Bank sampah yang dipimpinya juga ada penangkaran magot. Bibitnya dari DLH Kota Semarang pada 2021 lalu, kini ia kembangkan untuk pangan lele, meski belum mendapatkan keuntungan dari magot secara ekonomi.
“Ya pendapatan dari jual sampah kadang Rp 800 ribu, kadang juga Rp 1,2 juta. Jualnya juga hanya tiap sabtu dan minggu saja,” jelasnya.
Ia berharap agar bank sampah yang ia rintis dapat menginspirasi Desa lain agar ikut andil dalam penanganan sampah di lingkungan sekitar.
Guru Besar Teknik Lingkungan Universitas Diponegoro Semarang Prof. Dr. Ir. Syafrudin CES., M.T mengatakan, sumber persoalan sampah berasal dari pola pemilahan dari tingkat rumah tangga yang tidak baik.
"Masyarakat masih membuang sampah sembarangan dan juga tingkat pelayanan sampah yang terbatas. Maka paradigma dan perilaku masyarakat perlu dirubah," kata Syafrudin dalam diakusi media bertajuk ‘Manusia Berdaya, Berdayakan Sampah’ di balai Kelurahan Polaman, Kecamatan Mijen, Kamis, 10 November 2022.
Menurutnya, sudah saatnya masyarakat memilah sampah-sampah yang diproduksi oleh dirinya sendiri. Dengan demikian, selain mengurangi beban, dapat meningkatkan perekonomian.
Permasalahan sampah sudah diatur dalam dalam Undang-undang Nomor 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah dijelaskan bahwa "setiap orang wajib mengurangi dan menangani sampah dengan cara yang berwawasan lingkungan".
Editor : M Taufik Budi Nurcahyanto