Sementara itu, Ketua F-SB Semar, Nova Surya Setyawan, mengatakan kegelisahan soal upah menjadi salah satu latar belakang lahirnya federasi ini. Menurutnya, buruh membutuhkan organisasi yang solid dan mandiri untuk memperjuangkan kesejahteraan secara kolektif.
“Kami lahir dari kegelisahan yang sama, terutama soal kesejahteraan dan upah. Regulasi belum keluar, tapi buruh harus tetap bersiap dan bersatu,” kata Nova.
Ia menjelaskan, F-SB Semar merupakan gabungan dari tujuh serikat buruh tingkat perusahaan yang tersebar di sejumlah daerah seperti Grobogan, Blora, Jepara, Kendal, hingga wilayah industri lainnya di Jawa Tengah. Total anggota yang tergabung mencapai sekitar 9.600 orang.
Dalam kongres tersebut, agenda utama difokuskan pada penguatan organisasi internal, termasuk pemilihan ketua dan pembentukan kepengurusan baru. Meski demikian, isu upah minimum tetap menjadi bagian penting dalam diskusi dan rekomendasi organisasi ke depan.
“Kita memang fokus pembentukan pengurus baru, tapi isu upah tidak bisa dilepaskan. Target kenaikan upah 2026 akan kami bahas lebih lanjut setelah aturan dari pusat keluar,” jelas Nova.
Selain upah, F-SB Semar juga menetapkan jaminan sosial sebagai program prioritas. Federasi ini menyoroti masih banyak buruh, khususnya pekerja informal, yang belum mendapatkan perlindungan jaminan sosial secara menyeluruh.
Kongres F-SB Semar turut dihadiri Wakil Ketua Komisi E DPRD Jawa Tengah Yudhi Endras Wiendarto, perwakilan Polda Jawa Tengah, serta pimpinan sejumlah federasi dan serikat buruh lainnya. Forum ini diharapkan menghasilkan rekomendasi strategis yang memperkuat posisi buruh Jawa Tengah dalam menanti dan mengawal kebijakan upah minimum ke depan.
Editor : Enih Nurhaeni
Artikel Terkait
