Tanpa Bunga
Dwi Handayani, Kepala TK ABA Bengkle, menyambut baik program Tabungan Emas yang dikenalkan Pegadaian. Ia menilai program ini selaras dengan kebutuhan sekolah, terutama karena sistemnya jelas dan aman.
“Kita sangat tertarik, karena di sini jelas tidak ada riba, tidak ada bunga. Aman juga, karena Pegadaian ini BUMN. Jadi kita merasa lebih tenang,” ujarnya.
Jumlah siswa di TK ABA Bengkle saat ini ada 54 anak, terdiri dari TK A dan B. Setiap anak difasilitasi memiliki rekening Tabungan Emas sendiri. “Nanti per wali murid akan dibukakan satu rekening. Tapi memang harus ada sosialisasi dulu supaya jelas dan wali murid juga bisa memutuskan dengan tepat,” terang Dwi.
Menurut Dwi, banyak wali murid yang sebagian merupakan pekerja pabrik garmen, masih memiliki pemahaman terbatas tentang Pegadaian. Banyak yang masih mengaitkan Pegadaian hanya dengan layanan gadai, bukan menabung.
“Selama ini, pemahaman warga ya sebatas kalau Pegadaian itu tempat menggadaikan. Mereka belum tahu kalau ada program menabung emas. Makanya kami masih menjadwalkan sosialisasi langsung dari pihak Pegadaian ke wali murid,” tambahnya.
Dwi menegaskan, program ini merupakan pengalaman pertama sekolah dalam menabung emas untuk anak-anak. Sebelumnya, TK ABA Bengkle memang memiliki kebijakan tabungan siswa, dua kali seminggu. Namun, sistem tersebut terkendala karena uang dititipkan pada bendahara sekolah.
“Bendahara sebelumnya masih mau pegang uang, tapi bendahara baru enggan karena risikonya besar. Kalau uang sedikit-sedikit dikumpulkan dalam waktu lama, jumlahnya bisa membengkak. Jadi lebih aman kalau langsung lewat tabungan emas Pegadaian,” paparnya.
Menurut Dwi, pola tabungan anak-anak di sekolah biasanya sukarela, rata-rata sekira Rp10.000 sekali menabung. Nominal ini sesuai dengan skema tabungan emas yang juga terjangkau bagi uang saku anak-anak.
“Kami sempat mencoba ke BPR dekat sini, tapi minimal tabungan Rp20.000 per anak. Itu memberatkan karena ini tabungan sukarela, bukan tabungan wajib. Nah, Tabungan Emas dinilai pas, karena lebih fleksibel dan ramah di kantong,” katanya.
Menurut Survei Nasional Literasi dan Inklusi Keuangan (SNLIK) 2024, indeks literasi keuangan nasional mencapai 65,43%, sementara indeks inklusi keuangan mencapai 75,02%. Ini mengindikasikan bahwa sebagian besar masyarakat sudah memiliki akses ke produk keuangan, namun belum semua memahami dan mengelola keuangan secara optimal.
Sehingga program seperti ini Tabungan Emas ke sekolah-sekolah, dinilai mampu mengangkat angka indeks tersebut. Anak-anak yang sejak dini mengenal tabungan akan tumbuh dengan pola pikir finansial yang lebih sehat.
Saya duduk sejenak di bangku sekolah. Melihat keceriaan anak-anak mendapatkan edukasi tentang pentingnya menabung. Terlebih saat mereka menyampaikan cita-cita dan akan menggunakan tabungannya di masa depan, sembari memegang buku rekening Tabungan Emas.
Husein (6), siswa TK B yang dikenal sebagai anak juragan sapi di kampungnya, dengan polos mengatakan, “Aku senang punya tabungan, nanti mau belikan rumah tingkat untuk ibu.” Sementara Fahril (6), teman sekelasnya yang bercita-cita menjadi seniman reog, punya rencana lain. “Tabunganku nanti buat beli topeng,” ucapnya penuh semangat.
Kedua cerita itu menjadi gambaran sederhana bagaimana program Tabungan Emas bisa menumbuhkan imajinasi anak-anak tentang masa depan. Dari keinginan membelikan rumah untuk orang tua, sampai membeli perlengkapan seni budaya, semuanya lahir dari rasa bangga memiliki tabungan sendiri. Inilah nilai utama yang bisa ditanamkan sejak dini: literasi keuangan yang ringan, menyenangkan, dan bermanfaat.
Tak ketinggalan, enam orang tua siswa yang hadir juga turut menyimak penjelasan petugas Pegadaian. Ada satu kekhawatiran umum muncul: selama ini pemahaman soal Pegadaian identik dengan gadai. Mereka takut salah paham.
“Kalau ini untuk menabung, malah bagus. Selama ini bekal untuk keperluan sehari-hari sering dipakai, jadi tabungan cepat habis. Kalau emas, terasa lebih aman,” kata Sariyanti.
Kawasan Gunung Ungaran selama ini dikenal dengan potensi pertanian yang subur dan panorama alam yang memesona. Kini, di sela-sela kemolekan alam itu, muncul usaha menanam kebiasaan finansial—sebuah “pertanian” baru yang menanam benih literasi keuangan melalui Tabungan Emas.
Ibarat “gunung emas”, masyarakat di lereng Ungaran kini bisa menanam investasi sejak dini, bukan lagi hanya dalam bentuk hasil bumi, tetapi juga dalam bentuk aset berharga yang nilainya terus meningkat. Tabungan ini menjadi sarana yang sederhana, terjangkau, namun memiliki dampak besar bagi warisan masa depan.
Editor : Enih Nurhaeni
Artikel Terkait