Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) sebelumnya telah meloloskan mereka untuk mengikuti Pemilu 2024 tanpa ada keberatan hukum terkait status mereka sebagai TPP.
Sekretaris DPP APMDN, Nurul Hadi, menegaskan bahwa pihaknya telah mengirimkan surat kepada DPR RI, Ombudsman RI, dan Kantor Staf Presiden (KSP). Mereka meminta agar Menteri Desa dipanggil untuk dimintai penjelasan dan pertanggungjawaban atas kebijakan ini.
“Kemudian, mengembalikan mekanisme/proses perpanjangan kontrak kerja TPP Tahun 2025 sesuai mekanisme yang diatur dalam peraturan maupun keputusan Menteri Desa,” katanya.
Selain itu, DPP APMDN juga meminta dilakukan audit forensik terhadap aplikasi perpanjangan kontrak TPP 2024. Tujuannya adalah untuk mengetahui apakah mereka yang tidak masuk dalam SK TPP 2025 memang tidak memenuhi syarat atau ada kesalahan dalam proses seleksi.
“Karena bagi yang tidak masuk SK 2025, tidak diberikan hak klarifikasi, kecuali untuk wilayah Papua dan Maluku,” ungkap Nurul.
Sementara itu, Wakil Menteri Desa (Wamendes), Ahmad Riza Patria, mengatakan, lembaganya tengah menindaklanjuti dugaan PHK sepihak Pendamping Desa atau Tenaga Pendamping Profesional (TPP) oleh Kementerian Desa dan Pembangunan Daerah Tertinggal. Meski demikian, ia enggan menjawab alasan tindakan PHK sepihak tersebut.
Riza hanya mengatakan tindak lanjut masalah tersebu tengah ditangani Direktorat Jenderal Pembangunan Desa dan Perdesaan (Dirjen PDP) Kementerian Desa. Ia juga enggan menjelaskan tindak lanjut yang dilakukan oleh Dirjen PDP terkait kasus tersebut.
Editor : Enih Nurhaeni
Artikel Terkait