Menakar Efisiensi Energi Tambak Garam, LPG Melon dan Target Swasembada Nasional
Kebutuhan Garam Nasional Tinggi
Kebutuhan garam nasional yang terus meningkat belum sepenuhnya dapat dipenuhi oleh produksi petani garam di pesisir utara Jawa, termasuk di Desa Babalan, yang menjadi desa penghasil garam terbesar di Demak. Kondisi cuaca yang tidak menentu dan terbatasnya kapasitas produksi membuat pengepul harus mendatangkan garam dari luar daerah.
“Kalau dari wilayah kita sendiri itu tidak mencukupi. Kita kekurangan stok. Jadi kalau kiriman banyak, kita ambil dari daerah lain,” ujar Nur Rohmad, pengepul garam di Babalan.
Menurutnya, pasokan garam dari Demak sering kali tidak cukup untuk memenuhi permintaan pasar, terutama dari luar Jawa. Untuk menutup kekurangan, ia kerap mengambil stok tambahan dari Jepara, Pati, Pasuruan, Surabaya, Situbondo, hingga Madura.
“Kalau stok lokal kurang, kita ambil dari wilayah lain. Outputnya sering kita kirim ke Lampung, Palembang, Medan, Jambi, Padang, sampai Pekanbaru,” jelasnya.
Rohmad mengungkapkan, setiap hari pihaknya bisa menerima antara 15 hingga 20 ton garam dari petani. Namun pengiriman baru dilakukan setelah terkumpul satu mobil atau kontainer berkapasitas 25 ton.
“Kita ngumpul dulu, baru kita kirim keluar. Kadang 15 ton, kadang 20 ton, tergantung hasil panen,” katanya.
Dari sisi harga, garam kualitas terbaik (KW1) saat ini dijual sekitar Rp1.900 hingga Rp2.000 per kilogram. Meski harga stabil, kualitas garam tahun ini menurun karena kemarau basah. “Cuaca tidak menentu, kadang hujan, kadang panas. Jadi hasilnya acak-acakan. Rata-rata kualitas KW3,” ujar Rohmad.


Ia menyebut, musim puncak produksi garam biasanya terjadi pada Agustus hingga September. Pada periode itu, kegiatan bongkar muat meningkat tajam karena stok melimpah dan permintaan pasar tinggi. “Kalau masa panen itu, ramai-ramainya kita muat. Stok banyak, konsumen terpenuhi,” katanya.
Rohmad menuturkan, usaha pengumpulan dan distribusi garam yang ia rintis sejak 2017 setelah lulus kuliah kini menjadi sumber lapangan kerja bagi warga sekitar. “Kalau penuh, tenaga kerja bisa 40 orang. Tapi kalau stok minim, ya sekitar 25 orang yang berangkat setiap hari,” jelasnya.
Ia mengakui, permintaan dari luar Jawa justru menjadi penopang utama bisnisnya. “Kita dari lokal Jawa Tengah itu jarang. Paling mentok di Tanjung Priok, lewat kapal. Selebihnya kirim ke luar Jawa,” kata Rohmad.
Menurutnya, kondisi ini menjadi bukti bahwa pasar garam di Indonesia masih sangat luas dan potensial. “Pasarnya sangat luas sekali. Dari produksi lokal saja belum cukup. Jadi peluangnya masih besar,” ujarnya.
Dengan permintaan tinggi dan kualitas garam Babalan yang dikenal baik, Rohmad berharap dukungan pemerintah terus mengalir untuk menjaga keberlanjutan usaha para petani dan pengepul. “Kalau cuaca mendukung dan stok stabil, insyaallah garam Babalan bisa bantu penuhi kebutuhan nasional,” tandasnya.
Editor : Enih Nurhaeni