SEMARANG, iNewsJoglosemar.id - Menjelang perayaan Natal 2025, umat Nasrani di Jawa Tengah menyambut hari raya dengan harapan sederhana namun mendasar: dapat beribadah dengan aman, tenang, dan penuh khidmat. Di tengah dinamika sosial yang beragam, kehadiran negara dan peran tokoh lintas iman menjadi fondasi penting dalam menjaga suasana damai jelang Natal dan Tahun Baru.
Ketua Persekutuan Gereja-gereja di Indonesia (PGI) Jawa Tengah, Pendeta Yosua Wardoyo, menegaskan bahwa pengalaman tahun-tahun sebelumnya menunjukkan pentingnya kehadiran aparat keamanan sejak sebelum hingga selesainya ibadah Natal.
“Yang kami butuhkan sebenarnya adalah rasa aman. Ketika aparat hadir sejak awal sampai ibadah selesai, jemaat merasa tenang, tidak khawatir, dan bisa beribadah dengan khusyuk,” ujar Pendeta Yosua, di sela acara Silaturahmi FKUB Jawa Tengah menjelang Nataru di wilayah Jawa Tengah, Kamis (18/12/2025).
Ia menilai, pendekatan pengamanan yang dilakukan aparat selama ini sudah semakin baik, tidak sekadar mengawasi, tetapi benar-benar melindungi dan mengayomi jemaat. Menurutnya, aparat juga memiliki peran penting dalam mencegah potensi gesekan sejak dini, terutama terhadap tindakan-tindakan yang bisa mengganggu kebebasan beragama.
Pendeta Yosua juga mengapresiasi dukungan lintas agama yang kerap hadir dalam pengamanan Natal, seperti keterlibatan elemen masyarakat dan organisasi kemasyarakatan. Hal tersebut dinilainya sebagai wujud nyata toleransi di Indonesia.
“Walaupun tidak terlibat langsung dalam ibadah, kehadiran saudara-saudara lintas iman untuk membantu menciptakan rasa aman adalah wajah Indonesia yang sesungguhnya,” katanya.
Sementara itu, dari sisi pengamanan, Kepala Bagian Pembinaan Operasional dan Pembinaan Masyarakat) pada Ditbinmas Polda Jateng, AKBP Wawan Purwanto, menjelaskan bahwa potensi gangguan menjelang Natal kerap muncul dari kesalahpahaman, provokasi, hingga narasi intoleransi yang berkembang di masyarakat maupun media sosial.
“Gangguan itu jarang muncul tiba-tiba. Biasanya ada tanda-tanda awal, seperti narasi penolakan, isu rumah ibadah, atau provokasi yang berkembang pelan-pelan. Karena itu, kehadiran polisi harus dari hulu sampai hilir,” tegasnya.
AKBP Wawan menekankan bahwa pengamanan Natal bukan hanya soal menjaga gereja, tetapi juga membersihkan potensi gangguan sampai ke akarnya agar tidak menjadi “bom waktu” di kemudian hari. Ia juga mengingatkan masyarakat untuk waspada terhadap pengaruh konten kekerasan di media sosial, terutama pada anak dan remaja, yang bisa memicu tindakan ekstrem jika tidak diawasi bersama.
“Kita tidak boleh lengah. Deteksi dini harus dilakukan bersama, bukan hanya oleh polisi, tapi juga keluarga, sekolah, tokoh agama, dan masyarakat,” ujarnya.
Dalam konteks yang lebih luas, Ketua FKUB Jawa Tengah Prof. Imam Yahya menegaskan bahwa Natal dan Tahun Baru adalah momentum penting untuk merawat toleransi dan keharmonisan sosial di tengah keberagaman.
“Perbedaan agama bukan ancaman, tetapi kekuatan. Natal justru membuka ruang kerja sama antarumat beragama untuk menjaga keamanan, kenyamanan, dan kedamaian bersama,” jelas Prof. Imam.
Ia mengingatkan bahwa tantangan jelang Natal kerap datang dari hoaks, provokasi, dan politisasi identitas. Karena itu, peran tokoh agama menjadi krusial sebagai teladan, motor penggerak moderasi, sekaligus fasilitator dialog di tengah masyarakat.
Negara, lanjut Prof. Imam, melalui aparat keamanan juga memiliki kewajiban konstitusional untuk bersikap netral, adil, dan proporsional dalam penegakan hukum, agar setiap warga negara dapat menjalankan ibadahnya tanpa rasa takut atau intimidasi.
Editor : Enih Nurhaeni
Artikel Terkait
