Catatan Syar’i
Meski banyak orang menganggap lingeri sebagai barang tabu, Surianto dan istrinya tetap teguh mempromosikan lingeri sebagai pakaian dinas istri untuk menyenangkan suami. Mereka menjualnya secara online akun Instagram @wifeonly.store.
Akun itu diatur privat dan hanya bisa diakses oleh akun-akun perempuan. Penjualan mereka tidak hanya merambah seluruh Indonesia, tapi juga menembus pasar luar negeri seperti Singapura, Malaysia, Hong Kong, dan Uni Emirat Arab.
“Sejak awal kita tidak jualan di marketplace, karena tidak bisa memasang foto lingeri maupun mencantumkan tulisan tersebut. Di Instagram juga kita kunci, hanya akun-akun perempuan yang bisa gabung,” ujar dia.
“Tulisannya pun bukan lingeri tapi kita ganti dengan pakaian dinas untuk menyenangkan suami. Saat itu untuk memotret produk, hanya menggunakan kamera HP. Hal ini sering kali menjadi bahan tertawaan tetangga dan teman,” ungkapnya sambil terkekeh.
“Penjualan dengan sistem online, jadi menyebar ke seluruh wilayah indonesia bahkan luar negeri. Pelanggan sih masih orang Indonesia juga, atau TKI yang ada di sana," imbuh Meilia menimpali.
Pasangan ini tetap teguh dengan visi mereka dan menyelipkan catatan moral dalam setiap produk yang dikirimkan: “Memakai pakaian ini untuk menyenangkan suami dan mendapat ridha Allah, jika pakaian ini digunakan tidak sebagaimana mestinya dalam kurung tidak sesuai dengan syariat Islam kami berlepas diri dari dosa pemakainya”.
“Jadi kita inginnya pakaian ini jangan dipakai oleh orang untuk tujuan nakal. Sebab, kalau itu dipakai orang nakal dan kita tetap menjual kepadanya, artinya kita memfasilitasi orang itu. Kita Ikut andil bagian (menyediakan lingeri untuk tujuan nakal),” terangnya.
“Makanya kita putus dengan catatan tersebut. Karena kita tujuannya bukan untuk hal itu (nakal), tapi untuk menyenangkan suami,” tegas dia.
Meski penjualan hanya dilakukan secara online melalui Instagram tanpa marketplace, namun pesanan deras berdatangan. Bahkan dalam sehari bisa mencapai 100-200 transaksi untuk pasar dalam dan luar negeri.
“Pengiriman kita melalui jasa ekspedisi JNE karena terpercaya dari dulu sudah tahu. Dan ternyata kita dapat fee dari ongkir (ongkos kirim). Jadi sekali bayar ongkir itu sampai Rp2 juta tiap hari, padahal sudah dipotong fee,” katanya.
Namun, Surianto enggan menerima fee tersebut. Dia beralasan, fee berasal dari ongkir yang dibayarkan pembeli kepada jasa ekspedisi. Ongkir di luar nilai transaksi yang harus dibayarkan pelanggan untuk membeli produknya.
“Untuk ongkir kami hanya sebatas menghitungkan besarnya berapa dan pelanggan menitipkan ongkir ke kami. Sementara yang kami bayarkan ke ekspedisi itu enggak full dari ongkir yang dititipkan pelanggan,” lugasnya.
“Lalu fee yang berkisar Rp2.000 itu kan juga tidak mungkin kita transfer ke masing-masing pelanggan. Jadi kita mohon izin untuk menyalurkan fee yang kita kumpulkan dari JNE itu untuk membantu korban bencana,” jelas dia.
Dia menyebut, telah menyalurkan bantuan belasan juta rupiah kepada korban banjir di Sintang Kalimantan Barat pada September-November 2021. Banjir tersebut menurut data Badan Penaggulangan Bencana Nasional (BNPB), menggenangi di 12 kecamatan. Sebanyak 140.468 jiwa terdampak banjir dan dua warga dilaporkan meninggal dunia.
“Kita menyalurkan bantuan kepada korban bencana banjir di Kalimantan, pernah juga di beberapa tempat. Waktu itu bencana banjir di sana menarik perhatian nasional, karena berlangsung lebih dari dua pekan,” ungkapnya.
Untuk mengembangkan bisnisnya, Surianto dan istri kini tengah berinovasi membuat sabun mandi pengantin. Selain itu, juga ramuan herbal bagi calon pengantin yang semuanya akan dikemas dalam paket hampers.
“Kita akan pengembangan produk ke sabun pengantin, dengan pasar adalah calon-calon pengantin. Dulu juga ada buku-buku yang fokus pada pernikahan. Jadi nanti akan dikemas dalam bentuk paket hampers pengantin baru, lengkap ada ramuan herbal, sabun, lingeri, dan buku-bukunya,” tandas dia.
Editor : Enih Nurhaeni