Bandeng 27 Semarang, Olahan Ikan Bergizi yang Mulai Dilirik Konsumen Kanada

SEMARANG, iNEWSJOGLOSEMAR.ID - Budi Handayani (50), yang akrab disapa Yani, merupakan pelaku UMKM asal Semarang yang sukses mengembangkan produk olahan ikan bandeng bernama Bandeng 27. Nama "27" ini bukan sembarangan, melainkan diambil dari surat Al-Imran ayat 26-27 yang bermakna tentang jaminan rezeki dari Allah SWT untuk setiap manusia.
"Jadi orang itu enggak perlu khawatir, rezeki masing-masing sudah dijamin Allah," tutur Yani, Selasa (25/3/2025), sembari menjelaskan filosofi di balik merek dagangnya yang kini mulai dikenal luas di Semarang dan sekitarnya.
Usaha Bandeng 27 dimulai pada akhir November 2018. Berawal dari iseng posting di WhatsApp dan grup online media sosial, pesanan pun berdatangan, terutama untuk acara arisan dan berbagai hajatan. "Alhamdulillah, dari situ tambah semangat, terus berlanjut sampai sekarang," ujar Yani mengenang awal perjalanan usahanya.
Keunggulan Bandeng 27, menurut Yani, ada pada proses pengolahannya yang menggunakan panci vakum kedap udara. Metode ini diklaim mampu menjaga nutrisi ikan, terutama proteinnya, sehingga cita rasa tetap lezat tanpa rasa sepah yang biasanya jadi keluhan dalam olahan bandeng.
"Orang-orang bilang kalau Bandeng 27 itu ya enak gitu, enggak sepah atau gimana. Karena ini kan diproses pakai panci vakum, jadi nutrisinya masih ada," jelasnya bangga.
Dalam hal produksi, Bandeng 27 mampu mengolah sekitar 25 hingga 30 kilogram ikan setiap dua hari. Bahkan, awal tahun ini, pesanan sempat melonjak hingga mencapai 100 kilogram bandeng dalam satu kali produksi.
Pasarnya kini tak hanya terbatas di dalam kota Semarang. Produk olahan Yani sudah merambah ke luar kota, bahkan ke daerah Kalimantan, berkat jaringan pelanggan dan teman-teman lamanya.
"Ada teman sekolah yang sekarang di Kanada, pengen sekali menikmati Bandeng 27 ini, tapi kok masih jauh, susah kirimnya. Semoga suatu saat bisa sampai ke Kanada," harap Yani yang kini mulai melirik peluang ekspor.
Sejak 2021, Yani aktif bergabung dalam berbagai program pelatihan yang diselenggarakan oleh Rumah BUMN Semarang. Ia menyebut, sejak saat itu, semangatnya untuk mengembangkan usaha makin bertambah.
Di bawah binaan Rumah BUMN, Yani tak hanya fokus pada bandeng, tetapi juga mulai mengembangkan olahan lain seperti wingko, dimsum, dan aneka produk makanan tambahan. Ia rutin mengikuti pelatihan memasak, pengemasan produk, hingga manajemen bisnis.
"Saya dapat wawasan baru dari cooking class, diajari manajemen, pemasaran online, banyak sekali manfaatnya," terang Yani yang merasakan langsung perubahan dalam cara ia mengelola usahanya.
Salah satu fasilitas yang menurutnya sangat membantu adalah layanan pembayaran digital QRIS dari BRI, yang difasilitasi secara gratis oleh Rumah BUMN. Ini membuat transaksi usahanya kini lebih praktis dan modern.
"Semua pelatihan itu gratis, malah waktu pelatihan dapat konsumsi juga," ucapnya sambil tersenyum, mengisyaratkan bahwa pelaku UMKM kini punya banyak ruang untuk berkembang asal mau belajar.
Yani mengakui, keikutsertaannya dalam pelatihan-pelatihan ini memberinya kepercayaan diri untuk merancang target baru, salah satunya mewujudkan impian mengirim Bandeng 27 hingga mancanegara.
Ia pun kini tengah menyiapkan diri agar usahanya bisa memenuhi standar ekspor, mulai dari peningkatan kapasitas produksi hingga pengurusan izin yang dibutuhkan.
Dengan filosofi rezeki yang sudah digariskan, Yani percaya bahwa usahanya akan terus berkembang, asalkan ia tetap konsisten menjaga kualitas dan terbuka terhadap pembelajaran baru.
Rumah BUMN Semarang sendiri, melalui Koordinatornya Endang Sulistyawati, menegaskan komitmennya untuk terus mendorong pelaku UMKM seperti Yani agar naik kelas dan merambah pasar yang lebih luas.
Endang menyebut, pelatihan yang diberikan tak sekadar teori, melainkan pendampingan nyata agar UMKM siap masuk ke ekosistem digital, pengelolaan bisnis modern, hingga ekspor.
"Kami ingin UMKM seperti Bandeng 27 bisa menjadi contoh bagaimana usaha kecil bisa naik kelas dengan semangat belajar dan inovasi," kata Endang menutup pernyataannya.
Editor : Enih Nurhaeni