PURWOREJO, iNewsJoglosemar.id – Debat pertama calon bupati dan wakil bupati Purworejo yang diselenggarakan Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kabupaten Purworejo, Jawa Tengah, memperlihatkan perbedaan program prioritas dari masing-masing pasangan calon (Paslon) di bidang kesehatan. Kedua Paslon memiliki visi untuk meningkatkan layanan kesehatan, namun dengan pendekatan dan fokus yang berbeda.
Paslon nomor urut 1, Yophi-Lukman, mengusung program bertajuk **“Nakes Sambang Warga”** yang bertujuan memperluas akses pelayanan kesehatan hingga ke pelosok masyarakat. Program ini diklaim sebagai upaya pencegahan, agar masyarakat bisa menjaga kesehatan sebelum harus mendapatkan perawatan intensif. Selain itu, Yophi-Lukman juga menegaskan komitmen untuk mendukung program pemerintah pusat, Universal Health Coverage (UHC), demi memastikan seluruh warga Kabupaten Purworejo mendapatkan jaminan kesehatan yang layak.
Sebaliknya, Paslon nomor urut 2, Yuli-Dion, berjanji untuk menyediakan layanan kesehatan gratis bagi seluruh warga yang memiliki KTP Purworejo. Dalam debat publik yang digelar di Ganeca Convention Hall, Dion mengungkapkan rencana menaikkan anggaran kesehatan secara signifikan, dari Rp43 miliar menjadi sekitar Rp80-85 miliar per tahun, sebagai dukungan terhadap program jaminan kesehatan gratis ini. “Sehat penduduke, kami akan memberikan jaminan kesehatan gratis bagi seluruh warga masyarakat Kabupaten Purworejo,” ujar Dion penuh optimisme.
Meski program ini menjadi salah satu andalan Paslon Yuli-Dion dalam berbagai kesempatan, kebijakan yang ditempuh oleh Yuli Hastuti, calon bupati nomor urut 2 sekaligus petahana, justru menuai sorotan publik. Pasalnya, sehari sebelum cuti kampanye, Yuli Hastuti menandatangani Peraturan Bupati (Perbup) Nomor 63 Tahun 2024 tentang Peninjauan Kembali Tarif Retribusi Daerah. Kebijakan ini mencakup kenaikan tarif layanan Puskesmas dan Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Tjitrowardojo, yang berlaku sejak 1 Oktober 2024.
Dalam peraturan tersebut, tarif layanan dasar di Puskesmas mengalami kenaikan signifikan, dari semula Rp10.500 menjadi Rp20.000, atau naik hampir 100 persen. Kebijakan ini menuai berbagai reaksi di kalangan masyarakat, khususnya bagi mereka yang menggunakan layanan mandiri tanpa bantuan asuransi BPJS.
Menurut akun Instagram Puskesmas Purworejo, tarif baru mulai diterapkan sejak awal bulan Oktober, dan sebagian warga menganggap kenaikan ini tidak sejalan dengan janji pelayanan kesehatan gratis yang disampaikan Paslon Yuli-Dion. Bungkus Dandung, warga Kelurahan Baledono, menyatakan kekecewaannya terhadap kebijakan tersebut. “Kalau saya ikut BPJS yang mandiri, bayar sendiri. Saya rasa kenaikan tarif Puskesmas segitu ya… tidak wajar, memberatkan. Kasihan bagi yang tidak mampu tapi tidak punya BPJS,” ujar Bungkus.
Sejalan dengan Bungkus, Gun, seorang tukang parkir di Pasar Baledono, menyampaikan ketidakpuasannya terhadap kenaikan tarif layanan kesehatan ini. Menurutnya, kebijakan kenaikan tarif yang mencakup Puskesmas, laboratorium, dan rumah sakit justru membebani masyarakat yang membutuhkan layanan kesehatan dasar. “Ya… katanya janji kesehatan gratis, lha ini kok malah tarif Puskesmas dinaikkan,” keluh Gun dengan nada kecewa.
Perbedaan antara janji kampanye dan kebijakan yang diterapkan selama masa jabatan Yuli Hastuti memunculkan pro dan kontra di kalangan warga. Meskipun Paslon Yuli-Dion berkomitmen menyediakan fasilitas kesehatan gratis, kebijakan yang baru saja diresmikan dianggap bertolak belakang dengan janji tersebut, menimbulkan polemik tersendiri bagi masyarakat Kabupaten Purworejo.
Debat ini tidak hanya menjadi ajang paparan program bagi kedua paslon, tetapi juga menjadi momen refleksi bagi masyarakat Purworejo untuk menilai kesesuaian janji kampanye dengan realitas kebijakan yang diterapkan.
Editor : Enih Nurhaeni