DEMAK, iNewsJoglosemar.id - Warung Kepala Manyung ‘Jenderal’ di Karangawen, Demak, memiliki daya tarik tersendiri. Tidak hanya menyajikan hidangan kepala ikan manyung yang dikenal gurih dan pedas, tetapi juga beroperasi dengan cara-cara khusus.
Tak sekadar tempat makan, Warung Kepala Manyung ‘Jenderal’ membawa filosofi unik dalam setiap hidangan yang disajikannya. Sumami, sang pemilik warung, meyakini bahwa keberhasilan sebuah usaha kecil bukan hanya tergantung pada rasa dan pelayanan, tetapi juga pada efisiensi dalam operasional sehari-hari. Inilah yang mendorongnya untuk beralih menggunakan gas nonsubsidi demi menjaga kualitas memasak yang konsisten.
Warung ini menarik perhatian berkat komitmen Sumami dalam menyajikan rasa autentik yang diimbangi dengan inovasi penggunaan energi. Alih-alih memilih gas bersubsidi yang sering kali membutuhkan pergantian tabung berulang, Sumami memilih gas nonsubsidi. Dengan menggunakan gas nonsubsidi, ia bisa mengurangi frekuensi penggantian tabung, sehingga memasak menjadi lebih lancar dan stabil.
Kepala ikan manyung yang menjadi menu andalan warung ini disajikan dalam porsi besar. Daging ikan yang tebal dan lembut berpadu sempurna dengan bumbu rempah yang menyelimuti, menjadikan setiap suapan memberikan pengalaman rasa yang khas dan mendalam. Penggunaan rempah tradisional, seperti cabai, bawang merah, bawang putih, kunyit, dan lengkuas, menciptakan perpaduan rasa gurih dan pedas yang disukai oleh banyak pengunjung.
Bagi sebagian pelanggan, menikmati kepala manyung di warung ini bagaikan sebuah ritual tersendiri. Banyak yang merasa bahwa rasa autentik dan pedas yang menyengat lidah menjadi daya tarik utama warung ini. Salah satu pelanggan setia, Neng Nena, asal Tangerang Banten, mengungkapkan bahwa hidangan Kepala Manyung ‘Jenderal’ ini adalah sajian yang selalu dirindukan setiap kali ia mengunjungi Demak.
"Setiap kali berkunjung ke sini, rasa dan kualitas masakannya selalu konsisten," ujar Neng Nena.
Harga yang ditawarkan pun cukup terjangkau, berkisar antara Rp20.000 hingga Rp60.000 per porsi. Setiap hidangan disajikan bersama nasi hangat dan pilihan minuman yang menyegarkan. Dengan harga yang ramah di kantong ini, pengunjung bisa menikmati sajian kuliner yang lezat tanpa harus merogoh kocek terlalu dalam. Hal ini membuat warung Sumami semakin populer di kalangan masyarakat dari berbagai latar belakang, mulai dari mahasiswa, pekerja, hingga pejabat daerah yang ingin merasakan sensasi pedas khas kepala manyung.
Dukungan yang diberikan Pertamina melalui program pembinaan UMKM turut mendorong perkembangan warung Sumami. Sebagai bagian dari program yang bertujuan untuk mendukung UMKM lokal, Pertamina membantu warung ini dengan edukasi terkait penggunaan energi yang lebih efisien. Hal ini membantu Sumami dalam mengelola usahanya dengan lebih baik, sehingga bisa terus tumbuh di tengah persaingan ketat di industri kuliner.
“Gas nonsubsidi memang lebih mahal, tapi saya merasakan keuntungannya karena tidak perlu sering-sering mengganti tabung, yang tentunya menghemat waktu dan tenaga,” terang Sumami, Selasa (24/9/2024).
Keputusan untuk beralih dari LPG bersubsidi ke gas nonsubsidi diambil dengan berbagai pertimbangan. Sumami menyadari bahwa di balik kenyamanan menggunakan LPG bersubsidi, ada risiko tekanan gas yang tiba-tiba turun atau habis di tengah pengolahan hidangan.
Hal ini terutama penting dalam bisnis kuliner yang membutuhkan aliran energi yang stabil dan konsisten agar kualitas makanan tetap terjaga. Penggunaan gas nonsubsidi ini juga membantu menjaga kualitas hidangan yang disajikan, karena proses memasak dapat berlangsung secara kontinu tanpa terputus.
“Kini saya pakai 3 tabung LPG 5,5 kilogram yang warna pink, justru malah lebih irit dibanding dengan yang hijau (LPG bersubsidi). Saya bersama enam karyawan juga tak perlu gonta-ganti tabung LPG melon (bersubsidi), seperti jika menggunakan ukuran tabung 3 kilogram,” terangnya.
Penggunaan gas nonsubsidi ini juga memungkinkan Sumami untuk memperbesar skala produksi tanpa mengalami kendala penggantian tabung yang lebih sering. Dengan aliran gas yang stabil, ia bisa mengolah kepala manyung dalam jumlah besar setiap harinya, terutama pada jam-jam ramai di akhir pekan dan hari libur.
Dalam sebulan, Warung Kepala Manyung ‘Jenderal’ dapat menyajikan ratusan porsi hidangan kepala manyung, sebuah angka yang mengesankan untuk ukuran sebuah UMKM. Stabilitas gas nonsubsidi memastikan bahwa setiap hidangan disajikan dengan kualitas yang sama, bahkan saat permintaan tinggi.
Selain itu, penggunaan gas nonsubsidi membantu Sumami untuk mengurangi risiko yang kerap dihadapi pengguna LPG bersubsidi, seperti keterlambatan pasokan atau kelangkaan gas bersubsidi di pasar. Kondisi seperti ini bisa sangat merugikan usaha kecil, terutama jika terjadi di hari-hari ramai.
Dengan beralih ke gas nonsubsidi, Sumami memiliki akses yang lebih pasti terhadap pasokan gas, sehingga operasi warungnya bisa berjalan tanpa hambatan. Ini tentu menjadi nilai tambah yang signifikan, terutama mengingat banyak pelanggan yang telah datang jauh-jauh dari berbagai kota demi menikmati hidangan khas kepala manyungnya.
Subsidi Dialihkan
Pakar ekonomi dari Universitas Diponegoro (Undip), Esther Sri Astuti, mengungkapkan bahwa langkah UMKM seperti Warung Kepala Manyung 'Jenderal' yang berani beralih ke penggunaan gas nonsubsidi merupakan contoh konkret dari kesadaran mandiri dalam pengelolaan energi. Menurut Esther, keputusan untuk menggunakan gas nonsubsidi, menunjukkan bahwa UMKM ini mampu beroperasi tanpa mengandalkan subsidi pemerintah yang sebenarnya diperuntukkan bagi masyarakat ekonomi lemah.
"UMKM seharusnya memiliki pemahaman yang lebih mendalam mengenai peruntukan subsidi. Subsidi LPG 3 kilogram, misalnya, memang dikhususkan untuk masyarakat miskin yang benar-benar membutuhkan bantuan tersebut. Namun, ketika UMKM yang sudah berkembang menggunakan gas nonsubsidi, ini bukan hanya tindakan yang bijak secara ekonomi, tetapi juga merupakan bentuk dukungan terhadap kebijakan subsidi yang lebih tepat sasaran," jelas Esther.
Lebih lanjut, ia menambahkan bahwa langkah seperti ini juga akan berdampak positif bagi anggaran negara. Saat UMKM yang tergolong sudah mandiri dalam operasionalnya berhenti menggunakan LPG bersubsidi, anggaran subsidi tersebut dapat dialihkan ke sektor lain yang lebih mendesak, seperti bantuan untuk pendidikan, kesehatan, atau program bantuan bagi masyarakat dengan tingkat kemiskinan tinggi. Dengan begitu, subsidi benar-benar dirasakan oleh kelompok yang paling membutuhkan.
"Selain dari sisi ekonomi, UMKM yang sadar untuk tidak menggunakan gas subsidi juga membantu mengurangi ketergantungan masyarakat pada sumber daya yang terbatas. Ini menjadi langkah penting dalam menciptakan lingkungan bisnis yang lebih berkelanjutan. Pemerintah juga perlu mendorong kebijakan yang lebih ramah bagi UMKM yang berinisiatif menggunakan energi nonsubsidi," tambah Esther.
Ia menekankan bahwa pemerintah dapat mengembangkan kebijakan yang memberikan apresiasi atau insentif bagi UMKM yang berinisiatif menggunakan energi nonsubsidi. Misalnya, akses lebih mudah pada program pendanaan dan pelatihan. Langkah ini, menurutnya, akan semakin mendorong UMKM untuk berperan aktif dalam pengelolaan energi yang lebih efisien dan berkelanjutan.
"UMKM yang sadar diri dan bertanggung jawab dalam pemanfaatan energi merupakan modal penting bagi ekonomi nasional. Langkah kecil seperti ini akan berdampak besar jika diikuti oleh lebih banyak pelaku usaha kecil lainnya. Harapan kami adalah terciptanya ekosistem bisnis yang tidak hanya menguntungkan secara finansial bagi pelaku usaha, tetapi juga berkontribusi terhadap stabilitas ekonomi secara keseluruhan," ujar Esther.
Pemerintah sendiri, menurut Esther, perlu melakukan sosialisasi yang lebih masif mengenai peruntukan subsidi energi, agar masyarakat lebih memahami tujuan dan batasan dari program subsidi tersebut. Dengan pemahaman yang baik, diharapkan masyarakat dan pelaku usaha bisa bersama-sama mendukung kebijakan subsidi yang lebih tepat guna.
"Subsidi BBM dan LPG sebaiknya lebih difokuskan pada masyarakat dengan ekonomi rendah, sementara anggaran yang dihemat dari subsidi bisa dialokasikan ke sektor-sektor yang memiliki dampak jangka panjang, seperti pendidikan dan kesehatan," tegasnya.
Esther berharap, langkah yang diambil oleh Warung Kepala Manyung ‘Jenderal’ ini dapat menjadi inspirasi bagi UMKM lain untuk lebih mandiri dalam operasionalnya dan tidak lagi bergantung pada subsidi pemerintah. Menurutnya, dengan semakin banyaknya UMKM yang beralih ke gas nonsubsidi, ketahanan energi nasional akan semakin kuat dan tidak rentan terhadap fluktuasi harga energi global yang seringkali menjadi tantangan bagi perekonomian negara.
Gencar Sidak
Sesuai Perpres 104/2007 & 38/2019, LPG 3 kilogram adalah untuk rumah tangga miskin, usaha mikro, petani sasaran (petani kecil), dan nelayan sasaran (nelayan kecil). Dalam Surat Edaran Dirjen Migas no B-2461/MG.05/DJM/2022, usaha yang dilarang membeli adalah restoran, hotel, peternakan, pertanian (di luar petani sasaran), tani tembakau, jasa las, batik, dan binatu (laundry).
"Pertamina Patra Niaga termasuk Regional Jawa Bagian Tengah terus berkomitmen untuk memastikan kelancaran penyaluran LPG 3 kg ke masyarakat,” ujar Executive General Manager (EGM) PT Pertamina Patra Niaga Regional Jawa Bagian Tengah, Aribawa, Jumat (13/9/2024).
Harga Eceran Tertinggi (HET) LPG 3 kilogram yang ditetapkan melalui Surat Keputusan Gubernur Jawa Tengah Nomor 540/20 tahun 2024 adalah Rp18.000 per tabung. Sebelumnya Rp15.500 per tabung berdasarkan Surat Keputusan Gubernur Jawa Tengah Nomor 541/15 tahun 2015.
HET yang ditetapkan Gubernur tersebut merupakan di tingkat pangkalan, bukan di pengecer, toko, atau warung kelontong non-pangkalan. Identitas pangkalan resmi adalah ada papan nama pangkalan LPG 3 kilogram.
PT Pertamina Patra Niaga Regonal JBT juga gencar memastikan ketersediaan LPG 3 kilogram tersedia untuk masyarakat, dengan melakukan inspeksi mendadak (sidak). Sidak dilakukan bersama Dinas Perdagangan Kota Semarang serta Himpunan Wiraswasta Nasional Minyak dan Gas Bumi (Hiswana Migas) ke sejumlah pangkalan, warung makan, dan usaha mikro di Kota semarang.
"Memastikan dan memonitor kondisi lapangan terkait dengan ketersediaan LPG 3 kilogram di lapangan dan memastikan pangkalan menjual sesuai dengan Harga Eceran Tertinggi (HET) yang telah ditetapkan oleh pemerintah," ujarnya.
Aribawa menambahkan saat sidak ke lapangan juga memastikan pangkalan mematuhi HET yang telah ditetapkan oleh pemerintah serta pencatatan digital untuk pangkalan melalui sistem Merchant Apps Pertamina (MAP). Aplikasi MAP ini untuk mempermudah pangkalan melakukan pendataan secara digital siapa saja dan berapa konsumsi LPG 3 kilogram.
Naik Kelas
PT Pertamina Patra Niaga Regional Jawa Bagian Tengah juga menunjukkan komitmennya dalam memberdayakan usaha mikro kecil dan menengah (UMKM). Di antaranya melalui program UMK Academy 2024 di Jawa Tengah dan Daerah Istimewa Yogyakarta. Kegiatan ini dimulai dengan kick off pada awal Juni (7/6) kemudian ditutup dengan diskusi dan konsultasi usaha melalui daring pada Rabu (31/7).
"Tujuan utama dari UMK Academy adalah untuk memberikan pelatihan dan keterampilan yang dapat meningkatkan pengetahuan para pelaku UMK,” kata Area Manager Communication, Relations, and Corporate Social Responsibility PT Pertamina Patra Niaga Regional Jawa Bagian Tengah, Brasto Galih Nugroho.
“Kami ingin membantu mereka memperkuat ilmu yang sudah dimiliki dan memberikan pembaruan pengetahuan terkait pengelolaan finansial, produksi, pemasaran, dan pelayanan pelanggan," lanjutnya.
Ia menjelaskan Pertamina UMK Akademy tahun 2024 yang diikuti 133 peserta berbeda dengan UMK Academy tahun sebelumnya. Peserta UMK Academy sebelumnya hanya dari mitra binaan Pertamina, namun tahun ini juga diikuti mitra binaan Pertamina dan non-mitra binaan Pertamina atau umum.
“Program ini dilaksanakan melalui dua fase yaitu UMK Academy skala regional dan skala nasional, di mana UMKM yang aktif dan memenuhi kriteria akan berkesempatan untuk melanjutkan ke tahap nasional,” tambah Brasto.
Pada UMK Academy skala regional di Jawa Tengah dan Daerah Istimewa Yogyakarta, telah berlangsung 8 kali kelas yang diisi dengan pelatihan dan pendampingan. Semuanya berbasis pada empat kurikulum pengembangan utama yaitu Go Modern, Go Digital, Go Online, dan Go Global.
Melalui pendekatan yang lebih bijak dalam pemanfaatan sumber daya energi, UMKM diharapkan bisa menjadi bagian dari solusi untuk ketahanan energi nasional. Di sisi lain, mereka juga membantu mengurangi beban pemerintah dalam penyediaan subsidi energi, sehingga anggaran yang dialokasikan dapat lebih berfokus pada upaya meningkatkan kualitas hidup masyarakat yang benar-benar memerlukan bantuan langsung.
Editor : Enih Nurhaeni