Pujasera Energi, Pusat Kuliner yang Hidup dari Sinar Matahari
SEMARANG, iNewsJoglosemar.id - Udara sore di pesisir Kota Semarang terasa hangat dan asin oleh embusan angin laut. Tepat di samping kantor Lurah Tambakharjo, Kecamatan Semarang Barat, berdiri deretan lapak kuliner yang kini menjadi ikon energi bersih.
Di depannya terhampar lapangan sepak bola dan voli yang setiap sore hingga magrib ramai oleh warga. Usai berolahraga, mereka biasa menepi ke Pujasera Energi, melepas lelah sambil menikmati makanan pesisir — ditemani cahaya lampu yang seluruhnya bersumber dari tenaga surya.
Tak ada lagi dengung mesin genset. Tak ada asap pembakar BBM. Udara pesisir yang hangat kini bersih dari polusi bunyi dan gas. Di sinilah berdiri Pujasera Energi, bagian dari Desa Energi Berdikari Pertamina yang dikelola Koperasi Pemasaran Pertaharjo Energi Sejahtera.
Sejak tahun 2022, kawasan Kampung Pesisir Tambakharjo, Kota Semarang, mulai dikenal sebagai laboratorium hidup energi hijau berbasis komunitas. Di area ini, PT Pertamina Patra Niaga melalui Depot Pengisian Pesawat Udara (DPPU) Ahmad Yani meluncurkan program Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan (TJSL) berupa pemasangan Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) dan Pembangkit Listrik Tenaga Bayu (PLTB) yang terintegrasi secara hybrid di Pusat Jajanan Serba Ada (Pujasera) Energi.
Proyek percontohan tersebut berjarak sekitar 3,7 kilometer dari Bandara Internasional Jenderal Ahmad Yani, menjadi simbol kolaborasi antara inovasi energi baru terbarukan dan pemberdayaan ekonomi warga pesisir.
“Dulu pernah menggunakan turbin dan panel surya untuk mengganti energi, dan sekarang semuanya beralih ke panel surya,” kata Dian Mayasari, anggota Koperasi Pertaharjo sekaligus tim event di Pujasera Energi, Senin (27/10/2025).
Menurutnya, PLTS hybrid PLTB kapasitas 3 kWh dipasang di halaman Pujasera Energi dan sempat menjadi ikon pusat kuliner tersebut. Namun, seriring waktu beberapa bagian konstruksi besi penyangga maupun turbin mulai berkarat hingga berderit keras ketika diterpa angin kencang.
“Karena lokasinya pas di depan sini, maka kadang kita dan pengunjung agak takut. Suaranya keras saat ada angin. Daerah sini kan besi-besi mudah sekali kena karat daerah pengaruh angin laut. Lalu dari kesepakatan dengan pihak Pertamina, akhirnya diganti panel surya semua,” jelasnya.
“Sejak enam bulan lalu diganti oleh Pertamina. Manfaatnya sangat banyak dan sangat membantu buat lapak-lapak Pujasera ini. Ada 7 lapak, dan fasilitas panggung biasa untuk live music atau acara ulang tahun,” ujarnya lagi.
Kini, setiap atap lapak dilengkapi sistem PLTS yang menghasilkan daya cukup untuk menyalakan lampu, kipas angin, hingga jaringan WiFi. Sementara konstruksi pembangkit energi sebelumnya telah dibongkar.
“Kalau waktu event-event itu kan dari siang sampai malam sekitar jam 9 baru ganti listrik PLN. Jadinya dari jam 9 sampai ke atas baru pakai listrik PLN. Artinya untuk pengeluaran pembayaran tagihan listrik pun sangat berkurang,” katanya.
Efeknya terasa langsung bagi para pedagang kecil. Pengeluaran bulanan untuk listrik turun drastis, memungkinkan mereka menekan harga jual tanpa mengorbankan keuntungan. Model pengelolaan di Pujasera Energi pun dibuat ringan dan gotong royong.
“Lapak-lapak di sini tidak disewa mahal, cuma membantu bayar listrik dan air. Jadi biayanya enggak sampai ratusan ribu per lapak. Setiap pekan Rp35 ribu, artinya tiap hari hanya perlu iuran Rp5 ribu. Jam operasional Pujasera ini mulai pagi sampai malam,” jelas Dian.
Dengan skema seperti itu, kawasan ini menjadi lebih dari sekadar pusat kuliner. Ia berkembang menjadi pusat ekonomi baru pesisir Semarang, tempat pelaku usaha mikro belajar, berinovasi, dan tumbuh bersama.
Salah satu pedagang, Jess, mengaku bergabung di Pujasera Energi karena ingin tetap produktif sambil mengurus anak. Ibu muda ini memilih berjualan pada sore hingga tengah malam.
“Saya dulu kerja, tapi setelah punya anak enggak bisa diem. Akhirnya jualan aja. Saya punya bakat masak, ikut zamannya anak muda sekarang—jualan seblak, bakaran, dan menu goreng-goreng,” katanya sambil tersenyum.
Jess mulai jualan pukul 15.00 WIB dan tutup sekitar pukul 23.00 WIB atau tengah malam, tergantung masih banyaknya pengunjung. Seluruh aktivitas dagang, dari penerangan hingga mesin blender, ditopang energi dari panel surya.
“Ada keuntungan sendiri sih, karena daya listrik PLN-nya enggak begitu banyak. Jadi bisa hemat banget. Kalau blender, kipas, lampu, charger HP, semuanya pakai panel surya,” ujarnya.
Menariknya, ketika daya dari panel surya habis, sistem otomatis beralih ke PLN tanpa gangguan berarti.
“Biasanya tuh kayak ada bunyi ‘ceklek’, mati sebentar terus nyala lagi. Itu artinya dayanya habis, pindah ke PLN,” jelas Jess.
Tak hanya soal listrik murah, Pujasera Energi juga menjadi wadah belajar. Jess mengaku banyak pelatihan diberikan oleh Pertamina dan beberapa universitas.
“Sering ada pelatihan UMKM, cara marketing, sampai kerja sama sama kampus. Banyak banget ilmunya, dari enggak bisa jadi bisa,” katanya.
Pelatihan itu termasuk sertifikasi PLTS di Ciracas, Jakarta, yang diikuti tim event lokal. Upaya ini menunjukkan bahwa proyek energi hijau bukan sekadar teknologi impor, tetapi transfer pengetahuan dan pemberdayaan masyarakat.
Editor : Enih Nurhaeni