BRI Dukung UMKM Fesyen Hijau, Solusi untuk Industri Mode Berkelanjutan

DEMAK, iNEWSJOGLOSEMAR.ID - Di tengah derasnya industri fesyen modern, tren busana ramah lingkungan semakin berkembang. Salah satu penggeraknya adalah UMKM binaan BRI yang menghadirkan produk-produk fesyen berbahan alami dengan pewarnaan organik. Produk ini tidak hanya menawarkan keindahan estetika tetapi juga membawa misi keberlanjutan lingkungan.
Jeni Yeyen, pemilik UMKM Sora asal Semarang, menjadi salah satu pelaku usaha yang karyanya konsisten mengusung konsep keberlanjutan. Sora dikenal sebagai brand yang menggunakan pewarna alami seperti Indigofera dan kayu-kayuan untuk menciptakan nuansa warna biru khas yang ramah lingkungan.
Menurut Jeni, konsep pewarnaan alami memiliki banyak keuntungan, tidak hanya dari sisi ekologi tetapi juga keberlanjutan produk. Pakaian yang memudar warnanya bisa dicelup ulang menggunakan bahan pewarna organik sehingga tetap dapat digunakan dalam jangka panjang.
“Kami ingin menunjukkan bahwa tekstil ramah lingkungan adalah solusi bagi industri fesyen yang selama ini menjadi penyumbang limbah terbesar di dunia. Dengan pewarna alami, pakaian tetap bisa digunakan kembali tanpa mencemari lingkungan,” ujar Jeni, Sabtu (15/3/2025).
UMKM fesyen ini juga menggandeng pengrajin dari berbagai daerah, termasuk dari Nusa Tenggara Timur yang kaya akan kain tenun berwarna alami. Tenun Sumba dari Desa Rindi, misalnya, menjadi salah satu koleksi yang apik diaplikasikan ke beragam busana.
BRI, melalui Rumah BUMN, telah memberikan banyak dukungan bagi UMKM seperti Sora. Jeni menceritakan bagaimana awalnya ia bergabung dengan Rumah Kreatif BRI setelah mendapat ajakan dari rekan sesama pelaku usaha.
“Saya dulu hanya memproduksi shibori dengan warna biru dari Indigofera. Setelah mendapat bimbingan dan pelatihan dari BRI, saya mulai mengembangkan produk dengan berbagai teknik pewarnaan alami lainnya,” ungkapnya.
Pasar Semakin Luas
Selain pelatihan, dukungan BRI juga mencakup pemasaran dan promosi produk. Berkat bimbingan tersebut, produk-produk Sora kini telah menarik minat konsumen dari berbagai kota besar seperti Jakarta dan Bandung.
Dukungan BRI terhadap UMKM seperti Sora menunjukkan bahwa lembaga keuangan dapat berperan besar dalam membangun industri kreatif yang lebih ramah lingkungan. Dengan akses modal, pelatihan, dan jaringan pemasaran, UMKM dapat berkembang lebih jauh.
Pelatihan yang diberikan BRI juga mencakup aspek digitalisasi, termasuk bagaimana memasarkan produk secara online. Hal ini membantu pelaku UMKM menjangkau pasar yang lebih luas tanpa harus bergantung pada toko fisik.
Selain itu, produk-produk dari UMKM binaan BRI juga semakin dikenal melalui berbagai ajang pameran dan peragaan busana. Kesempatan seperti ini memberikan exposure yang sangat berarti bagi para pelaku usaha lokal.
Jeni menegaskan bahwa keberlanjutan bukan sekadar tren, tetapi sebuah kebutuhan. “Jika kita ingin industri fesyen yang lebih baik, kita harus mulai dari sekarang. Setiap pilihan dalam berbusana bisa berdampak pada lingkungan,” ujarnya.
Ia juga mengajak lebih banyak UMKM untuk beralih ke teknik produksi yang lebih ramah lingkungan. “Kita punya banyak sumber daya alam yang bisa dimanfaatkan dengan bijak. Jika dikelola dengan baik, ini bisa menjadi keunggulan kompetitif bagi produk lokal,” tambahnya.
Industri Mode Berkelanjutan
Pada ajang fesyen show di Desa Timbulsloko, Sayung, Demak, busana hasil karya UMKM binaan BRI tampil memukau. Mengusung konsep fesyen ramah lingkungan, peragaan busana ini menampilkan koleksi dari berbagai pengrajin lokal yang menggunakan bahan serat alam dan pewarna alami.
Peragaan ini menjadi bagian dari peringatan Hari Perempuan Internasional yang diselenggarakan oleh Komunitas Fesyen Berkelanjutan EMPU. Acara ini juga didukung oleh berbagai organisasi lingkungan dan perempuan, seperti Puspita Bahari, Barapuan, serta YLBHI-LBH Semarang.
Dalam peragaan busana di Timbulsloko, hampir seluruh koleksi yang ditampilkan merupakan karya Jeni, termasuk gaun dan blus berbahan tenun Sumba yang dipadukan dengan katun linen. Material ini dipilih karena nyaman dikenakan sekaligus memiliki nilai estetika tinggi.
Busana-busana ini dikenakan oleh model profesional, aktivis lingkungan, serta perempuan nelayan setempat yang menjadi bagian dari peragaan busana tersebut. Momen ini tidak hanya menjadi ajang apresiasi karya tetapi juga advokasi sosial bagi masyarakat terdampak krisis iklim.
Fesyen show ini juga menjadi bukti bahwa fesyen dapat menjadi media komunikasi untuk isu-isu sosial. BRI bersama komunitas fesyen ramah lingkungan berharap semakin banyak masyarakat yang memahami pentingnya keberlanjutan dalam industri mode.
Jembatan kayu yang menjadi catwalk peragaan ini juga memiliki makna simbolis. Dibangun dari kayu bekas rumah-rumah warga yang tenggelam akibat rob, jembatan ini melambangkan ketahanan dan adaptasi masyarakat pesisir terhadap perubahan iklim.
Dengan jumlah penduduk yang terus menyusut akibat tenggelamnya desa, acara ini menjadi ajang untuk menyuarakan nasib mereka kepada dunia luar. Jeni yang bergabung dengan Komunitas EMPU sejak lima tahun lalu, juga aktif menyalurkan bantuan kemanusiaan kepada yang membutuhkan.
“Nanti akan banyak yang bertanya mengapa fesyen show diadakan di tempat seperti ini. Justru inilah yang ingin kami sampaikan, bahwa ada komunitas yang bertahan dalam kondisi sulit dan mereka layak mendapatkan perhatian,” beber dia.
“Tahun lalu kita menyelenggarakan acara serupa di Tambaklorok Kota Semarang. Kawasan tersebut sama di kawasan pesisir. Biasanya nanti ada yang tergerak untuk memberikan bantuan. Sebelumnya ada bantuan dari Singapura dan Belanda, dan kita menyalurkannya,” jelasnya.
Selain dari sisi sosial, peragaan ini juga menampilkan bagaimana keberlanjutan dalam fesyen dapat diterapkan secara nyata. Koleksi yang ditampilkan berasal dari berbagai pengrajin yang fokus pada bahan alami dan teknik ramah lingkungan.
Pelatihan dan Pendampingan
Koordinator Rumah BUMN Semarang, Endang Sulistiawati, menyampaikan bahwa pihaknya tengah membina lebih dari 7.000 UMKM dari berbagai daerah di Jawa Tengah. Dari jumlah tersebut, sekitar 3.000 UMKM berasal dari Kota Semarang.
Rumah BUMN secara rutin menggelar pelatihan bagi UMKM baik online mapun offline agar bisa naik kelas. Mereka mendapatkan hak yang sama untuk ikut pelatihan, pameran, hingga layanan digital seperti QRIS dan BRImo.
“Di Rumah BUMN Semarang, kami mengadakan berbagai pelatihan, mulai dari pemasaran digital, pengelolaan keuangan, peningkatan kualitas produk, hingga strategi ekspor ke pasar global,” ujar perempuan yang akrab didapa Tia tersebut.
Ia menambahkan bahwa Rumah BUMN Semarang merupakan salah satu dari 54 titik yang tersebar di seluruh Indonesia. Tujuannya yakni mendorong UMKM agar bisa go modern, go online, go digital, dan go export.
"Kami melihat potensi besar dari UMKM yang mengusung konsep ramah lingkungan, terutama di sektor fesyen. Melalui Rumah BUMN, kami memberikan berbagai pelatihan, pendampingan, hingga akses pemasaran agar produk mereka dapat lebih dikenal dan bersaing di pasar yang lebih luas," ujarnya.
Ke depan, diharapkan lebih banyak UMKM yang mengikuti jejak Sora dan brand lain dalam menerapkan praktik berkelanjutan. Dengan begitu, industri fesyen Indonesia bisa semakin berdaya saing di kancah global tanpa mengorbankan lingkungan.
Editor : Enih Nurhaeni