Dokter PPDS Diduga Perkosa Anak Pasien di RSHS, BPOM Cek Pengelolaan Obat Bius

Taufik Budi
Dokter PPDS Diduga Perkosa Anak Pasien di RSHS, BPOM Cek Pengelolaan Obat Bius (Ist)

BANDUNG, iNEWSJOGLOSEMAR.ID – Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) melakukan inspeksi mendadak ke Rumah Sakit Umum Pusat Dr. Hasan Sadikin (RSHS) Bandung pada Kamis (17/4/2025). Tindakan ini diambil sebagai respons cepat atas kekhawatiran publik menyusul dugaan pemerkosaan yang dilakukan oleh dokter Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) terhadap anak pasien.

Kepala BPOM, Taruna Ikrar, memimpin langsung inspeksi tersebut. Fokus pengawasan ditujukan pada sistem pengelolaan obat bius atau anestesi yang digunakan di rumah sakit pendidikan tersebut.

“Kami ingin memastikan bahwa pengelolaan obat di Rumah Sakit Hasan Sadikin Bandung telah sesuai dengan standar keamanan dan tata kelola yang ketat. Ini penting demi keselamatan pasien dan integritas profesi medis,” tegas Taruna Ikrar saat meninjau instalasi farmasi RSHS dalam keterangan tertulis.

Langkah BPOM ini dilandasi oleh Peraturan BPOM Nomor 24 Tahun 2021 dan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 72 Tahun 2016 tentang standar pelayanan kefarmasian. BPOM menilai, pengelolaan obat anestesi harus diawasi dengan ketat, mengingat potensi penyalahgunaannya bisa berdampak fatal, baik secara medis maupun etik.

Tim BPOM memeriksa secara menyeluruh mulai dari sistem pengadaan, penyimpanan, hingga distribusi obat keras. Hal ini untuk memastikan tidak ada penyimpangan yang berpotensi membahayakan pasien ataupun membuka celah pelanggaran hukum.

“Langkah tegas akan diambil jika ditemukan pelanggaran. Kami tidak ingin ada celah sedikitpun dalam pengawasan obat-obatan, apalagi yang menyangkut keselamatan nyawa pasien,” tegas Taruna lagi.

 

Dalam kunjungannya, Kepala BPOM juga mengadakan diskusi langsung dengan manajemen RSHS dan tim farmasi. Tujuannya adalah untuk memperkuat sinergi pengawasan dan komitmen terhadap transparansi pengelolaan farmasi.

Inspeksi ini dilakukan di tengah sorotan publik terhadap dugaan tindak asusila oleh seorang dokter PPDS terhadap anak pasien. Meskipun BPOM tidak menyebutkan secara langsung hubungan antara kasus tersebut dengan penggunaan obat bius, pemeriksaan ini mencerminkan keseriusan regulator menelusuri segala kemungkinan.

“Tanpa kolaborasi dengan rumah sakit sebagai mitra utama dalam melaksanakan pengelolaan obat yang baik, pengawasan BPOM tidak akan efektif dalam menjaga mutu dan pengamanan rantai suplai obat yang beredar di masyarakat,” kata Taruna.

RSHS sebagai rumah sakit pendidikan memiliki peran besar dalam praktik klinis dan pendidikan dokter. Karena itu, BPOM menegaskan bahwa standar pengelolaan obat di rumah sakit ini harus menjadi contoh nasional dalam tata kelola yang transparan dan bertanggung jawab.

Instalasi Farmasi Rumah Sakit (IFRS) dinilai sebagai garda terdepan dalam pengamanan kualitas dan keamanan obat bagi pasien. Oleh karena itu, BPOM mendesak agar semua proses pengelolaan dilakukan secara akuntabel dan terdokumentasi dengan baik.

BPOM juga membuka kemungkinan untuk melakukan inspeksi serupa di rumah sakit pendidikan lainnya. Tujuannya untuk mencegah penyalahgunaan obat bius dan memastikan perlindungan terhadap hak pasien, termasuk anak-anak yang menjadi kelompok rentan.

“Saya ingin mengajak seluruh jajaran rumah sakit untuk menjadi pelopor yang tak hanya mengutamakan pelayanan klinis, tetapi juga mampu menjadi mitra regulator dalam mendorong transparansi sistem kesehatan nasional,” pungkas Taruna Ikrar.

 

Editor : Enih Nurhaeni

Bagikan Artikel Ini
Konten di bawah ini disajikan oleh Advertiser. Jurnalis iNews Network tidak terlibat dalam materi konten ini.
News Update
Kanal
Network
Kami membuka kesempatan bagi Anda yang ingin menjadi pebisnis media melalui program iNews.id Network. Klik Lebih Lanjut
MNC Portal
Live TV
MNC Network