JAKARTA, iNewsJoglosemar.id - Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbud Ristek), ParagonCorp, dan Universitas Gadjah Mada (UGM) akan berkolaborasi dengan Massachusetts Institute of Technology (MIT) untuk membangun ekosistem inovasi di Indonesia.
Agenda program ini disampaikan langsung pada acara diskusi “Innovation Ecosystem in Indonesia: the MIT REAP Framework” yang diselenggarakan di Gedung D Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Jakarta.
Acara ini turut dihadiri oleh Prof. Ir. Nizam (Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi, Riset dan Teknologi Kemendikbud Ristek), Salman Subakat (CEO Paragon Technology and Innovation), Shari Loessberg (Senior Lecturer MIT Sloan School of Management), dan Marina Kusumawardhani (Main Organizer & Harvard Graduate).
Dalam pemaparannya Prof. Ir. Nizam menyampaikan bahwa program ini merupakan sebuah gebrakan baru karena pemerintah menggunakan multistakeholder approach dalam membangun suatu ekosistem inovasi.
"Pendekatan ini akan melibatkan kolaborasi banyak pihak: universitas, pemerintah dan swasta bersama-sama. Biasanya kita bekerja sendiri-sendiri, tapi sekarang kita mencoba membangun ekosistem inovasi bersama-sama.”
Adapun program ini diadakan untuk mencapai visi Indonesia Maju. Indonesia membutuhkan inovasi teknologi yang hanya dapat dicapai dengan pendekatan ekosistem.
“Dan untuk ini, kami berniat untuk belajar dari sumber yang terbaik: MIT (Massachusetts Institute of Technology), yang telah berpengalaman selama puluhan tahun dalam membangun ekosistem inovasi di tujuh puluh negara. Kami mencoba mengaplikasikan MIT REAP Framework untuk menciptakan ekosistem inovasi di Indonesia,” ujar Marina Kusumawardhani.
Sebagai perwakilan dari swasta dalam acara ini, Salman Subakat juga menceritakan pengalamannya ketika membangun ekosistem di Paragon. Menurut Salman Subakat, Paragon sebetulnya sudah menjadi perusahaan berbasis ekosistem sejak berpuluh-puluh tahun yang lalu.
“Ekosistem adalah rahasia kesuksesan Paragon sehingga mampu mengalahkan market share perusahaan-perusahaan biotech dan kosmetik dari luar negeri."
Lebih lanjut, Salman Subakat juga menyampaikan bahwa Paragon sangat setuju dengan pemaparan MIT di mana framework harus disesuaikan dengan budaya masyarakat setempat.
"Namun tentunya pengalaman MIT tersebut harus dapat disesuaikan dengan konteks Indonesia karena berdasarkan pengalaman Paragon, ada banyak yang harus diatasi secara spesifik untuk kasusnya di Indonesia,” ujar Salman Subakat.
Lantas, framework seperti apa yang ditawarkan MIT untuk mengatasi masalah-masalah yang berkaitan dengan ekosistem Inovasi? Shari Loessberg, Senior Lecturer MIT Sloan yang menjadi tamu utama di acara ini, memaparkan hal-hal yang paling penting untuk membangun ekosistem inovasi di suatu negara. Menurutnya, hal paling utama adalah kerjasama antara pemangku kepentingan di sebuah negara dan swasta yang kuat, dalam menjadi perintis pembangunan ekosistem inovasi.
"Tetapi yang menarik, sebetulnya yang paling penting dalam membangun ekosistem inovasi itu adalah mindset orang-orangnya, bukanlah uang atau resource. Dan itu harus ditanyakan masing-masing bangsa ke dirinya sendiri, karena memang tergantung budaya yang ada di negara itu. Apakah mau ber-mindset kolaborasi dan kerjasama antar sektor, atau tidak peduli dan jalan sendiri-sendiri saja dengan ego sektoral? Tentunya semua sektor harus berkolaborasi agar ekosistem inovasi yang diharapkan dapat tercipta," ujar Shari Loessberg.
Selain berdiskusi, para pembicara juga mengungkapkan rencana untuk kerja sama lebih lanjut antara MIT dengan aktor-aktor di Indonesia melalui program MIT REAP selama dua tahun. Dalam dua tahun ini, para peserta akan diajak untuk berkolaborasi bersama untuk membangun ekosistem inovasi di Indonesia. Kemendikbud Ristek dan ParagonCorp berharap, program yang dilaksanakan bersama-sama dan melibatkan banyak pihak ini dapat menghasilkan gebrakan ekosistem inovasi di Indonesia dan mampu mencapai visi Indonesia Maju seperti yang dicita-citakan.
Editor : M Taufik Budi Nurcahyanto