get app
inews
Aa Text
Read Next : Ada Campuran Etanol 3,5%, SPBU Swasta Batal Beli BBM Pertamina

Menakar Efisiensi Energi Tambak Garam, LPG Melon dan Target Swasembada Nasional

Kamis, 30 Oktober 2025 | 08:37 WIB
header img
Menakar Efisiensi Energi Tambak Garam, LPG Melon dan Target Swasembada Nasional. Foto: Taufik Budi

 

DEMAK, iNewsJoglosemar.id – Di tengah ambisi Indonesia menuju swasembada garam 2027, denyut ekonomi pesisir terus berdetak di bawah terik matahari. Di Kabupaten Demak, langkah kecil seperti beralih dari bensin ke elpiji melon mulai membuka babak baru efisiensi energi bagi petani garam rakyat.

Deru mesin pompa berpadu dengan gemericik air laut yang dialirkan ke petak-petak pengeringan di Desa Berahan, Babalan, hingga Kedungmutih, Kecamatan Wedung. Mereka memilih energi gas elpiji subsidi berwarna hijau—elpiji melon—yang lebih irit, mudah didapat, dan ramah lingkungan.

Zainal Abidin, seorang petani garam berusia 65 tahun, tampak sibuk memeriksa selang gas yang tersambung ke mesin pompanya. “Sudah sekitar dua tahun saya pakai elpiji melon untuk memompa air laut. Awalnya coba-coba, tapi ternyata lebih irit,” ujarnya sambil menyeka keringat di dahi, Rabu (8/10/2025).

Menurut Zainal, harga gas elpiji melon jauh lebih ringan dibandingkan bensin. Dalam satu kali pemompaan, ia hanya perlu satu tabung gas ukuran 3 kilogram. “Kalau pakai bensin, bisa habis dua liter setiap kali nyedot air laut. Sekarang, cukup satu tabung, bisa dipakai dua kali. Hemat separuhnya,” kata warga Desa Berahan itu.

Ia menambahkan, penggunaan elpiji melon lebih mudah setelah mesin pompa dimodifikasi tak lagi menggunakan bensin. Di desanya, pengecer gas masih mudah ditemui, meski terkadang stok terbatas.

“Kalau lagi ramai, kami beli di pengecer dekat rumah. Kadang stok habis, tapi biasanya tidak lama,” tutur Zainal dengan logat Jawa kental.

Bagi Zainal, penghematan biaya energi berarti tambahan modal untuk memperluas produksi. Ia menggarap lahan seluas 400 x 50 meter persegi yang dibagi menjadi 10 petak. “Dengan biaya yang lebih ringan, hasil garam bisa lebih banyak. Paling tidak kami bisa memperbaiki tanggul atau beli plastik baru,” ujarnya sambil menunjukkan hamparan petaknya yang mengering di bawah matahari.

Tak jauh dari lokasi Zainal, seorang petani sepuh bernama Isman duduk di pematang tambak. “Saya sudah puluhan tahun di sini, dari zaman pompa manual pakai kincir sampai sekarang pakai gas,” katanya pelan, dengan suara khas orang pesisir.

Isman memiliki enam anak, dan mengaku terbantu dengan adanya gas elpiji melon. Ia menggunakan tabung gas itu untuk menggerakkan mesin pompa air laut menuju petak-petak tambaknya. “Kalau pakai bensin, berat di ongkos. Sekarang, pakai gas lebih ringan. Tinggal ganti tabung kalau habis,” ujarnya.

Setiap kali selesai memompa, Isman tak membawa pulang tabung gasnya. Ia biarkan di lokasi tambak. “Aman saja, enggak pernah ada yang hilang. Orang sini saling percaya,” katanya sambil tersenyum.

Meski begitu, ia mengakui ada sedikit kerepotan jika harus membawa tabung ke rumah. “Kalau dibawa pulang pergi, ya capek. Tapi karena aman, ya ditinggal di sini saja,” tambahnya.

Harga gas elpiji melon, bagi Isman, masih tergolong terjangkau. “Kalau dibanding bensin, jauh bedanya. Lebih irit dan hasilnya juga tetap bagus. Air bisa cepat naik ke petak,” ucapnya.

Isman dikenal di lingkungannya sebagai sosok sederhana yang juga aktif di musala Faidlurrahman. “Saya jadi muazin tiap hari. Jadi pagi ke musala, siang ke tambak. Sudah jadi rutinitas,” katanya dengan nada syukur.

Sementara itu, Farid, petani muda berusia 33 tahun, mengaku kini fokus menjadi petani garam meneruskan usaha ayahnya. “Sekarang semua serba-mahal. Kalau pakai bensin, berat di biaya. Jadi kami ikut cara orang-orang tua pakai gas,” ujarnya.

Ia mengakui, awalnya sempat ragu apakah mesin bisa bekerja baik dengan gas. “Saya sempat takut mesinnya cepat rusak. Tapi setelah dicoba, ternyata malah stabil,” katanya.

Farid menambahkan, dengan gas elpiji, ia bisa memompa air laut lebih cepat karena tekanan mesin tetap terjaga. “Pompa bisa jalan lebih lama. Suaranya juga halus,” ujarnya.

Baginya, efisiensi energi di tambak garam sangat penting. “Kalau semua petani bisa hemat energi, biaya produksi bisa ditekan. Ini juga bantu kami bertahan di tengah harga garam yang fluktuatif,” katanya.

Editor : Enih Nurhaeni

Follow Whatsapp Channel iNews untuk update berita terbaru setiap hari! Follow
Lihat Berita Lainnya
iNews.id
iNews Network
Kami membuka kesempatan bagi Anda yang ingin menjadi pebisnis media melalui program iNews.id Network. Klik lebih lanjut