Fleksibilitas Pemidanaan Butuh Implementasi Serius
Pujiyono juga menyoroti pentingnya fleksibilitas dalam pemidanaan, sebagaimana tercantum dalam Pasal 54 ayat 1 KUHP, yang memberi ruang bagi hakim untuk menjatuhkan sanksi alternatif seperti pidana pengawasan, kerja sosial, atau denda, menggantikan pidana penjara.
“Hakim bisa menjatuhkan substitusi pidana, bahkan jika dalam pasal pidananya tidak disebut. Ini harus dijadikan pedoman jaksa juga dalam penyusunan tuntutan,” jelasnya.
Ia berharap agar pembaruan KUHAP dapat mengatur secara tegas mengenai ruang kolaborasi jaksa dengan penyidik sejak awal, termasuk saat tersangka baru ditetapkan.
“Ada ruang komunikasi saat penyidikan dimulai. Di situ jaksa sudah harus terlibat agar penyidikan efektif dan tidak terjadi bolak-balik perkara. Ini sejalan dengan asas fleksibilitas dan dominus litis yang diatur KUHP baru,” tandasnya.
Dekan FH Undip, Prof Dr Retno Saraswati, S.H., M.Hum., menilai sinergi antara akademisi dan institusi penegak hukum sangat penting untuk mewujudkan penegakan hukum yang berkeadilan.
“Ini luar biasa. Tidak parsial, bersama-sama menegakkan hukum di Indonesia yang lebih adil,” kata Prof Retno.
Dengan forum ilmiah ini, diharapkan pemikiran-pemikiran dari Undip dapat menjadi masukan bagi para legislator dalam menyusun KUHAP baru.
“Pemikiran Prof Pujiyono dan Dr Irma dari FH Undip semoga bisa masuk ke dalam RUU KUHAP dan menghasilkan hukum acara pidana yang lebih berkeadilan,” tandas Prof Retno.
Editor : Enih Nurhaeni
Artikel Terkait