Tidak hanya itu, sejumlah aset keluarga sangat mencukupi untuk anak cucu. Seperti di Pasawahan yang menjadi rumah keluarga, dan tempat anak-anak dibesarkan. Begitu juga rumah di Wanayasa yang juga sangat layak.
"Dari bayar pajak, juga listrik yang setiap bulannya lebih dari Rp20 juta, itu saya yang bayar. Di situlah hidup saling bersama, saling berbagi, urusan beras sudah ditanggung negara, urusan lain saya yang nanggung, termasuk aset-aset anak saya untuk masa depan," ucapnya.
Sebagai pemimpin, lanjut Kang Dedi, sudah sepatutnya tidak lagi memikirkan diri sendiri. Namun yang lebih penting seorang pemimpin harus memikirkan kepentingan rakyat. Apalagi saat ini masih banyak mengalami kesusahan mulai dari PHK hingga urusan usia muda menjadi PSK untuk menyambung hidup.
"Itu yang harus kita pikirkan. Karena pemimpin itu sudah tidak boleh lagi memikirkan dirinya. Pemimpin itu ditugaskan memikirkan rakyat," ujar dia.
Persidangan gugatan cerai ini, akan kembali dilajutkan minggu depan. Mereka akan bertemu kembali di Pengadilan Agama Purwakarta, untuk replik materi gugatan oleh pihak tergugat.
Editor : M Taufik Budi Nurcahyanto