JAKARTA - KH Abdurrahman Wahid (Gus Dur), merupakan salah satu tokoh yang mempunyai andil sangat besar dalam memberikan spirit kemanusiaan di tanah Papua dari segala bentuk diskriminasi, marjinalisasi, dan krisis di segala bidang.
Menurut keterangan seorang santri Gus Dur asal Kudus, Nuruddin Hidayat (2018), pada 30 Desember 1999 atau tepat dua bulan sepuluh hari setelah dilantik menjadi Presiden keempat RI, Gus Dur berkunjung ke Irian Jaya. Ada dua tujuan, yaitu untuk berdialog dengan berbagai elemen di Papua dan melihat matahari terbit pertama milenium kedua tanggal 1 Januari 2000 pagi.
BACA JUGA:
Aksi 11 April, Mahfud MD ke Aparat: Tidak Boleh Ada Kekerasan, Tidak Bawa Peluru Tajam
Pada 30 Desember 1999 dimulai jam 8 malam dialog dengan berbagai elemen dilakukan di gedung pertemuan Gubernuran di Jayapura. Meskipun dengan cara perwakilan, tetapi banyak sekali yang datang karena penjagaan tidak ketat.
Gus Dur mempersilakan mereka berbicara terlebih dulu, dari yang sangat keras dengan tuntutan merdeka dan tidak mempercayai lagi pemerintah Indonesia hingga yang memuji tapi dengan berbagai tuntutan.
BACA JUGA:
1.000 Mahasiswa Besok Kepung Istana Negara, Ini Pesan Mabes Polri
Selanjutnya Presiden berbicara merespons mereka. Banyak hal ditanggapi, tetapi yang penting ini, "Saya akan mengganti nama Irian Jaya menjadi Papua," katanya.
“Alasannya?”
"Pertama, nama Irian itu jelek," kata Gus Dur seperti dilansir dari nu.or.id.
"Kata itu berasal dari bahasa Arab yang artinya telanjang. Dulu ketika orang-orang Arab datang ke pulau ini menemukan masyarakatnya masih telanjang, sehingga disebut Irian."
Gus Dur lalu melanjutkan, "kedua, dalam tradisi orang Jawa kalau punya anak sakit-sakitan, sang anak akan diganti namanya supaya sembuh. Biasanya sih namanya Slamet. Tapi saya sekarang ganti Irian Jaya menjadi Papua."
BACA JUGA:
Sadis! Gangster Bacok Warga saat Tunggu Sahur di Pos Ronda
Seorang Antropolog bahasa Melanesia mencari asal-usul kata Irian yang diceritakan Gus Dur, tapi tidak pernah menemukannya (kalau tidak ketemu, tidak berarti tidak ada kan? Ini benar-benar cara Gus Dur memecahkan masalah rumit dan besar seperti masalah Papua dengan humor.
Sohibul riwayah, Ahmad Suaedy menduga mengapa Gus Dur menggunakan alasan bahasa Arab dan tradisi Jawa? Gus Dur mencoba "menenangkan" hati orang-orang Islam dan orang-orang Jawa yang berpotensi melakukan protes.
BACA JUGA:
Ungkap Fakta! Video Klitih di Klaten Kasus Lama, Admin IG Minta Maaf
Selain hormat dengan teladan, prinsip, dan keberanian Gus Dur, Manuel Kaisiepo (2017) memiliki cerita. Menteri Negara Percepatan Kawasan Timur Indonesia era Presiden Megawati itu mengisahkan, ketika Kongres Rakyat Papua akan diselenggarakan, maka Gus Dur menyetujui kongres tersebut dilaksanakan.
Ketika kongres itu mau diadakan, semua orang protes. Itu separatis. Tetapi presiden (Gus Dur) menyetujui kongres itu diadakan. Bahkan, Gus Dur juga akan membantu terselenggaranya acara kongres tersebut, yaitu dengan memberikan bantuan pendanaan. Ini langkah Gus Dur yang dianggapnya nyeleneh, lain daripada yang lain.
BACA JUGA:
Istri Komedian Sapri Menikah Lagi, Adik Ipar Kecewa Berat
Saat Gus Dur menemui kelompok separatis tersebut, banyak orang yang protes dan mengira bahwa Gus Dur menyetujui keberadaan mereka. Gus Dur menegaskan bahwa semua yang ada di Papua adalah saudara-saudara dirinya, saudara sebangsa dan sesama manusia. Hal ini dilakukan Gus Dur tak lain untuk membangun kepercayaan masyarakat Papua kepada pemerintah.
Editor : M Taufik Budi Nurcahyanto