SEMARANG, iNewsJoglosemar.id – Oknum advokat obok-obok uang Universitas Muria Kudus (UMK), dengan melakukan konspirasi bersama pengurus Yayasan Pembina Universitas Muria Kudus (YPUMK). Akibatnya, Yayasan menderita kerugian Rp24 miliar.
Oknum advokat itu adalah MA (48) warga Kecamatan Jekulo, Kabupaten Kudus. Meski orang luar yayasan namun memiliki peran krusial sebagai master mind dalam kasus tersebut. Dia mengajak dua pengurus YPUMK yakni Z (52) warga Kecamatan Jati Kudus, dan LR (63) warga Kecamatan Gebog, Kudus.
“Tersangka MA ini walau dirinya bukan orang yayasan, namun berperan memengaruhi, mengendalikan dan secara bersama dengan dua tersangka lainnya yang merupakan pengurus YPUMK melakukan konspirasi yang mengakibatkan kerugian terhadap yayasan,” tutur Direktur Reskrimsus (Dirreskrimsus) Kombes Pol Dwi Subagio saat memimpin pers rilis ungkap kasus di Mako Ditreskrimus Polda Jateng, Jl. Sukun Raya Banyumanik, Rabu (24/5/2023)..
Ditreskrimsus Polda Jateng berhasil mengungkap kasus penggelapan dalam jabatan dan tindak pidana pencucian uang (TPPU) di Yayasan Pembina Universitas Muria Kudus (YPUMK). Turut diamankan 3 orang tersangka yang melakukan tindak pidana sejak 2012 sampai 2016 hingga mengakibatkan kerugian yayasan sebesar Rp24 miliar.
“Polda Jateng berhasil mengungkap adanya konspirasi yang menurut kami cukup besar yang terjadi di Yayasan Pembina Universitas Muria Kudus (YPUMK) dan mengakibatkan kerugian sebesar Rp. 24 milyar pada yayasan tersebut,” ungkap dia.
Fakultas Kedokteran
Kasus bermula dari adanya rencana Pembentukan Fakultas Kedokteran di Universitas Muria Kudus, dan terdapat syarat untuk mempunyai rumah sakit. Berkaitan dengan hal tersebut dimulailah rencana pendirian sebuah Rumah Sakit di lingkungan YPUMK pada 2012 sampai 2016.
“Modus yang dilakukan ketiganya yaitu memanfaatkan rencana pembangunan rumah sakit di lingkungan YPUMK. Namun hingga tahun 2016 progress pembangunannya hanya sebatas tiang pancang. Padahal sejak kurun waktu 2012 sampai 2016 pihak yayasan telah mengeluarkan dana kepada para tersangka guna pembangunan RS tersebut,” terangnya.
Hingga akhirnya dari hasil audit yang dilakukan oleh pihak YPUMK diketahui selama kurun waktu 2012 hingga 2016 terdapat 44 kali transaksi pengeluaran dana total sebesar Rp24.679.000.000. dana tersebut tidak dapat dipertanggungjawabkan penggunaannya oleh para tersangka.
Pengeluaran dana tersebut di antaranya melalui pencairan cek milik yayasan, penarikan tunai di bank dari rekening yayasan dan penarikan tunai di kasir yayasan. Berdasarkan hasil audit tersebut kemudian pada 2020, pihak yayasan membuat laporan ke Polda Jateng.
Laporan itu kemudian ditindaklanjuti oleh Ditreskrimsus Polda Jateng yang melakukan serangkaian tindakan penyelidikan. Hingga pada April 2022 dibuatkan surat perintah penyidikan untuk menangani kasus tersebut
“Dari hasil penyidikan dan alat bukti yang didapatkan petugas, ternyata dana tersebut dialirkan ke beberapa tempat oleh para tersangka untuk keperluan pribadi mereka. Di antaranya untuk membeli mobil, tanah dan bangunan, bahkan ada yang digunakan untuk penggandaan uang,” jelasnya.
Pasal TPPU
Dana tersebut didapatkan para tersangka dengan cara melakukan konspirasi dan merekayasa berbagai dokumen guna mencairkan dana yayasan tanpa persetujuan pembina yayasan. Tersangka MA bahkan membuat dokumen legalitas yang isinya seolah-olah membenarkan bahwa pihak yayasan memiliki utang kepada tersangka MA.
“Atas perbuatannya, para tersangka dijerat dengan Pasal 374 KUH Pidana tentang penggelapan dalam jabatan dengan ancaman maksimal 5 tahun. Selain itu juga dijerat dengan Pasal 3 dan 5 Undang-Undang No. 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan TPPU dengan ancaman maksimal 20 tahun,” tuturnya.
Di akhir keterangan persnya, Kombes Pol Dwi Subagio menegaskan bahwa penanganan perkara tersebut telah memasuki Tahap II atau melimpahkan tersangka dan barang bukti ke pihak Kejaksaan Negeri Semarang.
Editor : M Taufik Budi Nurcahyanto