JAKARTA, iNewsJoglosemar.id – Mantan prajurit Marinir TNI AL, Satria Arta Kumbara, yang diketahui bergabung dengan pasukan militer Rusia sebagai tentara bayaran, menyampaikan permohonan untuk dipulangkan ke Indonesia. Namun, proses kepulangannya terhambat status kewarganegaraan yang disebut telah dicabut.
Kementerian Luar Negeri Republik Indonesia (Kemlu RI) menegaskan, pihaknya tetap menjalankan tugas perlindungan terhadap seluruh WNI di luar negeri, termasuk yang menghadapi masalah hukum. Namun, pemulangan Satria Kumbara akan dilakukan sesuai dengan ketentuan dan prosedur hukum yang berlaku.
“Kementerian Luar Negeri melalui KBRI Moskow tetap memantau keberadaan dan melakukan komunikasi dengan yang bersangkutan,” kata Juru Bicara Kemlu RI, Rolliansyah Soemirat, Selasa (22/7/2025).
Rolliansyah menambahkan, meski Kemlu aktif memantau, persoalan kewarganegaraan sepenuhnya menjadi domain dari Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham). Pembagian tugas lintas kementerian ini penting agar penanganan kasus dilakukan secara tepat sesuai mandat lembaga.
Sejauh ini, Kemlu RI telah menjalin komunikasi dengan berbagai instansi dalam negeri, termasuk lembaga penegak hukum dan intelijen, untuk mengkaji kasus ini secara komprehensif. Apabila ditemukan dasar hukum yang memungkinkan, maka proses pemulangan akan dilanjutkan sesuai hukum nasional dan konvensi internasional.
Di tengah kontroversi ini, Kemlu juga mengeluarkan imbauan kepada seluruh Warga Negara Indonesia agar tidak terlibat dalam konflik bersenjata di luar negeri, terlebih sebagai tentara bayaran. Menurut Kemlu, tindakan tersebut tidak hanya melanggar hukum, tetapi juga membahayakan keselamatan pribadi dan mencoreng nama baik negara.
Satria Kumbara sebelumnya telah mengirimkan permohonan bantuan langsung kepada Presiden Prabowo Subianto, agar dirinya bisa dipulangkan dan bertemu kembali dengan keluarganya di Indonesia. Permintaan tersebut disampaikan setelah dirinya terlibat dalam operasi militer khusus Rusia di Ukraina.
Ia mengaku menandatangani kontrak dengan Kementerian Pertahanan Rusia karena ketidaktahuannya mengenai konsekuensi hukum yang ditimbulkan, termasuk kehilangan status sebagai WNI.
"Saya tidak berniat mengkhianati negara. Saya hanya tidak tahu, dan saya ingin pulang," demikian pengakuan Satria dalam wawancara daring yang dipublikasikan media Rusia.
Permintaan maafnya disampaikan sembari berharap ada jalan hukum atau langkah diplomatik yang memungkinkan dirinya kembali ke Tanah Air. Namun, jika benar kewarganegaraannya sudah dicabut, maka proses pemulangan Satria akan melibatkan pertimbangan hukum dan kebijakan yang tidak sederhana.
Kementerian Hukum dan HAM sendiri belum memberikan pernyataan resmi terkait status kewarganegaraan Satria. Namun, pengamat hukum internasional menilai, keterlibatan dalam militer asing tanpa izin negara bisa menjadi alasan kuat untuk kehilangan kewarganegaraan.
Terlepas dari itu, pemerintah Indonesia tetap menekankan pendekatan hukum dan prinsip keadilan dalam menangani kasus Satria Kumbara. Pemerintah juga diharapkan tetap mengedepankan asas perlindungan WNI selama proses hukum berlangsung.
Kasus ini sekaligus menjadi refleksi tentang pentingnya edukasi hukum bagi WNI yang bekerja atau tinggal di luar negeri, terutama terkait risiko hukum keterlibatan dalam konflik internasional. Pemerintah melalui perwakilan diplomatik diharapkan dapat memperkuat peringatan dan pengawasan terhadap potensi rekrutmen tentara bayaran.
Saat ini, Satria Kumbara masih berada di wilayah konflik dan berada di bawah pantauan KBRI Moskow. Belum ada kepastian kapan atau apakah ia dapat dipulangkan ke Indonesia.
Editor : Enih Nurhaeni
Artikel Terkait