get app
inews
Aa Text
Read Next : UMKM Jogja Saatnya Naik Kelas, Difasilitasi Pelatihan hingga Digitalisasi Pasar

Titik Terendah yang Mengubah Arah

Selasa, 14 Oktober 2025 | 10:28 WIB
header img
Titik Terendah yang Mengubah Arah. Foto: Ist

 

YOGYAKARTA, iNewsJoglosemar.id - Pandemi datang tanpa aba-aba. Tahun 2021 menjadi masa paling berat dalam hidup Amirulloh Mohammad Ali, pria 37 tahun asal Ambon yang sudah dua dekade menetap di Yogyakarta. Semua yang telah ia bangun perlahan runtuh: bisnis properti, usaha konsultasi, hingga homestay yang ia kelola di belakang Pasar Telo, selatan Prawirataman, sepi total tanpa tamu.

Ia masih ingat jelas hari-hari itu. Telepon berhenti berdering, kamar-kamar yang biasa terisi turis asing kini gelap dan kosong. Semua biaya operasional tetap berjalan, tapi pendapatan nihil. Amir duduk termenung di teras, menghitung sisa tabungan dan perhiasan yang dimiliki.

“Saya benar-benar bingung waktu itu. Semua bisnis saya jatuh, tapi hidup harus terus jalan,” kenangnya pelan.

Akhirnya, Amir mengambil keputusan berat, menggadaikan emas perhiasannya. Total sekitar 20 sampai 30 gram emas ia bawa ke Pegadaian Tugu Kulon, Yogyakarta. Langkah yang sederhana, tapi menjadi pintu perubahan hidupnya.

Ia datang tanpa ekspektasi. Hanya ingin menutup biaya hidup dan bertahan di tengah krisis. Tapi tak disangka, keputusan itu justru membuka arah baru.

Saat sedang dilayani petugas Pegadaian, pimpinan cabang yang lewat memperhatikannya membawa banyak barang. Pimpinan itu mendekat dan spontan bertanya, “Mas, kenapa enggak sekalian jadi agen Pegadaian saja?”

Amir tertawa kecil saat mengenangnya. “Awalnya saya anggap bercanda. Saya pikir agen itu kayak reseller kecil-kecilan, dapat Rp2.500 per transaksi. Saya pengusaha, masak balik ke situ lagi,” ujarnya.

Namun Pegadaian tidak berhenti di situ. Beberapa hari kemudian, tim cabang datang ke homestay-nya membawa berkas kerja sama. “Mereka datang bawa map tebal, saya disuruh tanda tangan. Ya sudah, saya tanda tangan aja, tanpa banyak pikir,” katanya sambil tersenyum.

Saat itu, Amir tidak tahu bahwa tanda tangan itu adalah awal perjalanan barunya sebagai agen resmi Pegadaian.

Awal menjalani profesi baru itu tak mudah. Banyak orang di sekitarnya masih malu pergi ke Pegadaian, merasa itu hanya tempat bagi orang yang butuh uang mendesak. Amir melihat peluang di situ. Ia mulai membantu teman-temannya menitipkan barang untuk digadaikan melalui dirinya.

“Dari situ saya mulai dikenal. Mereka enggak mau ke Pegadaian langsung, tapi percaya lewat saya,” ujarnya.

Sedikit demi sedikit, kepercayaan tumbuh. Amir mulai membangun identitas diri sebagai “Amir Pegadaian”. Ia belajar memahami produk, proses, hingga sistem online Pegadaian. Semua dilakukan secara otodidak.

Penaksir Emas

Latar belakangnya sebagai lulusan Fakultas Kedokteran (jurusan Keperawatan) Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY) tidak berkaitan langsung dengan dunia keuangan. Namun ia punya semangat belajar yang kuat.

“Dulu saya asisten dosen. Jadi belajar hal baru itu udah kebiasaan,” katanya.

Di sela-sela kesibukan, Amir mulai rajin mendatangi kantor Pegadaian. Ia belajar cara menaksir emas, menggosok logam, hingga membaca sertifikat logam mulia. “Saya nongkrong di sana bukan buat apa-apa, tapi pengin ngerti,” ujarnya.

Kegigihannya membuat pegawai Pegadaian terkesan. Ia tak hanya aktif mengirimkan nasabah, tapi juga rajin menambah wawasan tentang produk. Dari situ, namanya mulai diperhitungkan.

Pada saat itu, omzet bulanannya baru sekitar Rp150 juta hingga Rp300 juta — jauh di bawah standar minimal Rp1 miliar untuk bisa ikut diklat penaksir emas. Namun Kepala Cabang dan tim area-nya melihat potensi besar pada Amir.

“Biasanya yang bisa ikut sekolah penaksir itu agen dengan omzet minimal satu miliar. Tapi mereka perjuangkan saya sampai pusat,” katanya bangga.

Amir akhirnya terpilih. Ia dikirim mengikuti diklat penaksir emas — sebuah kesempatan langka bahkan untuk sebagian besar pegawai Pegadaian sendiri. “Saya terharu. Karena enggak semua orang bisa punya kesempatan ini,” ucapnya lirih.

Sejak saat itu, semangatnya berubah total. Ia menanamkan satu prinsip: bekerja bukan sekadar mencari penghasilan, tapi membangun kepercayaan.

Ia mulai membangun personal branding. Di media sosial, di kartu nama, bahkan di WhatsApp, ia selalu memperkenalkan diri dengan nama “Amir Emas” atau “Amir Pegadaian”. “Saya pengin setiap orang yang dengar kata ‘gadai emas’ langsung ingat Amir,” ujarnya.

Langkahnya pun semakin mantap. Ia menerapkan strategi jemput bola — mendatangi langsung calon nasabah ke rumah, kafe, hingga tempat kerja. “Banyak yang malu ke Pegadaian. Jadi saya yang datang,” katanya.

Ia membawa timbangan kecil, magnet, kaca pembesar (loop), formulir gadai, dan printer portable di dalam tasnya. Semua lengkap. “Cuma air uji aja yang enggak bisa dibawa, soalnya bahaya kalau tumpah,” ujarnya sambil tertawa.

Amir bekerja tanpa libur. Setiap hari buka layanan hingga pukul sembilan malam. Hari Minggu pun tetap aktif. “Kalau aplikasi Pegadaian bisa 24 jam, mungkin saya juga kerja 24 jam,” candanya.

Dari kerja keras itu, reputasinya tumbuh cepat. Tahun 2022, ia memberanikan diri membuka outlet sendiri di Jalan Diponegoro No. 94, hanya 550 meter dari Tugu Jogja, jalan kaki hanya perlu waktu 8 menit. Desainnya dibuat menyerupai kantor Pegadaian resmi, mulai dari logo, warna, bahkan tata ruangnya.

“Biar masyarakat percaya. Kalau masuk, rasanya kayak ke kantor Pegadaian sungguhan.⁠ ⁠⁠Kita dapatkan branding outlet dan pelatihan juga,” jelasnya.

Langkah itu membuahkan hasil. Nasabah mulai berdatangan, bahkan banyak yang datang karena menemukan outlet-nya di Google Maps. “Saya bersyukur banget. Review bagus di Google itu bantu promosi luar biasa,” katanya.

Kini Amir melayani sekitar 20 hingga 30 transaksi per hari, dari berbagai jenis: gadai, perpanjangan, top-up pinjaman, hingga cicilan emas. Sebagian besar dilakukan secara daring melalui WhatsApp.

“Nasabah tinggal WA, bilang mau perpanjang. Mereka transfer, kirim bukti, dan transaksi langsung saya proses. Enggak perlu antre. Transaksi paling banyak masih gadai emas,” jelasnya.

Model pelayanan ini membuat banyak pelanggan loyal. “Kalau bisa mudah, kenapa harus dipersulit?” tegasnya.

Amir kini dibantu dua pegawai untuk operasional harian. Namun untuk urusan penaksiran emas, ia tetap turun tangan sendiri. “Karena taksiran itu tanggung jawab besar. Saya yang harus pastikan nilainya tepat,” ucapnya.

Dalam tiga tahun, omzetnya melonjak pesat. Dari ratusan juta menjadi lebih dari Rp23 miliar pada 2024. Meski demikian, ia enggan menyebut total fee atau pendapatan setiap bulan sebagai agen Pegadaian.

“Tapi saya anggap itu baru permulaan. Masih banyak yang bisa dikembangkan. Untuk hasilnya ya cukup untuk bayar cicilan emas,” katanya seraya tertawa.

Jumat Menabung 

Ia juga aktif mengedukasi masyarakat tentang tabungan emas dan cicilan emas Pegadaian. Dua produk yang menurutnya paling cocok untuk generasi muda. “Kalau punya Rp20.000 aja, sudah bisa nabung emas. Pelan-pelan nanti jadi gram-graman,” ujarnya.

Setiap Jumat, ia mengingatkan nasabah lewat pesan WhatsApp untuk rutin menabung. “Saya bilang, kalau Jumat masukin Rp50.000 ke tabungan emas, nanti lama-lama bisa jadi investasi masa depan,” ucapnya.

Bagi Amir, emas bukan sekadar logam berharga. Ia simbol ketekunan, nilai, dan kejujuran — tiga hal yang mengubah hidupnya. “Saya suka emas karena dia nggak bohong. Kalau dijaga, nilainya naik,” katanya.

Kini, di usia 37 tahun, ia sudah menjadi Agen Pegadaian terkemuka di Yogyakarta. Ia bercita-cita membuka cabang baru di utara kota, memperluas jangkauan layanan, dan terus menebarkan semangat literasi keuangan.

“Saya enggak mau berhenti di sini. Saya mau Pegadaian dikenal bukan hanya tempat gadai, tapi tempat orang belajar mengatur keuangan,” ujarnya dengan mata berbinar.

Ia masih menyewa ruko, tapi baginya itu bukan halangan. “Yang penting tempat ini bisa jadi pintu rezeki banyak orang,” katanya.

Amir tahu benar bagaimana rasanya kehilangan segalanya. Ia pernah berada di titik nol, menjual emas demi bertahan hidup. Tapi dari situlah arah hidupnya berubah.

“Kalau waktu itu saya enggak berani ke Pegadaian, mungkin saya sudah menyerah,” katanya pelan.

Teladan Agen Nasional

Kepala Departemen Business Support Kanwil XI Semarang, Tyas Ari Hidayat, menyebut, sosok Amirulloh Mohammad Ali adalah contoh nyata agen Pegadaian yang tumbuh dari bawah dengan semangat luar biasa. “Mas Amir kami lihat sebagai agen inspiratif yang bisa jadi teladan. Kunci suksesnya ada pada kombinasi antara kerja keras pribadi dan dukungan sistem yang kami siapkan,” ujarnya.

Tyas menjelaskan, keberhasilan agen Pegadaian didukung beberapa faktor yang membentuknya. Pertama, komunikasi intens antara tim outlet dan agen yang membuat koordinasi berjalan mulus setiap saat. Kedua, Pegadaian memberikan dukungan penuh terhadap kebutuhan keagenan, sehingga dapat fokus melayani nasabah. Selain itu, ia selalu dilibatkan dalam berbagai kegiatan di cabang induk Tugu Kulon, memperluas jejaring sekaligus meningkatkan kepercayaan diri.

“Strateginya juga unik. Beliau membuka outlet sampai malam hari, menjangkau nasabah yang sibuk di siang hari. Ditambah outletnya aktif di Google Maps, membuat masyarakat Yogyakarta mudah menemukan layanan Pegadaian lewat beliau,” tambah Tyas.

Tyas menegaskan bahwa pola pembinaan Pegadaian dilakukan secara konsisten dan berjenjang. Setiap agen, termasuk Amir, mendapatkan pendampingan ketat dari tim cabang dan area, sehingga setiap kendala bisa diselesaikan dengan cepat.

Pegadaian juga memberikan dukungan komprehensif, mulai dari branding, materi promosi, hingga tools penjualan digital agar agen bisa lebih mudah menjangkau nasabah. Selain itu, Amir juga aktif mengikuti pelatihan bersama agen lain. Forum seperti ini menjadi ruang untuk memperbarui wawasan produk dan berbagi pengalaman.

“Dengan pola pembinaan seperti ini, Mas Amir bisa makin percaya diri mengembangkan jaringan dan memperluas layanan ke masyarakat,” ujar Tyas.

Pegadaian menerapkan sistem pembinaan serupa kepada seluruh agen di berbagai daerah. Bentuk pembinaan dilakukan melalui beragam kegiatan seperti Gathering Agen, Sales Leadership Keagenan, dan forum sharing antaragen.

Selain itu, tim keagenan juga rutin melakukan kunjungan langsung ke lapangan untuk memastikan kualitas layanan tetap terjaga. “Dengan pola ini, setiap agen memiliki kesempatan yang sama untuk berkembang dan berprestasi, tidak peduli di mana mereka berada,” jelas Tyas.

Untuk menjaga konsistensi layanan, Pegadaian menerapkan sistem monitoring digital yang melacak seluruh transaksi setiap agen secara real-time. Evaluasi tidak berhenti di angka, tetapi juga dilakukan melalui supervisi lapangan rutin.

“Pendekatan ini memastikan agen-agen kami tetap menjaga standar pelayanan yang tinggi dan kredibilitas lembaga tetap terjaga,” ujar Tyas.

Ribuan Agen di Jateng-DIY

Hingga 2025, jumlah agen Pegadaian di wilayah Kanwil Jateng-DIY telah mencapai 15.276 agen, sedangkan secara nasional jumlahnya menembus lebih dari 260 ribu agen. Pegadaian menargetkan pertumbuhan 130% dalam beberapa tahun ke depan, terutama untuk memperluas jangkauan ke wilayah blank spot—daerah yang belum memiliki akses layanan keuangan formal.

“Target ini bagian dari komitmen kami memperkuat inklusi keuangan dan memastikan masyarakat di semua lapisan bisa mengakses layanan Pegadaian dengan mudah,” kata Tyas.

Pegadaian juga memberikan beragam bentuk apresiasi kepada agen berprestasi seperti Amir. Setiap agen dinilai melalui sistem leveling, di mana semakin tinggi levelnya, semakin besar pula benefit yang diterima. Ada pula reward tambahan fee, serta program apresiasi khusus seperti perjalanan ke luar negeri dan reward Umrah bagi agen terbaik nasional.

“Tahun 2024 kami mengadakan Gathering Agen Nasional di Surabaya yang diikuti 50 agen terbaik se-Indonesia. Mas Amir bahkan masuk nominasi di ajang bergengsi ini, dan di 2025 beliau dikunjungi langsung oleh seluruh tim Sales Channel dari berbagai wilayah,” ungkap Tyas.

Untuk memperluas jangkauan layanan, Pegadaian menjalankan strategi ekspansi berbasis data. Tahap pertama dilakukan mapping wilayah blank spot, diikuti program “Agen Get Agen”, di mana agen yang sudah aktif dapat merekomendasikan calon agen baru. Selain itu, kolaborasi dijalin dengan tokoh masyarakat, UMKM, dan koperasi, agar ekosistem keuangan mikro semakin hidup.

“Strateginya dua arah: offline dan online. Offline lewat kemitraan langsung di lapangan, sedangkan online lewat digitalisasi sistem agar masyarakat bisa mengakses layanan Pegadaian lebih cepat dan praktis,” tutur Tyas.

Program Agen Pegadaian kini bukan sekadar layanan transaksi keuangan, tetapi strategi jitu untuk mendorong literasi finansial hingga pelosok negeri. Menurut Dr. Yanuar Rachmansyah, pakar ekonomi dari STIE Bank BPD Jateng, kehadiran Agen Pegadaian di luar kantor resmi ibarat membawa “ATM dan kelas finansial” langsung ke halaman masyarakat.

“Mereka jadi punya akses mudah untuk mulai menabung emas tanpa perlu ribet ke kantor cabang,” ujarnya. Dampaknya terasa nyata — masyarakat yang semula takut berhubungan dengan lembaga formal kini mulai melek finansial dan percaya diri menabung.

Yanuar menilai, kehadiran Agen Pegadaian di daerah-daerah adalah bentuk nyata inklusi keuangan. Di banyak wilayah yang jauh dari bank dan minim akses internet, berbagai layanan dari Pegadaian menjadi jembatan keuangan (financial bridge) bagi warga.

“Produk emas itu mudah dimengerti dan dipercaya, karena emas adalah mata uang universal yang nilainya diakui di mana saja,” katanya. Strategi ini membuat masyarakat yang sebelumnya terisolasi bisa ikut terhubung dalam sistem keuangan nasional tanpa merasa takut atau rumit.

Berdasarkan hasil Survei Nasional Literasi dan Inklusi Keuangan (SNLIK) 2025 yang dirilis Otoritas Jasa Keuangan (OJK) bersama Badan Pusat Statistik (BPS), indeks literasi keuangan nasional mencapai 66,46 persen, sementara inklusi keuangan naik menjadi 80,51 persen. Angka ini meningkat dibandingkan hasil survei tahun 2024 yang mencatat literasi 65,43 persen dan inklusi 75,02 persen.

Survei yang dilakukan di 34 provinsi dan 120 kota/kabupaten dengan melibatkan 10.800 responden pada 22 Januari sampai 11 Februari 2025 itu menggambarkan peningkatan kesadaran masyarakat terhadap manfaat layanan keuangan formal. Namun, di daerah pedesaan, indeks literasi dan inklusi masih lebih rendah, masing-masing 59,6 persen dan 75,7 persen, menunjukkan masih perlunya optimalisasi peran agen-agen keuangan akar rumput.

Program seperti Agen Pegadaian, nabung emas digital, dan kelas literasi keuangan sekolah menjadi ujung tombak peningkatan pemahaman finansial di lapisan masyarakat bawah. “Program agen Pegadaian ini adalah gerbong utama dalam meningkatkan literasi keuangan Indonesia. Arah kebijakan sudah tepat, tinggal diperluas jangkauannya dan diperkuat kolaborasinya agar manfaatnya benar-benar dirasakan hingga ke akar rumput.”

 

 

 

Editor : Enih Nurhaeni

Follow Whatsapp Channel iNews untuk update berita terbaru setiap hari! Follow
Lihat Berita Lainnya
iNews.id
iNews Network
Kami membuka kesempatan bagi Anda yang ingin menjadi pebisnis media melalui program iNews.id Network. Klik lebih lanjut