SEMARANG, iNewsJoglosemar.id - Duet Anies-Cak Imin akhirnya menjawab teka-teki sosok bakal cawapres yang bakal bersanding dengan mantan Gubernur Jakarta itu pada Pemilu 2024. Muhaimin Iskandar dipilih oleh Ketua Umum Partai Nasdem Surya Paloh untuk berpasangan dengan Anies Baswedan.
Pakar politik Universitas Diponegoro (Undip) Semarang, Wijayanto, memberi catatan khusus pada pasangan Anies-Cak Imin. Dia menyebut informasi tersebut merupakan bagian dari kemunduran demokrasi di Tanah Air.
"Pertama, secara umum mesti saya katakan bahwa ini bukan kabar yang menggembirakan untuk demokrasi di Indonesia. Jika kita mencermati perkembangan situasi politik Indonesia sekurangnya sejak 2019 ketika Jokowi terpilih untuk kedua kalinya, demokrasi kita mengalami kemunduran demokrasi secara serius yang salah satunya ditandai oleh pelemahan lawan politik/oposisi oleh rezim penguasa," kata Wijayanto.
"Semua partai masuk menjadi bagian kekuasaan termasuk Prabowo dan Gerindra-nya yang merupakan penantang Jokowi di Pilpres 2019. Hanya partai Demokrat dan PKS yang masih setia di luar. Ini tidak baik untuk demokrasi kita karena dengan demikian check and balances jadi tidak berlangsung," imbuhnya.
Menurutnya, peran oposisi sangat diperlukan oleh negara demokrasi. Sebab, tanpa oposisi akan banyak kebijakan bermasalah yang lolos tanpa perlawanan. Bahkan negara maju di dunia, keberadaan oposisi telah menjadi keharusan.
"Penguatan oposisi ini penting bukan hanya untuk menahan laju kemunduran demokrasi. Namun juga karena dia bisa mendorong munculnya kontestasi gagasan yang akan memaksa lahirnya kebijakan yang lebih baik karena telah diuji. Dalam konteks ini, pada Pemilu 2024 kita perlu mendorong adanya pasangan calon yang membawa narasi yang berbeda dari all the president’s men yang berisi Ganjar dan Prabowo," jelas dia.
Dosen Media dan Demokrasi Fisip Undip itu menilai Anies Baswedan adalah sosok yang bisa mewakili satu narasi yang berbeda. Jika Ganjar dan Prabowo mengusung narasi keberlanjutan maka Anies membawa narasi perubahan.
"Dengan dua narasi besar yang berbeda ini kita bisa membayangkan adanya kontestasi gagasan yang menarik pada Pemilu 2024 nanti. Politik tidak hanya merupakan perebutan kekuasaan antarelite namun kontestasi gagasan untuk menjawab berbagai masalah bangsa dan membangun sketsa masa depan negeri," tandasnya.
Menjadi semakin menarik karena Anies diusung oleh koalisi partai yang selama ini memang di luar arena: Partai Demokrat dan PKS. Di sini narasi itu makin bulat karena Anies awalnya santer dikabarkan akan berpasangan dengan AHY, ketua partai oposisi yang berkali-kali diserang melalui skenario kudeta internal dan kongres luar biasa yang kemudian memenangkan Moeldoko, Kepala Staf Presiden (KSP), tapi selalu gagal.
"Maka Anies dan AHY adalah harapan bagi perubahan itu sendiri. Dengan demikian, tergusurnya AHY dan Partai Demokrat adalah kabar buruk bagi pesan perubahan itu terlebih lagi karena kemudian Anies justru bersama dengan Cak Imin dan PKB yang merupakan bagian dari kekuasaan," jelasnya.
"Di sini Anies jadi tidak mampu sepenuhnya kita lihat sebagai pembawa pesan perubahan itu. Demokrasi kita kehilangan kesempatan untuk menampilkan skenario: status quo melawan oposisi, keberlanjutan vs perubahan," lanjut dia.
Wijayanto juga menilai pilihan Nasdem pada Muhaimin merupakan kesalahan. Mengapa bermasalah?
"Pertama, dalam berbagai survei AHY lebih leading dari Cak Imin secara elektoral. Kedua, Anies selalu mengatakan bahwa calon wakil presidennya harus bebas dari komorbid masalah hukum tapi kita tahu banyak berita beredar tentang masalah hukum yang menyangkut Cak Imin. Ketiga, keputusan diambil secara tiba-tiba padahal Anies sendiri menginginkan AHY sebagaimana terlihat pada surat tulisan tangan Anies yang viral itu," ungkapnya.
Dia lantas memberikan analisa alasan Ketua Umum Nasdem Surya Paloh secara mendadak memilih koalisi dengan Cak Imin. Wijayanto membeberkan sejumlah fakta setelah Partao Nasdem secara resmi mengusung Anies Baswedan sebagai capres yang akan berlaga pada 2024.
"Kita ingat dulu Surya dan Anies sangat kuat saat deklarasi akhir tahun lalu. Tapi serangan pada Nasdem yang antara lain mengantar salah satu menterinya ke tahanan telah terbukti membuat mereka mengendur. Tekanan itu kita baca terus menguat sehingga akhirnya lahir kompromi mesti tetap ada bagian dari rezim yang ada di sana," terangnya.
"Di sini proses di mana keputusan ini diambil juga semakin menguatkan anasir pelemahan oposisi dalam demokrasi di Indonesia. Kini dengan Muhaimin bergabung ke Anies yang terjadi adalah bahwa status quo ada di semua kubu baik Prabowo, Ganjar, maupun Anies itu sendiri. Maka Pemilu 2024 sudah selesai sebelum dimulai karena bagaimanapun juga pemenangnya nanti adalah all president’s men," pungkasnya.
Editor : Enih Nurhaeni