih Nurhaeni
Artikel Terkait