Kecerdasannya sudah terlihat sejak kecil. Pendidikannya di SR yang umumnya enam tahun bisa dia selesaikan selama lima tahun. Buya Syafii menyelesaikan pendidikan di SR pada tahun 1947 namun tidak mendapat ijazah karena terjadi perang revolusi kemerdekaan.
Sayang karena beban ekonomi, Buya Syafii tidak dapat meneruskan sekolahnya selama beberapa tahun. Dia baru bisa kembali bersekolah pada tahun 1950 di Madrasah Muallimin Muhammadiyah di Balai Tangah, Lintau. Di sana, dia menempuh pendidikan sampai kelas tiga.
Buya Syafii kemudian mulai merantau ke Jawa pada 1953 atau saat usianya baru 18 tahun. Bersama dua adik sepupunya, yakni Azra'i dan Suward, ia diajak belajar ke Yogyakarta oleh M. Sanusi Latief.
BACA JUGA:
Begini Perawatan Motor Usai Terendam Banjir Rob 1,5 Meter di Semarang
Menempuh jalan berliku, Buya Syafii akhirnya bisa menempuh pendidikan di Madrasah Muallimin. Setelah lulus dia aktif dalam organiasi kepanduan Hizbul Wathan dan pernah menjadi pemimpin redaksi majalah Sinar, sebuah majalah pelajar Muallimin di Yogyakarta.
Dalam usia 21 tahun, tidak lama setelah tamat, ia berangkat ke Lombok memenuhi permintaan Konsul Muhammadiyah dari Lombok untuk menjadi guru. Sesampai di Lombok Timur, ia disambut oleh pengurus Muhammadiyah setempat, lalu menuju sebuah kampung di Pohgading tempat ia ditugaskan sebagai guru.
Setelah setahun lamanya mengajar di sebuah sekolah Muhammadiyah di Pohgading, sekitar bulan Maret 1957, dalam usia 22 tahun, ia mengunjungi kampung halamannya, kemudian kembali lagi ke Jawa untuk melanjutkan pendidikan ke perguruan tinggi di Surakarta dan masuk ke Universitas Cokroaminoto dan memperoleh gelar sarjana muda pada tahun 1964.
BACA JUGA:
Perampok Konyol Terjebak Dalam Mobil yang Dirampok, Korban Teriak-Teriak
Editor : M Taufik Budi Nurcahyanto
Artikel Terkait