get app
inews
Aa Text
Read Next : Dukung UMKM, GWS dan Pemkab Semarang Kolaborasi Percepat Koperasi Desa

Mengajar di Dapur Lunpia Cenol, Ivan Hidupkan Warisan Tionghoa-Jawa

Kamis, 24 April 2025 | 16:25 WIB
header img
Mengajar di Dapur Lunpia Cenol, Ivan Hidupkan Warisan Tionghoa-Jawa

SEMARANG, iNEWSJOGLOSEMAR.ID – Lunpia Semarang memiliki sejarah yang unik, berawal dari perpaduan budaya Tionghoa dan Jawa. Pada abad ke-19, Tjoa Thay Yoe, seorang pendatang Tionghoa, menjual lunpia dengan isian daging babi dan rebung di Pasar Johar, Semarang.

Ia kemudian bertemu dengan Wasih, seorang pedagang Jawa yang menjual lunpia dengan isian ayam atau udang. Keduanya menikah dan menggabungkan resep mereka, menciptakan lunpia dengan isian ayam, udang, dan rebung, cita rasa khas yang kini melekat pada identitas kuliner Semarang.

Melestarikan lunpia berarti menjaga sejarah dan identitas budaya tersebut. Hal inilah yang menjadi komitmen Stefanus Mursito (55), yang akrab disapa Ivan. Ia tidak hanya dikenal sebagai pelaku usaha kuliner khas Semarang, tetapi juga sebagai pegiat edukasi warisan budaya.

Bersama istrinya Pudji Astuti (50) dan kedua anak mereka, Marcel dan Nola, Ivan menjalankan usaha Lunpia Cenol yang berbasis di Kota Semarang. Namun bagi keluarga ini, lunpia bukan sekadar urusan bisnis semata.

Ivan percaya bahwa keberadaan lunpia harus diwariskan kepada generasi muda agar tidak hilang ditelan zaman. Edukasi menjadi salah satu cara ampuh untuk menjaga kelestariannya.

Untuk itu, ia aktif mengundang mahasiswa dari berbagai kampus, terutama di Semarang, agar bisa mengenal langsung proses pembuatan lunpia. Salah satu yang rutin berkunjung adalah mahasiswa dari Universitas Katolik (Unika) Soegijapranata Semarang.

Di rumahnya, Jalan Sanggung Utara 2 No. 198, Semarang, Ivan menyiapkan ruang belajar yang terbuka dan akrab. Mahasiswa datang tidak sekadar menyimak, tetapi juga praktik langsung membuat lunpia dari awal hingga selesai.

Filosofi dan Sejarah

Mulai dari mengenal bahan dasar, seperti rebung, ayam, udang, ikan pihi, hingga cara mengolah dan melipat kulit lunpia yang khas, semua diajarkan dengan penuh kesabaran. Ivan tak hanya mengajarkan cara memasak. Ia juga menanamkan nilai-nilai penting di balik keberadaan lunpia sebagai bagian dari warisan kuliner Semarang.

“Kami ingin generasi muda tahu bahwa Semarang punya kuliner khas yang harus dijaga dan dilestarikan,” ujar Ivan, Selasa (22/4/2025).

Menurutnya, edukasi kuliner harus dimulai dari pemahaman sejarah dan budaya, agar lebih membekas dan menyentuh hati. Ivan juga sering berdiskusi dengan para mahasiswa yang datang, membuka ruang tanya-jawab, hingga menjelaskan filosofi di balik lunpia. Lunpia Semarang bukan sekadar kuliner, tetapi simbol perpaduan budaya Tionghoa dan Jawa yang mencerminkan harmoni, adaptasi, dan semangat menjaga tradisi lintas generasi.

Dengan cara itu, mahasiswa bukan hanya membawa keterampilan baru, tetapi juga pemahaman lebih dalam tentang budaya kuliner. Di ruang tamu rumahnya yang disulap menjadi tempat praktik sederhana, Ivan memfasilitasi semua kebutuhan belajar.

Setiap sesi praktik diakhiri dengan mencicipi lunpia hasil buatan mereka sendiri. Tak jarang, mahasiswa membagikan hasilnya ke teman atau keluarga sebagai bentuk kebanggaan.

“Kalau lunpia dibuat dengan cinta, hasilnya luar biasa. Itulah yang kami ajarkan ke generasi muda,” kata Ivan.

Tak berhenti di Semarang, semangat Ivan merambah hingga ke luar kota. Ia pernah diundang langsung ke Universitas Pelita Harapan (UPH) Jakarta untuk mengajar mahasiswa di sana.

Ivan dan timnya datang langsung ke kampus, membawa bahan-bahan dan peralatan, lalu menggelar sesi praktik interaktif di ruang kelas. Di sana, ia juga mengedukasi sejarah lunpia, menjelaskan tentang perpaduan budaya Tionghoa-Jawa yang melahirkan lunpia khas Semarang.

Para mahasiswa pun tampak antusias. Banyak dari mereka yang baru pertama kali mengenal kuliner ini dan langsung terlibat membuatnya sendiri. Menurut Ivan, praktik langsung jauh lebih berdampak ketimbang sekadar membaca atau menonton.

“Dengan praktik, mereka akan lebih terhubung,” katanya.

Rumah Edukasi

Pengalaman itu membuat banyak mahasiswa makin tertarik mendalami kuliner Indonesia, terutama yang berbasis sejarah dan budaya. Selain UPH dan Unika, Ivan juga pernah membuka rumahnya untuk kelompok masyarakat umum, termasuk komunitas dan pelajar SMA.

“Rumah kami adalah tempat belajar. Kami ingin berbagi semangat menjaga warisan budaya,” ujar Ivan.

Ia percaya bahwa jika semangat pelestarian ditanamkan sejak dini, maka tradisi seperti lunpia tidak akan punah, melainkan berkembang dan relevan dengan zaman. Selama beberapa tahun terakhir, sudah banyak kelompok yang datang ke rumah Ivan untuk belajar, berdiskusi, bahkan membuat proyek budaya.

Bahkan rumahnya sempat jadi tempat magang informal bagi mahasiswa yang ingin meneliti kuliner tradisional dalam tugas akhir mereka. Ivan pun terbuka untuk siapa saja yang ingin belajar, tanpa batas usia atau latar belakang. Bagi dia, semangat menjaga budaya adalah milik bersama.

Ia berharap makin banyak anak muda yang tidak hanya mengenal lunpia sebagai makanan, tapi juga memahami makna di baliknya. “Semoga tradisi lunpia Semarang ini tetap lestari melalui generasi-generasi muda,” tutur Ivan.

Sebagai UMKM binaan Rumah BUMN Semarang, Lunpia Cenol tak hanya giat melestarikan budaya kuliner, tetapi juga aktif mengadopsi teknologi keuangan modern. Ivan bersama keluarganya mendorong pelanggan untuk menggunakan transaksi non-tunai dengan memanfaatkan QRIS dan aplikasi BRImo.

Langkah ini mempermudah proses pembayaran sekaligus mendukung gerakan nasional menuju ekosistem keuangan digital yang inklusif. Di setiap kesempatan, baik saat melayani pelanggan maupun dalam sesi pelatihan pembuatan lunpia, Ivan juga turut mengenalkan kemudahan transaksi digital kepada peserta.

Ia percaya, transformasi digital menjadi kunci bagi UMKM agar tetap relevan di era sekarang. "Kami ingin usaha kecil seperti kami ikut maju, salah satunya dengan mengikuti perkembangan teknologi keuangan," ujar Ivan.

Koordinator Rumah BUMN Semarang, Endang Sulistiawati, mengapresiasi langkah Lunpia Cenol yang terus berinovasi tanpa meninggalkan nilai tradisional. Menurut Endang, pelaku UMKM seperti Ivan adalah contoh ideal bagaimana warisan budaya bisa berjalan beriringan dengan perkembangan teknologi.

"Kami di Rumah BUMN Semarang terus mendorong UMKM binaan untuk melek digital, termasuk dalam sistem pembayaran. Lunpia Cenol sudah membuktikan bahwa UMKM bisa adaptif," ujar Tia, sapaan akrabnya.

 

 

Editor : Enih Nurhaeni

Follow Whatsapp Channel iNews untuk update berita terbaru setiap hari! Follow
Lihat Berita Lainnya
iNews.id
iNews Network
Kami membuka kesempatan bagi Anda yang ingin menjadi pebisnis media melalui program iNews.id Network. Klik lebih lanjut