SEMARANG, iNewsJoglosemar.id - “Asa Luar Biasa” merupakan film dokumenter yang mengajak penonton untuk menyelami kehidupan para penyandang autisme di level orang dewasa. Melalui kisah empat anak dan orangtuanya, film ini memperlihatkan kehidupan orang dengan autisme serta tantangan yang mereka hadapi sehari-hari.
Kisah hidup penyandang autisme di Indonesia penuh dengan tantangan, ketabahan, dan keberanian. Meskipun ceritanya tidak selalu terdengar, mereka memiliki perjalanan hidup yang unik dan membanggakan.
Setiap individu dengan autisme memiliki cerita hidupnya sendiri. Beberapa mungkin mengalami kesulitan dalam berinteraksi sosial, komunikasi, atau menyesuaikan diri dengan lingkungan. Namun, mereka juga memiliki potensi dan bakat luar biasa.
Sebagian dari mereka mungkin telah menemukan cara untuk mengatasi hambatan-hambatan tersebut. Mereka bisa saja memiliki minat dan bakat spesifik dalam seni, musik, matematika, atau ilmu komputer. Dengan dukungan tepat dari keluarga, teman, dan masyarakat, mereka mampu mengembangkan potensi dan memberikan kontribusi berarti bagi lingkungan sekitar.
Sayangnya, para penyandang autisme di Indonesia sering kali menghadapi stigma dan diskriminasi. Namun, dengan semakin banyaknya kampanye edukasi dan peningkatan kesadaran masyarakat tentang autisme, peluang bagi mereka untuk diterima dan diakui dalam berbagai aspek kehidupan semakin terbuka.
Kisah hidup mereka adalah kisah perjuangan, keberanian, dan harapan. Dengan dukungan dan kesempatan yang memadai, mereka memiliki potensi untuk meraih impian dan menjadi bagian berharga dalam masyarakat.
Sutradara film Asa Luar Biasa, Tries Supardi menyampaikan bahwa salah satu karakter dalam film dokumenter pertamanya, "Keping Puzzle," adalah seorang anak berusia lima tahun dengan autisme. Saat membantu rekannya membuat film ini, fokusnya adalah deteksi dini dan intervensi pada anak autis. Proses pembuatan film tersebut membangkitkan pertanyaan di benaknya tentang kehidupan orang dengan autisme ketika dewasa.
“Tujuh tahun berselang, saya dihubungi oleh Bu Lani Setyadi salah satu informan di film tersebut. Beliau merupakan ketua dari Yayasan Yogasmara, sebuah pusat layanan autisme & anak berkebutuhan khusus,” kata Tries.
“Di dalam Yogasmara, Bu Lani juga memiliki satu perkumpulan pemuda-pemudi autisme setingkat Jawa Tengah. Saat itu Bu Lani meminta saya untuk membantunya membuat sebuah film yang menunjukkan kehidupan autisme di level orang dewasa. Ternyata keinginan Bu Lani sama dengan apa yang saya pertanyakan dulu,” beber dia.
Sementara itu, Ketua Yayasan Yogasmara, Lani Setyadi, mengatakan, film tersebut adalah salah satu bentuk advokasi kepada penyandang autisma. Tujuan utama film ini adalah untuk meningkatkan kesadaran masyarakat akan adanya sebuah kelompok masyarakat minoritas, yaitu individu autistik.
“Harapan kami, kesadaran yang terbangun ini akan diikuti dengan munculnya berbagai kesempatan dan ruang bagi mereka untuk dapat berkarya, mandiri dan berkontribusi dalam kehidupan bermasyarakat,” kata Lani sekaligus produser film ini.
“Sekali lagi terima kasih atas kehadirannya, dan selamat menikmati film Asa Luar Biasa,” sambungnya ketika Gala Premiere Film Asa Luar Biasa di Kampus Unika Soegijapranata Semarang, Rabu (15/5/2024).
Ketua Perkumpulan Pemuda Pemudi Autisme (P3A) Yogasmara, Naufal Asy Syadad, menambahkan, film itu bakal membuka mata masyarakat tentang kehidupan penyandang autisma. Apalagi, film tersebut dirilis bertepatan dengan Bulan Autisma Sedunia sehingga akan semakin menarik perhatian.
“Saya seperti tidak kelihatan autis, artinya segala upaya orang tua saya untuk terapi dan intervensi semasa saya kecil hingga saat ini membuahkan hasil,” ujar Naufal.
“Tetapi dengan mengetahui bahwa autis adalah gangguan perkembangan menetap dengan hambatan yaitu kemampuan komunikasi sosial, kemudian perilaku berulang, minat terbatas. Maka hambatan ini bersama dengan kami hingga dewasa. Mungkin org baru akan merasakan keunikan saya setelah ngobrol panjang, hal ini yang saya alami,” beber dia.
Naufal juga menjelaskan, edukasi kepada masyarakat akan meningkatkan pemahaman tentang autisme. Masyarakat tidak akan mudah menghakimi tentang perilaku austistik yang masih terbawa hingga dewasa.
“From my experience, dengan saya menjelaskan bahwa autis, justru mempermudahku untuk membuat orang memahami saya bahwa saya berbeda, tidak buru-buru men-judge bahwa apa yang saya lakukan ini karena stupid, jahat, impolite, tapi itu semata-mata karena hambatan yang saya alami dalam membaca situasi sosial, menginterpretasikan kata-kata yang tersirat,” pungkasnya.
Editor : M Taufik Budi Nurcahyanto
Artikel Terkait