Filosofi Dwara Madukara
Sebagai Proyek Strategis Nasional (PSN), flyover ini juga mendukung pengembangan Kawasan Strategis Pariwisata Nasional (KSPN) Borobudur-Yogyakarta-Prambanan. Dengan desain arsitektur yang memadukan modernitas dan budaya lokal, flyover ini diharapkan menjadi simbol kemajuan sekaligus kebanggaan bagi masyarakat Jawa Tengah.
“Flyover ini adalah wajah Kota Semarang yang paling depan. Semua orang yang masuk harus melihat keindahan ini. Mari kita jaga bersama sebagai simbol kerukunan dan kemajuan,” ujar ungkap Wali Kota Semarang, Hevearita Gunaryanti Rahayu.
Flyover Dwara Madukara tidak hanya menjadi infrastruktur modern, tetapi juga sarat dengan makna budaya yang mendalam. Salah satu elemen ikonik dari flyover ini adalah patung Warak Ngendhog, binatang mitologi yang memiliki tiga bagian tubuh yang merepresentasikan tiga etnis besar di Kota Semarang: Jawa, Tionghoa, dan Arab.
Kepala Warak Ngendhog yang menyerupai barongsai mencerminkan pengaruh budaya Tionghoa, sementara tubuhnya yang bersisik mirip bunga melambangkan etnis Arab. Kaki Warak yang menyerupai kaki kambing merupakan simbol etnis Jawa, menggambarkan harmoni antara keberagaman budaya yang ada di Semarang.
Warak Ngendhog yang menghadap ke Bandara Ahmad Yani seolah-olah menyambut setiap tamu yang baru datang dari bandara. Patung ikonik ini memberikan kesan pertama yang hangat dan ramah bagi setiap pengunjung yang memasuki Kota Semarang.
Dengan posisinya yang strategis, Warak Ngendhog menjadi simbol penyambutan yang kuat, mengingatkan bahwa Kota Semarang menyambut semua orang dengan tangan terbuka. Kehadirannya menambah nilai estetika sekaligus makna mendalam bagi setiap wisatawan yang melintasi flyover Dwara Madukara.
Tak hanya itu, flyover ini juga dihiasi dengan ornamen wayang Pandawa Lima yang melambangkan nilai kasih sayang dan persatuan. Relief patung Pandawa Lima yang terdiri dari Yudhistira, Bima, Arjuna, Nakula, dan Sadewa mengajarkan pentingnya mengasihi sesama tanpa memandang latar belakang, etnis, atau agama. Sementara awan yang mengelilingi relief ini semakin memperkuat pesan persatuan dan keharmonisan.
Ornamen lainnya yang menarik adalah bunga Kanthil atau Cempaka Putih, yang sering dikaitkan dengan hal magis dan digunakan dalam ritual adat serta tradisi Jawa Tengah. Bunga ini diharapkan menjadi penanda selamat datang bagi para pengunjung kota Semarang, memberikan kesan hangat dan spiritual.
Selain itu, tulisan besar "Dwara Madukara" yang terletak di flyover ini memiliki makna filosofis dalam bahasa Sanskerta. "Dwara" berarti gerbang, sedangkan "Madukara" berasal dari dua kata, yaitu Madu yang berarti manis atau indah, dan Kara yang berarti bersinar. Oleh karena itu, flyover ini diharapkan menjadi gerbang yang indah dan bersinar bagi Kota Semarang.
Relief Batu Candi yang menggambarkan Srikandi yang berguru memanah kepada Arjuna juga terdapat di flyover ini. Relief ini melambangkan kemauan, kekuatan, kerendahan hati, kecerdasan, serta komitmen pada kebenaran dan keadilan.
Flyover Dwara Madukara juga dihiasi dengan ornamen Burung Kepodang Emas (Oriolus chinensis), simbol keselarasan, kekompakan, dan budi pekerti yang indah. Burung ini menjadi representasi dari nilai kebersamaan dan keharmonisan yang diusung oleh Kota Semarang.
Tak ketinggalan, ornamen Wave dan Art Lighting yang menyerupai gelombang air dan harmoni alunan irama Gambang Semarang menjadi simbol kesatuan identitas Semarang. Ornamen ini menggabungkan unsur budaya lokal dengan desain arsitektur modern, menciptakan kesan estetika yang memesona.
Editor : Enih Nurhaeni
Artikel Terkait