SALATIGA, iNewsJoglosemar.id - Rektor Universitas Harkat Negeri sekaligus mantan Menteri ESDM 2014–2016, Sudirman Said, menyoroti tindakan sejumlah anggota DPR yang berjoget usai pengumuman kenaikan tunjangan. Menurutnya, tindakan itu tidak etis meski secara hukum tidak dilarang.
“Kalau hanya mengikuti hukum saja tidak ada yang salah, tidak ada yang dilanggar. Tapi secara etik, pejabat publik mestinya mengayomi, bukan menampilkan kegembiraan berlebihan di tengah penderitaan rakyat,” tegas Sudirman Said dalam kuliah umum di Universitas Kristen Satya Wacana (UKSW), Senin (25/8/2025).
Etik Lebih Penting dari Sekadar Hukum
Dalam paparannya, Sudirman menekankan bahwa pejabat publik tidak boleh semata-mata berpegang pada hukum positif, tetapi juga menjunjung tinggi etika dan moralitas.
“Penting bagi penyelenggara negara memperhatikan aspek etik, bukan semata legalistik. Kalau berpedoman pada etik, insyaallah keputusan akan berpihak pada publik,” ujarnya.
Joget Anggota DPR dan Naiknya Tunjangan
Ia juga menyinggung fenomena tunjangan DPR yang naik drastis dan kebijakan kepala daerah menaikkan pajak. Menurutnya, secara hukum sah, tetapi etika pejabat publik patut dipertanyakan.
“Boleh saja naikkan gaji, itu hak pejabat publik. Tapi kalau kemudian disertai kata-kata yang menyakiti warga atau joget-joget berlebihan, itu menyentuh ranah etik,” kata Sudirman.
Jawaban terhadap “Shortterm-isme”
Selain mengkritik perilaku pejabat, Sudirman juga membahas fenomena Shortterm-isme, yakni pola pikir jangka pendek dalam pengambilan keputusan. Hal itu menurutnya melahirkan korupsi, eksploitasi hutan, dan kesenjangan ekonomi.
Sebagai jawabannya, ia menawarkan tujuh jurus Longterm-isme, mulai dari penegakan hukum, revolusi pendidikan, hingga menjaga ekologi.
Kembali ke Pancasila
“Penting kembali ke Pancasila sebagai nilai dasar yang mampu menyatukan perbedaan dan memajukan bangsa. Dari sejarah, Pancasila adalah nilai yang memerdekakan kita,” ungkapnya.
Kuliah umum ini menjadi bagian pembukaan semester gasal Program Pascasarjana Studi Pembangunan UKSW. Sudirman berharap mahasiswa bisa menjadi pemimpin masa depan yang menyeimbangkan rasionalitas dan moralitas.
“Kita bertanya, siapa bilang etik tidak penting? Justru moral dan kepatutan itulah yang menjaga agar pejabat publik tetap dipercaya rakyat,” pungkasnya.
Dekan Fakultas Interdisiplin UKSW, Aldi H. Lasso, PhD, menambahkan bahwa pelanggaran etika selalu membawa dampak panjang. Termasuk berbuntut, aksi masyarakat yang menggelar demonstrasi penolakan kenaikan tunjangan anggota DPR, pada hari ini di Jakarta.
“Mengemukakan pendapat pasti boleh, tapi kalau sampai memicu pergerakan sosial yang provokatif hingga berujung kerusuhan, itu masalah serius. Etik harus jadi pagar,” ujarnya.
Editor : Enih Nurhaeni
Artikel Terkait