Sebagai pemimpin, Diponegoro dikenal berkarakter kuat dan tidak gegabah. Dalam Babad Diponegoro ia berpesan kepada pengikutnya agar tidak mendahului menyerang, bahkan terhadap lawan yang berpotensi menganiaya mereka.
Salah satu teladan yang menonjol adalah perlakuannya terhadap tawanan musuh. “Diponegoro memperlakukan tawanan dengan baik, mengampuni musuh yang menyerah, sehingga banyak yang kemudian berpihak kepadanya,” kata Singgih.
"Ia bukan panglima haus darah. Dalam pertempuran di Lengkong, Diponegoro menyaksikan banyak musuh gugur dan justru meminta maaf kepada kakeknya atas peristiwa itu," lanjutnya.
Sarasehan juga menghadirkan Prof. Dr. Wasino, M.Hum., Guru Besar Sejarah dari Unnes, yang menyoroti nilai-nilai perjuangan Diponegoro sebagai kompas moral bangsa. Dr. Widodo, S.S., M.Hum., bertindak sebagai moderator.
Sesi tanya jawab berlangsung hangat, dengan peserta antusias menyampaikan pandangan. Salah satu ide yang mengemuka adalah usulan pemindahan makam Pangeran Diponegoro ke tanah leluhur sebagai bentuk penghormatan, yang langsung disambut teriakan “setuju” dari sebagian besar peserta.
Salah satu alasan lainnya adalah karena posisi makam ada di lahan yang sempit dan perlu diperluas untuk menghormati sosok seorang pahlawan nasional. R. Rahadi Saptata Abra, Ketua Umum Patra Padi (Paguyuban Trah Pangeran Diponegoro), sekaligus keturuna keenam Pangeran Diponegoro memberikan tanggapan bahwa pihak keluarga tidak keberatan apabila ide yang muncul saat sesi tanya jawab tersebut dapat terealisasi.
Editor : Enih Nurhaeni
Artikel Terkait